Dua media cetak berbahasa jawa yang eksis hingga kini adalah Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Keduanya sama-sama media yang terbit seminggu sekali. Wilayah sebarannya pun hampir sama yakni di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Di Kabupaten Bojonegoro, dua media cetak ini setia menemani pembacanya. Tidak banyak agen yang menjual majalah ini. Hanya ada sekitar empat agen yang melayani pembaca. Salah satunya adalah Sentosa Agung Agency di Jalan Ahmad Yani, samping Stasiun Bojonegoro. Tapi pelanggan kios ini lebih mengenalnya dengan nama kios Bu Siti merujuk nama pemiliknya, Siti Maimunah.
“Saya sudah mulai jualan PS (Panjebar Semangat) dan JB (Jaya Baya) mulai tahun 1995,” kata Bu Siti yang ditemui di awal Februari 2019. Praktis, sudah 24 tahun ia menjual dua media berbahasa jawa tersebut.
Selama itu pula, Bu Siti merasakan lika liku berjualan PS dan JB. Ia sedikit demi sedikit mengenal karakter pelanggan dan siapa saja yang membeli dua majalah tersebut. “Rata-rata pelanggan sudah usia sepuh,” katanya.
Pada tahun 1995, Bu Siti mengaku mempunyai 100 pelanggan untuk Jaya Baya dan Panjebar Semangat. Kalau tidak keliru, saat itu harga kisaran Rp 2.000. Untuk saat ini pelanggan turun drastis. Pelanggan PS sebanyak 10 orang, dan pelanggan JB sebanyak 15 orang. Harga kedua majalah sama, yakni Rp15.000.
Menurut dia, sangat sulit untuk menaikkan jumlah pelanggan dan pembeli majalah berbagasa jawa tersebut. Dan kondisi macam ini tidak hanya dialami majalah JB dan PS, melainkan juga hampir semua media cetak yang rata-rata mengalami penurunan jumlah pelanggan. “Saya hanya bisa menysukuri yang masih bisa dipertahankan saja,” katanya.
Beruntung sejumlah sekolah SMP dan SMA di wilayah Bojonegoro masih ada yang membeli majalah PS dan JB. Sehingga oplahnya tetap bisa stabil. Sekolah yang berlangganan, sesuai data di kiosnya adalah SMP 7, SMP 2, SMP 6, dan sejumlah SMP/SMA di wilayah Dander dan Temayang.
Di wilayah Kabupaten Bojonegoro tidak hanya Bu Siti saja yang menjadi agen majalah JB dan PS. Sehingga ia tidak berani mengeluarkan data pasti berapa persebaran majalan mingguan tersebut. Namun yang pasti, oplah media cetak ini terus mengalami penurunan.
Tentang Panjebar Semangat dan Jaya Baya
Majalah berbahasa jawa yang beredar sebenarnya tidak hanya Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Melainkan ada beberapa majalah lainnya, seperti Djaka Lodang, Mekarsari, atau Sempulur. Namun Jaya Baya dan Panjebar Semangat lebih akrab bagi pembaca di Bojonegoro, Jawa Timur.
Panjebar Semangat terbit seminggu sekali setiap hari Sabtu. Majalah ini pertama kali terbit pada 2 September 1933. Majalah yang didirikan oleh Pahlawan Nasional Dr Soetomo ini mempunyai sesanti atau semboyan “Sura Dira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti”.
Sementara itu majalah Jaya Baya pertama kali terbit pada 1 Desember 1945 dan hadir ke tengah masyarakat Jawa seminggu sekali setiap hari Minggu. Semboyannya adalah “Jaya-Jaya Dwipantara, Tetep Jaya Ngadhepi Bebaya”.
Mewarnai dunia pers di Bojonegoro
Saat ini, di Bojonegoro tidak ada wartawan khusus majalah Panjebar Semangat ataupun Jaya Baya. Mungkin jika dihitung, lebih banyak wartawan media online daripada wartawan media cetak.
Namun, pada awal-awal sejarah pers di Bojonegoro, Panjebar Semangat dan Jaya Baya tak bisa dianggap sepele. Keduanya mempunyai peran besar dalam dunia jurnalistik di Bojonegoro. Karena, pada era tahun 1990 an, dua majalah ini sudah mempunyai wartawan yang ditempatkan di Bojonegoro.
Panjebar Semangat mempunyai wartawan JFX Hoery yang merupakan sastrawan bahasa jawa ternama. Hoery kini dikenal sebagai sastrawan yang produktif dan mengelola komunitas PSJB, Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro. Sedang Jaya Baya mempunyai wartawan Mugito Citrapati.
“Saya mulai menulis tahun 1996 di Jaya Baya. Saat itu gajinya diberikan pertulisan. Saya kontributor,” kata Mugito.
Nama Citrapati yang dipakai hingga sekarang adalah nama yang dipakai saat menjadi wartawan di Jaya Baya. Sebelumnya, ia hanya menggunakan nama Mugito saja.
Saat menjadi kontributor Jaya Baya, ia mempeorleh surat tugas yang kemudian disimpan dengan cara delaminating agar tidak rusak. Sayang sekali, surat tugas itu rusak dan hilang. “Jaya Baya itu per tulisan. Lalu ada bonus. Misal kalau masuk laporan utama ya Rp 35.000. Itu dikirim lewat wesel,” tuturnya.
Waktu itu belum banyak wartawan yang bertugas di Bojonegoro. Seingat dia, selain Panjebar Semangat dan Jaya Baya, wartawan lainnya adalah dari Jawa Pos, Kompas (Budi Dharma), Surya (Farhan Efendi), Surabaya Post (Djayus Pete), dan beberapa wartawan yang jumlahnya tidak banyak.