Mentari beberapa hari ini tampaknya sedang mengambil cuti. Bumi tempat manusia beserta segala persoalannya itu terasa lebih dingin dari biasanya belakangan ini. Kabut setiap pagi selalu menyelimuti daerah di mana kami tinggal. Sekira, 5 atau 6 hari ini, hujan selalu datang kepagian.
“Buk, itu jemuranmu lhang diangkat. Bukan malah kering, tapi seharian pun juga akan tetap basah” Ucap Kusno kepada Hima, istrinya. Kusno baru saja pulang dari sawah. Dengan cangkul yang ia sampirkan di pundak dan sebotol air minum ukuran tanggung di genggamannya.
“Kok sudah pulang pak?” Sahut Hima sembari melangkah menuju jemuran baju, di sebelah kanan rumah.
“Aku lapar banget”
“Padahal sebentar lagi sarapannya sudah mateng”
Biasanya, Hima akan mengirim bekal sarapan sekaligus makan siang ke sawah untuk Kusno. Suaminya yang tiap hari berangkat ke sawah di waktu petang–pagi buta itu. Ia kini sedang membuat lahan yang akan ditanamai tembakau.
Maklum saja, rasanya tidak mungkin Kusno yang tiap hari berangkat pagi buta ke sawah itu harus sarapan dahulu, pasti masakan istrinya pun belum matang. Belum lagi sang istri yang musti mencucui baju, piring, menyapu dan membantu anaknya untuk bersih diri, menyuapinya sarapan lantas mengantarkannya ke sekolah. Anak semata wayang mereka itu kini hendak mulai masuk SD.