Tanggal 27 Juni 2018 masyarakat Kabupaten Bojonegoro memilih pemimpin baru. Ada empat pasangan calon yang beradu visi dan misi untuk merebut hati pemilih. Hitungan KPUD memang belum final sehingga belum ada calon bupati dan wakil bupati yang ditetapkan sebagai pemimpin baru Bojonegoro. Namun dari hitung cepat yang dilakukan oleh sejumlah pihak, diketahui pemenangnya hampir dipastikan adalah pasangan Anna Muawanah dan Budi Irawanto yang diusung PKB, PDIP, dan PKPI.
Tiga pasangan calon lain memperoleh suara di bawah pasangan Bu Anna dan Mas Wawan ini. Mereka adalah pasangan Soehadi Mulyono dan Mitroatin; Mahfudhoh Suyoto dan Kuswiyanto; serta pasangan Basuki dan Pudji Dewanto. Meski sudah diunggulkan keputusan, siapa kepala daerah nanti tetap menunggu ketetapan dari KPUD Bojonegoro.
Dan jika Anna Muawanah yang kini tercatat sebagai anggota Komisi IX DPR RI menjadi Bupati Bojonegoro periode 2018-2023, maka ia merupakan bupati perempuan pertama dalam sejarah Kabupaten Bojonegoro. Karena sejak masa Kerajaan Jipang dipimpin oleh Pangeran Mas Toemapel pada tahun 1677-1705 hingga masa Rajekwesi dan berganti nama menjadi Bojonegoro pada tahun 1928, belum pernah ada bupati perempuan di Bojonegoro.
Dalam konteks politik nasional, keberadaan kepala daerah perempuan bukan hal baru lagi. Di Surabaya ada Tri Rismaharini yang menjabat Wali Kota dan Faida yang menjabat Bupati Jember. Namun untuk konteks politik lokal Bojonegoro, terpilihnya Anna Muawanah sebagai bupati periode 2018-2023 adalah sebuah fenomena politik yang baru.
Lalu apa akan ada perubahan? Tentu saja dalam hal tata pemerintahan tidak akan ada perubahan. Karena kewenangan kepala daerah tidak ditentukan oleh jenis kelamin apakah dia perempuan atau laki-laki. Tata pemerintahan sudah diatur dalam UU.
Namun, yang pasti akan berubah adalah komunikasi politik. Bagaimanapun juga pribadi seorang pemimpin akan mempengaruhi gaya komunikasi politik. Jika dia perempuan maka bisa dipastikan akan berbeda komunikasi politiknya jika dia seorang laki-laki. Meskipun tentu saja komunikasi politik tidak bisa lepas dari konteks politik yang melingkupinya.
Bu Anna tentu memiliki gaya politik sendiri nantinya saat menjadi Bupati Bojonegoro. Namun ada beberapa pola komunikasi politik yang bisa dijadikan cermin pada saatnya nanti. Ada beberapa pola komunikasi politik yang kerap digunakan seorang kepala daerah, diantara komunikasi politik vertical vs horizontal, atau komunikasi politik formal vs non formal. Dalam menentukan pola komunikasi politiknya, Bu Anna tetap memerlukan melihat kondisi geopolitik, sosiologis, dan beberapa faktor lain. Sederhananya, komunikasi politik yang ideal adalah ketika seorang pemimpin mengenal Bojonegoro dengan baik.
Dengan mengenal Bojonegoro lebih baik, maka komunikasi politik akan lebih efektif. Termasuk saluran apa yang dipakai untuk tujuan komunikasi politik. Saya yakin tim di belakang Bu Anna dan Mas Wawan telah memiliki kajian-kajian mendalam yang akan menentukan pola komunikasi yang akan digunakan saat memimpin Bojonegoro.
Bupati sebelumnya, yakni Kang Yoto tentu mempunyai kelemahan dan kelebihan. Bu Anna perlu mengkaji secara serius mana program yang perlu dilanjutkan dan mana program yang perlu diganti. Keputusan itu seyogyanya didasarkan pada pertimbangan rasionalitas dan bukan asal berbeda dari pemerintahan sebelumnya. Termasuk janji-janji politik Bu Anna waktu kampanye harus ditepati.
Masyarakat Bojonegoro harus optimis akan kemajuan daerah di bawah kepemimpinan baru ini. Optimisme yang kritis. Pemimpin baru ini semoga bisa amanah. Karena jika tidak amanah, maka KPK pasti akan turun tangan. Semoga Bojonegoro di bawah bupati perempuan pertama ini bisa lebih baik lagi.
Salam dari redaksi GangKecil.