“Setiap kali membentur tembok dan nyaris terpuruk, katakanlah! Jangan khawatir, semua pasti akan teratasi. Itu akan memberikan keberanian lebih.”
***
Sebagai manusia, kita tentu tidak dapat memilih dan menolak semua yang datang atau pun pergi dalam kehidupan. Kita harus memilih di antara pilihan-pilihan yang ada. Sebagai contoh, mungkin saja hari ini kita mendapatkan dua tawaran pekerjaan sekaligus, tentunya di antara pilihan yang datang hari ini akan membuat kita menjadi bingung.
Akan timbul banyak analisis yang kita pikirkan untuk memutuskan itu. “Mana yang baik untuk saya?” Atau “prospek pekerjaan ini akan seperti apa kedepanya?” Mungkin juga “kira-kira jika keduanya saya ambil gimana ya?” Berbagai pertanyaan sebagai bentuk analisis muncul. Dan mungkin kita sepakat bahwa pertimbangan dan analisis tersebut tidak lain untuk kebaikan diri kita sendiri.
Bagi saya, pilihan di atas hanyalah satu dari sebagian dari pilihan-pilihan hidup. Masih banyak hal lain yang akan membuat hidup terasa sebagai beban dan ladang masalah. Dan sudah tentu dengan banyaknya hal yang tidak dapat kita selesaikan akan membuat hidup terasa tidak damai dan penuh tekanan.
Belajar dari buku berjudul “Hidup Damai Tanpa Berpikir Berlebihan” mungkin menjadi salah satu cara untuk mengatasi masalah-masalah dalam hidup. Saya mendapat buku ini dengan meminjamnya dari teman sekerja saya. Waktu itu ia sendiri yang menawarkan buku ini ke saya. Mungkin karena waktu itu saya terlihat sedikit bingung dan gelisah karena mendapatkan beberapa masalah.
Buku ini ditulis oleh Tsuneko Nakamura yang di saat usia mengijak 88 tahun. Buku ditulis bareng rekannya Hiromi Okuda (55). Buku yang sudah diterbitkan di beberapa negara ini menceritakan pengalaman Tsuneko Nakamura saat berkarier menjadi psikeater selama hampir 70 tahun, meceritakan cerita dan masalah beserta solusi-solusinya. Buku ini akan menjelaskan bagaimana cara mengompromikan perasaan dengan kenyataan.
Buku ini mulai ditulis oleh Tsuneko Nakamura dan Hiromi Okuda pada tahun 2017, dan mulai diterbitkan di Jepang di tahun selanjutnya, 2018. Buku ini telah diterbitkan di beberapa negara termasuk Indonesia, yaitu dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta.
Bekerja Untuk Tujuan Apa? (Baca bab 1 sub 1)
Bekerja adalah salah satu cara untuk mendapatkan uang, dengan uang Anda dapat mencukupi kebutuhan hidup. Mungkin begitulah uraian singkat tentang apa itu bekerja. Tapi mungkin tidak semua orang juga menganggapnya begitu.
Tsuneko menceritakan bahwa saat menjadi seorang psikiater banyak orang datang padanya, dia sering bertemu dengan orang yang merasa gundah soal apa tujuan pekerjaan. Penyebabnya bermacam-macam, merasa sia-sia setelah melakukan pekerjaan, tidak mendapatkan pujian atau punya masalah dalam hubungan dengan pekerja yang lainya.
Menurut Tsuneko, tentang apapun alasan bekerja, semuanya adalah benar. Namun yang lebih mendasar lagi adalah, tujuan berkerja adalah agar bisa hidup. Dan sejak dulu hal itu tetap tidak berubah.
“Kita bekerja agar bisa makan, demi menghidupi keluarga. Itulah tujuan paling utama bekerja.” Mungkin bagi sebagian orang, mengakui bekerja demi uang adalah hal yang memalukan dan tabu. Diyakini atau tidak, namun memang begitulah kenyataanya. Baginya itu adalah hal yang baik. Melindungi keluarga dengan cara mendukung suami atau istri yang bekerja, sekalipun tidak secara langsung menghasilkan uang, merawat anak dan keluarga, itu juga merupakan pekerjaan yang penting.
“Makna hidup dan perkembangan diri bisa dipikirkan pelan-pelan setelah kita cukup makan dan memiliki kelonggaran. Hidup adalah perjalanan yang panjang.”
***
Buku ini terdiri atas 6 bab dan 37 sub bab yang menjelaskan tentang bagaimana cara untuk hidup damai tanpa berpikir berlibihan. Selain itu, di setiap akhir bab juga dilengkapi dengan kolom episode kisah pribadi Tsuneko Nakamura.
Kolom-Episode 1; saat usia Tsuneko Nakamura masih berusia 16 tahun , ia harus pergi seorang diri ke Kota Osaka untuk melanjutkan pendidikan SMA nya. Kondisi Jepang yang masih perang tidak menjamin apapun di kotanya, sehingga membuat ia harus memutuskan hal tersebut. Hal ini dilakukanya juga atas saran dari keluarganya.
Kolom-Episode 2; di Sekolah Khusus Kedokteran Perempuan di Kota Osaka, Tsuneko menjalani kehidupanya di asrama. Waktu itu menjadi masa yang cukup sulit baginya. Satu per satu teman yang berasal dari keluarga mampu mundur akibat tidak ingin bersusah payah untuk menjadi dokter. Namun tidak untuk Tsuneko, ia tidak bisa kembali ke rumah. Ia tidak memiliki uang. Hal inilah yang membuatnya terus belajar hingga akhirnya lulus dari Universitas Kedokteran Perempuan Osaka.
Setelah lulus, selanjutnya ia menjadi dokter magang di Osaka Red Cross Hospital. Kisahnya berlanjut hingga ia mendapatkan tawaran pekerjaan dari teman saangkatan magangnya untuk menjadi asisten psikiatri. Di tempat kerjanya ini, posisinya cukup aman dan ia masih dapat belajar banyak di kampus. Itu adalah awal saat ia mulai menjadi psikiater.
Kolom-Episode 3; di tempatnya bekerja sebagai asisten psikiater, ia awalnya hanya berpikir ringan. Namun pada kenyaatnya berbeda. Di masa itu banyak rumah sakit jiwa yang terbakar, sehingga hanya ada sekitar 4.000 tempat tidur. Pasien yang dalam kondisi buruk seperti suka berteriak akan dikurung dalam kurangan di dalam rumah, yang terkadang tidak manusiawi. Saat akan menjemput pasien, Tsuneko selalu ditemani laki-laki. Bahkan terkadang, karena saking semangatnya pasien ia harus polisi. Setelah itu ia akan membersikan pesien, mencuci rambut dan mengganti bajunya.
Hal yang membuatnya tetap melakukan pekerjaan berat seperti itu adalah karena pertemuannya dengan Profesor Jero Kaneko yang menerima kehadiranya. Bukan hanya sebagai sebagai atasan, tapi Dokter Kaneko juga membantu Tsuneko yang tidak dapat mengandalkan keluarganya. Sifat Dokter Kaneko yang genteleman dan tidak pernah sekalipun suara Dokter Kaneko meninggi. Pemikiranya juga dalam dan mulia.
***
Cara hidup tenang | Jangan khawatir, ini pasti teratasi! (Baca bab 6, sub 32)
Buku ini ditulis oleh dua orang yang bekerja sebagai psikiater, yaitu Tsuneko Nakamura dan Hiromi Okuda. Pada bagian ini adalah cerita dari Hiromi Okuda. Hiromi Okuda pertama kali bertemu dengan Dokter Tsuneko di sebuah rumah sakit jiwa di Prefektur Nara. Bagi Okuda, pertemuanya dengan Dokter Tsuneko adalah sebuah keberuntungan.
“Saat saya sedang mengalami banyak masalah, mulai dari masalah keluarga hingga pekerjaan. Tiba-tiba Dokter Tsuneko datang kepada saya dan mengajak saya menjadi psikiater, katany saya cocok disana,” kata Okuda.
Tidak lama setelah itu, Okuda membicarakanya dengan direktur rumah sakit dan ia pindah ke bagian psikiater. Kemudian ia mulai mengkuti Dokter Tsuneko.
Okuda bercermin pada kisah Dokter Tsuneko yang penuh gejolak, namun ia tetap berhasil melewati masa-masa yang tidak menguntungkannya hingga berhasil menjadi dokter. Kemudian setelah menikah ia pun dihadapkan dengan masalah keluarga, namun ia tetap menjalani kesbibukanya yang membuatnya tak memiliki waktu untuk bersusah.
“Masalah saya kecil. Saya juga harus berusaha keras.” Bangkit nya.
Kata-kata yang ia ingat dari Dokter Tsuneko adalah
“Pokoknya, jalani saja hidup di hari ini dan semuanya akan teratasi.”
“Selama bisa makan kenyang, bisa tidur nyenyak, dan punya pekerjaan yang bisa menghidupi kebutuhan paling minimal, maka semua akan baik-baik saja.”
“Kalaupun ada sedikit masalah yang tidak berjalan baik, tak perlu dipikirkan.”
Kata-kata tersebut menyadarkan Okuda bahwa betapa sia-sia dan mubazirnya waktu yang dilewatkan dengan depresi akibat hal-hal yang terjadi dalam hidup.
“Setiap kali membentur tembok dan nyaris terpuruk, katakanlah! Jangan khawatir, semua pasti akan teratasi. Itu akan memberikan keberanian lebih.”
Identitas Buku
Judul: Hidup Damai Tanpa Berpikir Berlebihan
Penulis: Tsuneko Nakamura, Hiromi Okuda
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama