BUKU  

Buku Perang Padri di Sumatera Barat 1803-1838 Karya Muhamad Radjab

Buku Perang Padri di Sumatera Barat 1803-1838 Karya Muhamad Radjab ini pertama kali di terbitkan oleh Kementerian Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1954. Lalu diterbitkan Balai Pustaka tahun 1964.

Kali ini Balai Pustaka bekerjasama dengan Kepustakaan Gramedia Populer (KPG) menerbitkan ulang buku Perang Padri di Sumatera Barat 1803-1838 Karya Muhamad Radjab Oktober 2019. Buku ini tebal 487 halaman.

Buku ini merupakan telaah awal tentang Perang Padri yang terjadi di Sumatera Barat yahun 1803-1838. Hampir semua isi buku berisi tentang gejolak perang yang melibatkan kaum padri, kaum adat, dan pemerintah Belanda. Sengkarut kepentingan berkelindan dalam konflik tersebut. Muhamad Radjab sang penulis mempunyai banyak dokumen sehingga bisa menghadirkan tulisan yang kaya data dan sejarah.

Baca Juga:  Sejarah Dunia Maya, Dunia Baru yang Nggak Baru-baru Amat

Buku diawali dari bab tentang masyarakat Minangkabau sebelum pecah Perang Padri. Dikisahkan, di akhir abad ke-18, sebelum Belanda menjejakkan kaki di tanah Padang Barat, rakyat hidup damai dengan tanah subur. Mereka bahagia dalam kesentosaan.

Pada tahun 1803 ada tiga orang haji yang datang dari Mekkah. Mereka adalah Haji Miskin, Pandai Sikat dan Haji Sumanik yang menyebarkan ajaran Wahabi. Mereka bermaksud menegakkan ajaran Islam sebagaimana yang dipahaminya. Penyebaran paham Wahabi itulah yang kemudian memicu konflik dengan kaum adat.

Para penyebar paham Wahabi yang kemudian dikenal dengan nama kaum Padri menggerogoti kekuasaan kaum adat. Ditambah dengan cara dakwah yang kaku, dinilai tidak taat Islam dibunuh, dirampas hartanya dan sebagainya. Konflik dengan kaum adat makin lama makin membesar dan meluas.

Baca Juga:  Membaca Don Quijote dari La Mancha: Sebuah Awal Perjalanan (Sampai Bab 4)

Konflik antara kaum adat dan kaum padri kemudian melibatkan pemerintah Hindia Belanda. Kaum adat meminta bantuan Hindia Belanda, yang kemudian menjadikan perang terus berkobar antara kaum padri dan tentara Hindia Belanda. Tipu muslihat, perundingan, pengkhianatan menyertai tiap perkembangan perang.

Buku ini diawali dengan bab Perbenturan Agama dan Adat hingga bab terakhir Perlawanan Rakyat di III dan XII Kota. Di sampul akhir buku ini, penerbit membuat gambaran cukup jelas soal buku ini.

“Politik identitas bukan perkara baru bagi bangsa ini. Di Minangkabau masa silam, terjadi perselisihan antara kaum adat pemeluk teguh tradisi matriarkat dan kaum padri yang berkehendak menegakkan ajaran Islam yang murni. Kita mengenal peristiwa itu sebagai Perang Padri yang berlangsung pada 1803-1838. Di tengah perang, kolonialisme hadir memanfaatkan perpecahan dua saudara itu. Namun perang bukan semata tentang pemenang mengalahkan pecundang. Kolonialisme memantik kesadaran berbangsa kaum adat dan kaum padri. Perang Padri memang berujung kemenangan Belanda, tapi juga menciptakan perubahan besar dalam struktur masyarakat Minangkau”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *