Jamaah tarawih baru saja mudun. Sejumlah orang bergegas kembali ke rumah. Mungkin mereka kelaparan dan ingin segera kembali menyantap makanan yang belum sempat dimakan saat berbuka tadi. Atau mungkin, mereka kebelet ke toilet karena terlalu banyak mengkonsumsi makanan saat berbuka.
Meski banyak yang langsung pulang, beberapa orang masih terlihat ndeglek di teras musala. Kang Kojah dan dua orang kawannya, salah tiga di antaranya.
“Bulan puasa rasanya kog berlalu begitu cepat ya. Apa aku yang tidak terlalu telaten menghayatinya, atau memang Tuhan sengaja mempercepat waktu sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang bisa merasakan kualitas bulan puasa?” Kang Kojah mengungkapkan itu sambil melepas peci hitam ke pangkuannya.
“Apa mungkin itu disebabkan banyaknya hiburan saat ini, Kang?” Tanya Romdoni menanggapi
“Maksudnya?”
Dengan penuh perhitungan, Romdoni menjelaskan jika dulu masyarakat merasa bulan puasa sangat lama karena hiburan masih minim. Setidaknya tidak se-riuh saat ini. Nah, kalau saat ini, jarang orang merenung karena banyak peralatan yang menjauhkan manusia dari ruang renung. Saat ini, kata Romdoni, banyak gadget yang menawarkan hiburan. Sehingga ruang merenung pun kian sempit.
“Aku nek merenung iku cuma pas beol tok, Kang” celetuk Burhan sambil tetap menatap layar ponselnya, “soale pas neng toilet aku gak nggowo hape,” katanya disusul tawa garing.
Burhan memang paling muda di antara mereka bertiga. Selain paling muda, dia juga masih bersekolah di tingkat SMA dan punya kebiasaan main game seperti anak-anak milenial pada umumnya.
“Lha, iku Kang maksudku. Saiki banyak orang menghabiskan waktu di depan layar ponsel daripada di depan layar permenungan” jelas Romdoni.
Sambil menunjuk ponsel Burhan, Romdhoni menjelaskan pada Kang Kojah jika gadget memang berfungsi mempermudah hidup manusia. Tapi gadget, kata dia, juga membuat manusia kian terlena pada waktu. Nah, keterlenaan itu yang membuat manusia abai pada hal-hal kecil di dekatnya. Salah satunya, kualitas waktu.
Waktu, secara kuantitas, tidak pernah hilang dan tidak pernah berkurang. Hanya kemampuan menghayatinya yang mulai aus. Berkurangnya kemampuan menghayati waktu itu lah yang membuat waktu terasa cepat berlalu. Nah, salah satu faktor yang menumpulkan penghayatan waktu, kata Romdhoni, adalah gadget.
“Iya, ya, Rom. Mungkin iku ya sing jadi pengaruh paling penting. Soale, mbiyen pas aku seh num kae durung enek mainan-mainan ngonokui sih,” Kang Kojah menghela nafas panjang.
“Lha emange sampean saiki ya melu main game-game ngonoki bereng, Kang?”
“Ogak sih, Rom. Tapi aku seneng dolanan hape ae. Ya, cuma dolanan. Moco-moco tulisan seng semliwer ngonokae” ungkap Kang Kojah tenang, ” dan aku gak iso main game, Rom,” imbuhnya sembari terkekeh.
“Perlu tak ajari piye, Kang?” Tiba-tiba Burhan menyahut. “Nak iya, kene takdownloadne game tembak-tembakan. Ngko main karo aku, ben aku ndue bala”
“Tenan, ayo lho. Kene, piye carane?” Jawab Kang Kojah sambil kembali memakai peci hitamnya.