Kenapa sih orang melakukan korupsi? Bukannya mereka adalah para pejabat negara yang berpendidikan tinggi? Tak jarang banyak pengusaha yang berduit juga terlibat kasus korupsi, bukankah mereka adalah orang-orang yang sudah kaya? Lalu, apakah korupsi itu hanya dilakukan orang-orang di pusat?
Sedikit tanya itu tentu bisa dijawab dengan panjang lebar. Namun saya yakin akan banyak sekali jawaban atas tanya-tanya tersebut. Karena korupsi di Indonesia ini sudah begitu kejam, meluas, sistematik, dan apalagi ya? Ah ya, pelakunya sudah tanpa malu-malu lagi. Jika anda korupsi, jadilah anda orang religius, maka boleh jadi akan banyak yang merasa iba dengan anda.
Tapi, mari kita tidak membincang Setyo Novanto yang tersangkut korupsi, atau kasus-kasus lain yang menyita banyak perhatian publik. Melainkan mari membuka-buka halaman buku. Sekadar mempertannyakan ulang tentang apa dan bagaimana korupsi itu.
Ada dua buku yang bolehlah dibuka lagi. Buku lama semua. Diterbitkan oleh LP3ES. Jangan lihat ukuran kecilnya buku, melainkan mari melihat isinya yang begitu bermanfaat. Buku tersebut adalah:
- Buku pertama adalah Sosiologi Korupsi, Sebuah Penjelajahan dengan Data Kontemporer. Buku ini ditulis oleh Syed Hussein Alatas. Buku yang saya pegang ini terbitan ketiga dicetak tahun 1983. Cetakan pertama tahun 1981. Ukuran buku 18 x 12 cm dengan tebal 78 halaman. Buku ini merupakan terjemahan dari The Sociology of Corruption.
Buku ini cukup menarik meski hanya berisi enam bagian. Yakni pengantar, makna korupsi, fungsi korupsi, sebab-sebab korupsi, pencegahan korupsi, dan kesimpulan. Pada bagian kedua tentang makna korupsi, bahwa istilah korupsi memiliki makna cukup banyak. Korupsi bisa dimaknai sebagai kriminalitas, perilaku pejabat yang menggunakan dana publik, nepotisme, dan sebagainya. Namun jika disederhanakan ada tiga tipe fenomena yang tercakup dalam istilah korupsi. Yakni penyuapan, pemerasan, dan nepotisme. ( hal:12).
Oh ya, ada bagian yang menarik, yakni fungsi korupsi. Lho korupsi kok punya fungsi? Ya, korupsi tentu punya manfaat, meski dalam waktu dekat. Misal saja perizinan usaha yang sukar, maka dengan uang sogokan izin bisa keluar. Itu artinya ada keleluasaan sistem administrasi agar usaha bisa segera berjalan. Tapi benarkah demikian? Lebih baik anda membaca buku ini secara langsung.
- Buku kedua adalah Bunga Rampai Korupsi yang juga terbitan LP3ES. Buku ini kerjasama dengan Yayasan Obor terbitan tahun 1985. Buku setebal 145 halaman ini cukup menarik, ditulis oleh beberapa ahli. Ada HA Brasz, M. Jaspan, Robert O. Tilman, David H. Bayley, dan Onghokham.
Onghokham menulis Tradisi dan Korupsi. Tulisan tersebut cukup mendalam yakni merunut korupsi ke masa lalu, terutama pada masa Kerajaan Mataram dan VOC. Korupsi, menurut dia, korupsi ada karena ada pemisahan antara uang negara dan uang pribadi. Padahal, pada masa kerajaan, tradisi yang ada adalah uang negara adalah uang raja. Uang desa adalah uang lurah. Ada pergeseran makna jabatan masa lalu dan masa kini.
Jual beli jabatan misalnya, pada masa Kerajaan Mataram adalah hal biasa. Karena pemangku jabatan memang harus orang yang berduit agar saat menjabat bisa menyetor upeti kepada raja. Oleh karena itu jabatan publik terkadang dijual ke pedagang atau siapa saja yang memang memiliki uang.
Jabatan bupati di Madiun pada abad ke-19 misalnya, pernah dijual dan dibeli oleh Prawiradiningratan II, anak seorang pemberontak. Beberapa jabatan juga dijual kepada orang Cina dan pendatang lain.
Uang memainkan peran cukup besar. Bukan kekuatan militer atau lainnya. Jangan jika VOC yang dulunya hanya perusahaan dagang dan memohon-mohon bantuan kerajaan akhirnya malah menjadi kuat dan dipertuankan oleh kerajaan-kerajaan di Jawa setelah perusahaan itu kaya.
Ah, sudahlah. Saya memang bukan hendak membincang korupsi. Melainkan sekadar menghadirkan dua buku yang semoga saja bisa membantu mengamati korupsi yang sulit diberantas di Tanah Air ini. Bahkan, ada gerakan melemahkan KPK. Kok bisa? Ada baiknya membaca dua buku ini segera. Salam!