Bedander Bojonegoro dan Keterkaitan dengan Majapahit

Suasana sarasehan/Sumber: Facebook/Didik Wahyudi

Prof. Dr. Agus Aris Munandar, M.Hum pernah menulis buku Gajah Mada, Biografi Politik (Komunitas Bambu, 2010). Buku itu disebut-sebut sebagai satu buku yang melihat Gajah Mada dari sisi politik namun tetap didasarkan pada kaidah-kaidah ilmiah.

Sabtu (26/9/2020), Agus Aris Munandar datang ke Bojonegoro. Sang Profesor menjadi narasumber sarasehan yang digelar oleh Pemkab Bojonegoro. Sarasehan itu bertema ‘Mbedander The Corner of Majapahit’. Melalui paparannya, ia membuat kesimpulan bahwa Bedander adalah Dander di Bojonegoro, dan bukan Bedander di Kecamatan Kabuh, Jombang.

Langkah Pemkab Bojonegoro menggelar sarasehan sejarah tentang keberadaan Bedander memantik diskusi sejumlah kalangan. Berikut di antara komentar warga yang kami kutip dari tulisan di laman Fesbook mereka.

Didik Wahyudi

Prof. Dr. Agus Aris Munandar, M.Hum dalam diskusi “mbedander the corner of majapahit” menyimpulkan berdasarkan data tertulis tentang informasi dari kitab pararaton bahwa badander itu letaknya di Dander Bojonegoro bukan di dusun bedander kecamatan kabuh jombang.

Kesimpulan itu berdasar dari analisa data tertulis dari tafsir prasasti adan-adan yang ditemukan di kalitidu Bojonegoro tertanggal 1223 saka atau 1301 M dan prasasti tuhanyaru yang ditemukan di desa sidoteko Mojokerto.

Sang Prof juga berargumentasi dengan melakukan kajian lokasi salah satunya kayangan api. Kayangan api secara tafsir tersirat di prasasti adan-adan lokasinya identik dengan wilayah Bojonegoro, karena sampai saat ini masih ada nama desa tinawun dan kawengan yg disebut dalam prasasti tersebut.

Baca Juga:  Ada Madander Masa Airlangga, Ada Badander Masa Majapahit

Dari data tertulis tersebit sang prof berkesimpulan bahwa badander itu ya dander bojonegoro. Tapi kesimpulan tersebut masih belum adanya dukungan arkeologis.

Dari argumentasi tersebut saya agak goyah karena sempat mempercayai badander itu lokasinya di kabuh jombang, peluang besarnya memang di dander bojonegoro. Hingga kelak mungkin ditemukan data baru atau bukti kuat lainya serta dilakukan penelitian bahwa lokasi badander itu dimana.

Kebenaran sejarah memang menarik untuk diikuti beserta bukti-buktinya dan tafsir-tafsirnya.

 

Agus Shigro Budiono

Agar Bojonegoro Corner of Majapahit bukan hanya sekedar angan angan, perlu ada action plan yang jelas untuk memunguti remah remah kebudayaan.

Memang tidak bisa dipungkiri, romantisme kejayaan kerajaan Majapahit, sangat membujuk rayu cita rasa penguasa saat ini, untuk ngalap berkah kejayaannya.

Di Bojonegoro, meski hingga kini masih terlantar (karena tidak punya musium) setidaknya ada empat wilayah yang bisa dijadikan penanda keterkaitan dengan masa kerajaan Majapahit.

Keempat wilayah itu yakni, di Kecamatan Padangan. Tepatnya di desa Ngeper. Struktur reruntuhan candi ditemukan di desa ini. Situs berbentuk bata tumpukan ini dibikin di era Majapahit. Itu diketahui dari bentuk dan struktur batu batanya. Khas Majapahit.

Reruntuhan struktur candi itu pertama kali ditemukan tahun 2011. Ditemukan di kedalaman 2 meter dan lebar 5 meter.

Baca Juga:  Museum Kretek, Mengabadikan Jejak Bisnis dan Pertaruhan Harga Diri

Seperti diketahui, kecamatan Padangan adalah satu kawasan yang paling banyak sisa-sisa peninggalan sejarah. Sayangnya, banyak tangan tak bertanggung jawab yang mencuri dan memperjual-belikan reruntuhan tersebut. (Ini PR untuk mewujudkan cita-cita Majapahit corner).

Wilayah Bojonegoro selanjutnya adalah Di Desa Ngelo Kecamatan Margomulyo, juga terdapat struktur candi. Diperkirakan, dulu pemukiman. Mengingat, lokasinya di tengah perkampungan.

Meski masih berbentuk dan memiliki bukti jelas, nasibnya juga buruk. Batu bata struktur candi tersebut banyak diambil warga sekitar untuk membangun rumah. Bahkan, masyarakat terkesan abai. (Mungkin karena tidak pernah ada sosialisasi terkait pentingnya peninggalan bersejarah.

Dilihat dari bentuk dan strrukturnya, candi di Desa Ngelo lebih cenderung ke kerajaan Demak. Karena ada unsur penyebaran agama Islam di sana.

Meski agak diabaikan, punden masih ada dan terawat. Bahkan, maesan masih asli. Ukuran batu batanya besar-besar. Jika dikaitkan dengan Corner of Majapahit, peninggalan di Desa Ngelo bisa dikategorikan Majapahit akhir, yakni masa peralihan dari Majapahit ke Mataram Islam dan/atau Demak.

Wilayah selanjutnya adalah di Desa Jelu Kecamatan Ngasem juga ditemukan situs candi. Namun arkeolog belum bisa memastikan struktur candi itu masuk di era apa. Butuh penelitian lebih lanjut.

Struktur reruntuhan tersebut memiliki ukuran kurang dari 5 meter. Meski dari permukaan hanya terlihat 2 meter, namun kata arkeolog, masih ada potensi struktur tambahan di bawahnya.

Baca Juga:  Ekonomi Warga Bergerak Bersama Pasar Keroncong Ngroworejo

Sejauh ini, lagi-lagi arkeolog belum bisa memastikan apakah situs tersebut termasuk bekas candi atau sekadar gapura candi. Harus dilakukan observasi mendalam.

Di sekitar tempat tersebut banyak ditemukan keberadaan tembikar dan keramik.

Dan yang cukup mendekati harapan untuk menjadi Corner of Majapahit adalah keberadaan Kahyangan Api di Desa Sendangharjo Kecamatan Ngasem. Bentuk bangunan hingga sisa-sisa struktur di Kayangan Api sangat identik dengan Kerajaan Majapahit.

Namun demikian, tidak ada bukti prasasti secara jelas, sehingga masih sangat bisa diperdebatkan.

Harapan kita semua yang peduli terhadap kebudayaan, semoga upaya untuk menjadikan Bojonegoro sebagai bagian dari sisa kejayaan Majapahit ini adalah juga bagian dari ikhtiar utk mempertegas budaya Bojonegoro yang hingga hari ini masih kabur kanginan.

#corner_of_majapahit semoga bukan sekedar ambisi kekuasaan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *