Buku Ranggalawe Sang Penakluk Mongol (Sebuah Novel) yang dikarang oleh Makinuddin Samin terbit tahun 2018. Namun, saya baru membelinya pada pertengahan Juli 2023. Cukup terlambat. Tapi, tak soal. Buku tak perlu masa tertentu untuk dibaca. Buku ini kemudian banyak memberi warna pada pengetahuan saya tentang kisah sang Adipati Tuban.
Sebagai pembaca, kelebatan imajinasi tentang Tuban dan apa-apa yang pernah saya baca tentang Tuban pun bermunculan saat membaca buku ini. Sosok Wiranggaleng di buku Arus Balik karangan Pramoedya Ananta Toer misalnya, menyeruak ke ingatan. Juga batik gedog khas Tuban, bahkan tempat-tempat wisata Tuban pun jadi berkelebatan dalam imajinasi.
Kembali ke buku Ranggalawe, banyak kisah yang perlu dicatat. Sebagai rangkuman yang cukup singkat, berikut catatan sosok Ranggalawe sependek yang bisa saya catat dari pembacaan buku ini.
Sosok Singkat Ranggalawe
Ranggalawe bernama kecil Raden Soreng. Ia anak dari Banyak Wide atau Arya Wiraraja. Di novel ini, sebelum Majapahit berdiri, nama yang disebut adalah Banyak Wide. Banyak Wide adalah Adipati Sumenep.
Ranggalawe mempunyai tiga istri (literatur lain menyebut hanya 2 istri). Pertama Nyi Tirtawati anak dari Ki Ageng Palangdongan. Dengannya memperoleh dua putra bernama Raden Buntaran dan Raden Watangan. Istri kedua adalah Nyi Mertaraga anak dari Tanjung Madura. Dengan istri ini, Ranggalawe dikaruniai putra bernama Kuda Anjampiani (Bre Redana menulis novel tentangnya). Sedang istri ketiga adalah Tribuawaneswari anak dari Prabu Kertanegara Raja Singasari. Dengannya, dikaruniai putra bernama Gajah Dipta atau Triguno. Penulis buku novel ini kemudian menyebut Gajah Dipta sebagai Gajah Mada. (Soal ini beberapa orang berbeda perspektif sejarah).
Peta Kekuasaan
Saat Kerajaaan Singasari dihancur leburkan oleh Raja Jayakatwang di Kediri, Raden Wijaya (menantu Prabu Kertanegara) melarikan diri ke Sumenep di bawah perlindungan Banyak Wide, ayah dari Ranggalawe. Sedang Ranggalawe sendiri memerintah di Tuban. Atas siasat Banyak Wide, Raden Wijaya diizinkan membuka hutan Tarik. Dan di perjalanan waktu, kekuatan Tarik bersekutu dengan Tuban untuk bersiasat menggulingkan Kediri.
Kedatangan tantara Mongol dimanfaatkan Tuban dan Tarik untuk menghancurkan Kediri. Tentara Mongol punya dendam ke penguasa Jawa karena perlakuan raja Singasari yang mempermalukan utusan Mongol. Intinya, Jawa tak mau ditaklukkan.
Dalam persekutuan inilah, kepiawaian Ranggalawe bersiasat banyak ditonjolkan oleh sang penulis novel. Ranggalawe menjamu pasukan Mongol di Tuban dengan tuak dan tari-tarian. Mempersembahkan kuda yang cukup bagus dan lainnya. Bahkan Ranggalawe mempelajari kebiasaan dan cara berpikir orang Mongol dengan cara bertanya kepada penerjemah.
Singkat kisah, Mongol berhasil diyakinkan agar menyerang Kediri dan Raja Jayakatwang akhirnya terbunuh. Mongol, Tuban dan Tarik pun berada di kemenangan. Namun, saat pasukan Mongol berpesta pora atas kemenangan, saat itulah pasukan Tuban dan Tarik yang menyamar menghancurkan pasukan Mongol. Sebagian kecil yang akhirnya dibiarkan selamat dan kembali ke Mongol dengan pesan “Jawa Tak Bisa Ditaklukkan”.
Perjanjian Sumenep
Dikisahkan, ketika Raden Wijaya mengungsi di Sumenep, muncullah perjanjian Sumenep yang isinya, ketika Raden Wijaya nanti mendirikan kerajaan, maka jawa dibelah dua. Lumajang hingga Banyuwangi diberikan ke Banyak Wide, Ranggalawe menjadi Patih dan Raden Wijaya sendiri menguasai wilayah Tarik hingga Kediri.
Namun, ketika Majapahit berdiri sepeninggal pasukan Mongol, perjanjian Sumenep tak kunjung diwujudkan. Banyak Wide dan Ranggalawe tak pernah menagih janji itu. Namun perbedaan-perbedaan di internal Majapahit dan persekongkolan-persekongkolan pun terjalin. Ranggalawe digunjingkan akan memberontak. Ranggalawe juga diisukan akan memperistri Gayatri. Padahal, Raden Wijaya juga menginginkannya.
Sebuah Ramalan Siapa Penguasa Jawa
Sebuah ramalan ikut menyulut api peperangan antara Majapahit dan Tuban. Yakni ramalan tentang keturunan dari putri mendiang Kertanegara yang akan bisa menguasai Jawa. Sehingga, empat putri Kertanegara (Raja Singasari) menjadi sasaran. Tidak tahu dari siapa keturunan itu nantinya, maka Wijaya kemudian menginginkan keempat-empatnya menjadi istrinya.
Empat putri Kertanegara adalah Tribuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Sedang Tribuwaneswari dalam novel ini dikisahkan telah menikah dengan Ranggalawe dan mempunyai anak Gajah Dipta.
Singkatnya, kasak kusuk Tuban akan memberontak dan pamor kekhawatiran Ranggalawe akan lebih bersinar melebihi Wijaya, membuat Majapahit akhirnya menyerang Tuban. Perang terjadi. Darah banjir. Ranggalawe terbunuh. Tapi dikisahkan bukan oleh Kebo Anabrang, melainkan dikeroyok oleh dua orang dari Majapahit.
Tuban pun berduka.
Ah, sebaiknya anda langsung membacanya sendiri buku tersebut. Dan jika ada perspektif lain, kisahkan untuk kami. Suwun!
Identitas Buku:
Judul: Ranggalawe Sang Penakluk Mongol (Sebuah Novel)
Penulis: Makinuddin Samin
Penerbit: Javanica, 2018
Tebal: 503 halaman
CEK VIDEO BERIKUT: