Story  

Bertapa di Warung Kopi

artvalue.com

Sejak Kiva Han ( sebuah kedai kopi di Turki yang tercatat eksis pada 1475), warung kopi selalu menjadi tempat paling asik buat rasan-rasan dan berbagi cerita. Namun, baru di jaman warganet inilah, warung kopi berubah menjadi tempat sakral yang dijadikan lokasi untuk bertapa.

Saat ini, hampir semua orang yang datang ke warung kopi, tiba-tiba berubah menjadi filsuf yang suka merenung dan mencari hikmah di balik berjatuhannya dedaunan, mendengar suara semut berlarian, hingga berbicara pada diri sendiri. Mereka yang masih banyak berbicara, bisa dipastikan belum masuk kategori pewarung yang sakti.

Setelah memesan sebuah minuman, para pengunjung langsung menatap khusyuk sebuah batu kotak bercahaya. Kepada batu itu, mereka membaca, mendengar dan berbicara. Seperti seorang kawan yang telah lama tidak berjumpa, mereka berbagi cerita. tak penting siapa yang ada di dekatnya. Yang terpenting, bisa memeluk sunyi di dalam kebisingan.

Kemajuan zaman membuat orang kembali ke zaman batu. Sebuah peradaban sebelum ada bahasa.  Di mana, tidak banyak manusia berbicara antara satu dengan yang lainnya. Mereka semua sibuk dalam diam, sibuk berdialektika dalam kesunyian–sibuk mengurus nasib masing-masing.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *