Sosok  

Cerita Parni, Nenek 57 Tahun yang Mengedukasi Warga Lewat Daur Ulang Sampah Plastik

BU Parni (57) sudah lama menjadi penggiat sekaligus pengerajin daur ulang sampah di kampungnya. Yakni di Desa Mojodeso, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro.

Memiliki empat cucu bukanlah batasan bagi Parni untuk tetap berkarya dan mengedukasi masyarakat. Dia merupakan bagian dari pengelola Wisata Edukasi Daur Ulang Sampah yang terletak di Desa Mojodeso.

Bersama dengan pengelola yang lain, Bu Parni terus mengasah diri agar bisa terus mengedukasi masyarakat tentang daur ulang sampah.

“Sampah plastik kresek, botol bekas, dan sampah lainya yang biasanya setelah dipakai dibuang, di Desa Mojodeso tidak begitu mas. Di sini sampah itu dikelola petugas melalui bank sampah,” tuturnya.

Dari wisata edukasi daur ulang sampah yang dia kelola, Parni memiliki pendapatan tidak tetap sekitar Rp 5 juta perbulan. Utamanya dari wisata edukasinya. Biasanya pengunjung ditarik biaya sebesar Rp 15 ribu – Rp 30 ribu per orang.

Selain dari edukasi, Bu Parni juga mendapat penghasilan dari penjualan kerajinan yang beliau buat. Harga yang dipatok bervariasi yakni Rp 20.000 – Rp 85.000.Harga tersebut bergantung ukuran dan kerumitan kerajinan.

Baca Juga:  Poster Gandos: Jajanan Terbuat Ketan yang Bikin Nostalgia Saat di Rumah Nenek

“Kalau buat kerajinan seperti ini bukan cuma kreativitas yang yang dibutuhkan, namun juga ketekunan, keuletan dan ketelatenan,” tambah beliau.

Pengunjung dari Wisata Edukasi Daur Ulang Sampah ini berasal dari semua kalangan, mulai dari TK, SD, SMP, SMA sampai Mahasiswa dan Umum. Bukan hanya dari Bojonegoro saja, melainkan juga dari luar Bojonegoro, misalnya saja dari Mahasiswa UTM Madura. Tak kalah jauh, ada juga Ibu-Ibu PKK Sulawesi untuk mengadakan studi banding.

“Ada juga Ibu-ibu PKK yang datang dari Sulawesi untuk studi banding. Mereka pulang dengan memborong satu kardus besar kerajinan dari Wisata Edukasi kami,” pungkas beliau.

Untuk saat ini, Wisata Edukasi yang dikelola oleh Bu Parni masih belum buka. Hal ini karena dampak dari Pandemi Covid 19. Hal ini juga terjadi pada Wisata Edukasi lainnya di Desa Mojodeso. Diantaranya adalah edukasi biopori, lukis topeng, menanam padi, dan kuliner.

Baca Juga:  Bersedekah Tak Perlu Menunggu Kaya

Wisata Edukasi yang dijalankan oleh pemerintah Desa Mojodeso ini dimulai sejak tahun 2015. Selain dari Wisata Edukasinya, Desa Mojodeso juga memiliki segudang prestasi, baik itu di tingkat Kabupaten, Propinsi ataupun Nasional. Berturut turut menjadi pemenang di Lomba Gerbang Bojonegoro Berisnar (GBB) tahun 2013, 2014 dan 2015, Desa Bersemi Pratama tahun 2016, Desa Bersemi Madya tahun 2017, dan yang terakhir adalah Juara 1 LBS tingkat Provinsi.

Menurut beberapa lembaga survei, sampah plastik membutuhkan jangka waktu lama agar bisa terurai. Sampah plastik dapat terurai dalam jangka 10 sampai dengan 1.000 tahun, sementara botol dapat terurai di alam sekitar 450 tahun.

Dilansir website resmi Kementerian Lingkungan Hidup pada Siaran Pers Nomor: SP.046/HUMAS/PP/HMS.3/02/2021, di tahun 2020 sampah Nasional mencapai 67,8 ton sampah dan masih akan terus bertambah seiring berjalanya waktu.

Baca Juga:  Kelompok KKN UM Ajak Masyarakat Tanjungharjo Tingkatkan Potensi Agrowisata Salak

Sampah ini menjadi persoalan yang sangat serius dengan multi dimensi forward and backward linkage yang ada, sehingga pelibatan seluruh komponen masyarakat menjadi penting dan resonansi kepedulian persoalan sampah secara terus menerus sungguh-sungguh diperlukan (Menteri KLHK, 2021).

Bu Parni berharap agar Covid-19 segera berakhir, dan beliau beserta Kelompok Wisata Edukasi di Desa Mojodeso bisa memulai aktivitas edukasi secara normal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *