Ada baiknya saya memperkenalkan Mukicoi. Dia bukanlah orang asli Kediri, meski sering berada di kota ini. Dia berasal dari sebuah kota “J”. Tentu saja saya hanya menyebut inisial kota, khawatir ada yang tersinggung punya tetangga kayak Mukicoi. Haha sorry Coi just kidding.
Nah, lantaran berada di Kediri, jadi di akhir Ramadan dia harus mudik lebaran. Pada puasa Ramadan tahun lalu, tahun 2016, Mukicoi mengalami kendala keuangan alias bokek sehingga terancam tidak bisa mudik lebaran. Meski sebenarnya tiap tahun sesaat sebelum lebaran, dia pasti bokek. Tetapi entah punya amalan apa ia selalu bisa sampai rumah.
“Sudah ada yang ngatur, tenang aja. Kalau waktunya pulang ya pulang.. Kalau belum waktunya ya nggak pulang,” begitu kata-katanya.
Tapi saya mencoba menyelidiki apa sebenarnya yang terjadi. Bak seorang detektif, saya mengumpulkan info-info dan menelusuri jejak-jejaknya. Dan hasilnya, begini:
Pada H-6 lebaran, Mukicoi belum mempunyai solusi untuk mudik lebaran. Ketika dia sedang duduk-duduk di teras depan tempat dia tinggal, tiba-tiba ada seekor burung terbang dan hinggap di pelataran tepat beberapa meter di depannya.
“Burung cantik,” kata Mukicoi agak terkejut.
Dengan pelan Mukicoi mendekati burung tersebut dan berusaha menangkapnya. Anehnya burung itu diam saja dan tidak berusaha terbang untuk kabur. Maka dengan mudah burung itu ada di tangannya.
Masih dengan perasaan terkejut, tiba-tiba Mukicoi tersenyum sendiri dan memekik, “Solusi datang,” dilanjutkan tawa riang dan berjingkrak-jingkrak bahagia. “Alhamdulillah.. Solusi datang,” teriaknya lagi.
Mukicoi mengunggah foto burung tersebut di group-group WhatsApp yang dia ikuti. Ternyata dari teman-temannya diketahui bahwa itu burung Murai Batu yang harganya lumayan mahal. Akhirnya banyak yang ingin membeli burung yang baru saja dia temukan. Maka lakulah burung tersebut seharga Rp 900.000. Jumlah yang cukup untuk mudik lebaran. Belum nanti ditambah uang hasil nembak teman-temannya.
Pada H-3, berpamitanlah Mukicoi kepada teman-temannya bahwa dia akan mudik hari itu. Kira-kira jam 8 pagi Mukicoi meninggalkan kota Kediri. Layar WhatsApp Forum Putra Daerah Peduli Pendidikan (FPDP2) ramai dengan ucapan-ucapan selamat jalan, mendoakan Mukicoi agar selamat sampai tujuan dan candaan tentang Mukicoi dan burungnya. Betapa kagumnya kami dengan si Mukicoi ini, begitulah kira-kira yang ingin diucapkan teman-teman.
Belum hilang kekaguman kami akan Mukicoi pada hari itu. Tepat 12 jam dari keberangkatan Mukicoi, kira-kira pukul 8 malam. “Tuing.. tuing” HP saya berbunyi, dan itu bunyi dari ring tone whatsapp. Saya membukanya. Mukicoi mengirim sebuah foto. Setelah saya download foto tersebut, terlihat gambar sebuah tas yang robek bekas sayatan.
“Aku kecopetan,” tiba-tiba muncul tulisan di bawah foto yang Mukicoi kirim.
“Kok bisa Coi,” salah seorang teman bertanya.
“Ndak tahu, bangun tidur sudah begini,” jawab Mukicoi.
Ramailah layar WhatsApp kami. Ada yang mengungkapkan perasaan kasihan tetapi lebih bayak yang menjadikan bahan candaan seakan tidak khawatir sama sekali dengan kondisi yang dialami Mukicoi. “Astagfirullah Coi,” “Namanya juga Mukicoi wkwkw,” “Ndak kaget wkwkw”, “Ayo Coi tunjukkan kesaktianmu”, “Tunggu keajaiban kedua,” begitulah beberapa tulisan teman-teman.
Di bis terakhir menuju ke kotanya, Mukicoi kecopetan. Semua uang hasil jual burung dan uang saku dari beberapa teman hilang semua. Padahal ia masih harus naik kendaraan umum sebanyak 2 kali untuk sampai ke rumah. Karena sudah tidak ada uang, Mukicoi memutuskan meneruskan perjalanan dengan menggunakan ojek dari terminal dengan konsekuensi mengeluarkan biaya lebih. Mukicoi berfikiran, sesampainya di rumah dia akan meminta keluargannya untuk membayar ongkos ojek tersebut. Itulah satu-satunya jalan keluar.
Dan sampailah Mukicoi dii rumah meski dapat omelan dari ibunya. “Inginnya saya, kamu pulang kasih uang ke ummi le.. tapi malah ummi keluar uang untuk kamu,” begitu kata ummi Mukicoi.
Saya secara pribadi sebenarnya nggak yakin Mukicoi kecopetan. Itu hanya triknya saja biar nggak keluar uang banyak. Saya bertanya tentang ini kepada Mukicoi, dia hanya tertawa. Kalau menurut Anda, kira-kira bagaimana?
___________
*) Penulis adalah teman akrab Mukicoi. Begitu katanya. Sekarang tinggal di Kota Kediri.