BUKU  

Cerita-cerita Maknyus ala Pak Bondan

fotoo: istimewa

Menikmati tulisan Bondan Winarno serasa nonton film Warkop DKI. Pembaca diajak meresapi berbagai jenis cerita realis. Seperti halnya Warkop DKI, pembaca bakal menemui: keberuntungan, perempuan, hingga cinta yang ditaburi imajinasi nafsu. Lalu, sebuah kejutan tak terduga di akhir cerita

Membaca cerpen Bondan Winarno, bagi saya, adalah sebuah ketidaksengajaan. Saya menemukannya di sela-sela buku populer yang terpampang pada displai Togamas bulan lalu. Awalnya, saya mengira itu buku resep memasak. Selain penulisnya identik perihal kuliner, covernya pun mengundang rasa lapar.

Maklum, dulu saya sering nonton ulasan kuliner di Trans7 yang dibawakannya. Saya lupa judulnya. Tapi, seingat saya, menjelang iklan, Bondan bakal mengangkat jempol tangan sambil bilang: “poko’e maknyus”. Sehingga, di pikiran saya, Bondan identik dengan makanan, penjelasan tentang kuliner, lalu berakhir dengan rasa lapar.

Namun, setelah saya perhatikan dengan seksama, ternyata ada perbedaan pada buku tersebut. Semacam tidak berhubungan dengan kuliner. Sebab, ada tiga nama penulis besar yang nangkring pada cover. Ketiga nama itu adalah Goenawan Mohamad, Seno Gumira Ajidarma dan Maria Hartiningsih. Ditambah lagi, dalam endorsement itu, GM menulis, “Kecakapan bertutur yang memikat dari awal hingga akhir”. Praktis, tanpa membuka halaman pertama, saya pun membelinya.

Sebenarnya, secara samar,  nama Bondan Winarno sempat saya cari beberapa tahun lalu. Tepatnya, saat saya mulai mendalami ilmu jurnalistik. Sebab, konon ada buku jurnalisme investigatif berjudul BRE X: Sebongkah Emas di Kaki Pelangi. Bagi jurnalis maupun orang yang ingin mendalami ilmu jurnalisme investigatif, buku ini menjadi buku fenomenal dan recomended untuk dibaca. Dan buku itu, konon ditulis Pak Bondan.

Baca Juga:  Seni Membaca Pikiran Orang

Berisi tentang hasil liputan investigasi Bondan dalam menguak kebenaran akan berita kematian Michael De Guzman,  seorang eksekutif perusahaan tambang asal Canada bernama BRE X. Geolog asal Filipina itu mengklaim menemukan puluhan juta ons emas di Kalimantan Timur. Banyak perusahaan menanam investasi. Tapi, ternyata kebenaran itu tidak terbukti hingga perusahaan-perusahaan itu kehilangan banyak uang.

Alih-alih memberi penjelasan, Guzman dikabarkan bunuh diri dengan meloncat dari helikopter. Bondan menguak kebenaran kabar itu. Dari  hasil liputan investigatif selama berbulan-bulan tersebut, Bondan menyimpulkan Guzman belum mati. Bahkan masih hidup dan menikmati uang hasil penipuan itu di tempat lain. Lalu, isu tentang bunuh diri itu, ternyata bukan Guzman.

Saya mendapat penjelasan itu dalam sejumlah artikel di internet. Sebab, sampai sekarang belum pernah mengetahui wujud buku tersebut. Konon, buku itu dilarang beredar karena ada pihak yang merasa kecolongan dan dipermalukan. Setidaknya, dari kisah investigasi itu, saya tahu bahwa Bondan bukan hanya pandai soal rasa makanan.

Mengalir dan Mengasyikkan

Oke, kembali ke cerpen-cerpen Bondan dalam buku ini. Ada 25 cerpen tersaji dalam kumpulan cerpen berjudul Petang Panjang di Central Park tersebut. Diterbitkan Noura Books pada 2016. Ini terbitan kedua. Sebelumnya, pernah diterbitkan Jalasutra pada 2005 dengan judul Pada Sebuah Beranda. Dua judul buku itu diambil dari salah satu judul cerpen di dalamnya. Harus saya akui, apa yang dikatakan GM pada endorsement memang benar-benar terbukti. Dari awal sampai akhir, cerita Bondan begitu mudah dicerna dan mengasyikkan.

Baca Juga:  Mengenal Bumi Manusia dalam Rupa Fotografi

Dari 25 cerpen dalam buku ber-kover putih tersebut, mayoritas ber-setting tempat bukan di Indonesia. Melainkan di beberapa negara yang mungkin pernah dikunjunginya. Bervariasinya setting lokasi tersebut  menunjukkan kelihaiannya dalam memeram suasana menjadi sebuah cerita. Maklum, Bondan termasuk jurnalis yang kerap melancong ke beberapa negara.

Dari 25 judul cerpen yang ada misalnya, praktis hanya 5 cerpen ber-setting tempat di Indonesia. Itupun tidak dijelaskan secara gamblang lokasinya. Selebihnya, sebanyak 20 cerpen, ber-setting di sejumlah negara. Yang paling khas dari cerpen-nya adalah deskripsi suasana. Bondan, dengan kelihaian merangkai kalimat, selalu mencantumkan berbagai atribut suasana kearifan lokal di mana setting itu dijalankan. Tentu, saat membacanya, saya merasa seperti membaca cerpen terjemahan.

Tidak hanya nama tempatnya saja yang seolah berada di luar negeri. Tapi, gambaran suasana yang mampu berjalan mengiringi alur cerita membuat saya merasa, beginilah seharusnya seorang penulis cum jurnalis dalam menulis. Saya bisa langsung lapar ketika membaca deskripsi Bondan tentang makanan. Di sudut Pizza Bonaparte, sambil menunggu bus berangkat, mereka memesan dua botol pizza pada kios yang berbau keju hangus, tetapi pengunjungnya penuh (Bologna-Milano, hal: 5)

Dalam buku ini, kita bisa menyaksikan banyak cerpen lahir saat dia melaksanakan penugasan jurnalistik. Sehingga, sebagian besar tokoh dalam cerpennya pun juga seorang jurnalis. Seperti karya jurnalistik, karya Bondan berjenis realis. Ada  sisi jurnalistik dalam beberapa cerpen. Hanya, jika jurnalisme menulis tentang apa-apa saja yang terlihat sesuai fakta, di cerpen Bondan ada selipan-selipan fiksi yang sangat merangsang imajinasi.

Baca Juga:  Bacalah 'Karma' dengan Aroma Espresso

Lalu, di akhir cerita, imajinasi itu bakal diruntuhkan sebongkah kalimat yang merubah apa yang pembaca imajinasikan sejak awal. Meski tak semeneror cerpen Putu Wijaya, namun maknyusnya tetap terasa.  Beberapa contoh bisa terlihat dalam kisah Cafe Opera, Bologna-Milano, Telepon, Nikodemus,dan Istri si Fouad. Dan banyak lagi yang lainnya.

Menikmati tulisan Bondan serasa nonton film Warkop DKI. Pembaca diajak berkeliaran meresapi berbagai jenis cerita realis. Seperti halnya Warkop DKI, pembaca bakal menemui: keberuntungan, perempuan, hingga cinta yang ditaburi imajinasi nafsu. Lalu, berakhir dengan kondisi tak terduga di akhir cerita. Sebuah kondisi yang bakal memecah bangunan imajinasi pembaca.

___________

Data Buku:
Judul: Petang Panjang di Central Park, Penulis: Bondan Winarno, Penerbit: Noura Books Publishing, Cetakan: Desember 2016, Tebal: 342 halaman.

___________

*) Penulis adalah jurnalis di Bojonegoro yang suka membaca buku sambil ngopi berjamaah.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *