Setiap kota mempunyai cerita dan sejarahnya sendiri. Tak terkecuali kota Tuban, Jawa Timur. Kota ini cukup terkenal sebagai kota Pelabuhan. Jika anda pembaca buku Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer, anda akan mendapai kisah Wiranggaleng, juara gulat dari Desa Awis Krambil di Tuban.
Tapi, kali ini, saya akan hadirkan kisah singkat tentang asal usul kota Tuban dari buku berjudul sama yang ditulis oleh Rahimsyah. Buku ini sebenarnya buku untuk bacaan anak dan disajikan dengan cukup sederhana.
Di sebuah kerajaan bernama Pajajaran, hiduplah seorang Raden Arya Matahun yang memiliki putra bernama Raden Arya Randhukuning. Kesaktian Randhukuning tak ada yang menandingi, termasuk ayahnya sendiri. Yang bisa mengalahkan hanyalah kakeknya, yakni Prabu Banjaransari. Karena sejak kecil, Randhukuning memang suka menimba ilmu kesaktian.
Pada suatu hari, Raden Arya Randhukuning menghadap ayahnya, hendak berpamitan ingin bersemedi di puncak gunung Kalakwilis, Jawa bagian timur. Namun, sang ayah mencoba untuk menahan anaknya. Akan tetapi, kehendak Randhukuning terlalu besar, sehingga sang ayah tak bisa menahan dan hanya berpesan agar berpamitan kepada kakeknya, Prabu Banjaransari.
Arya Randhukuning pun menghadap sang kakek. Singkat kisah, sang kakek tak bisa menahannya dan diizinkannya cucunya untuk berangkat ke tlatah timur. Maka Randhukuning pun berjalan diiringi beberapa pengawal kerajaan. Ia kemudian bersemedi selama empat puluh hari di pincak gunung kalakwilis.
Setelah hari keempat puluh, Arya Randhukuning mendengar suara gaib. Ia diperintahkan untuk membuka lahan sendiri untuk menjadi sebuah kerajaan baru. Tidak perlu meneruskan kerajaan orangtuanya, yakni kerajaan Pajajaran.
Suara itupun diwujudkannya dengan membabad pohon-pohon di hutan Srikandi. Arya Randhukuning tak memerlukan senjata untuk menebang pohon, akan tetapi cukup dengan kedua tangannya. Hanya dalam hitungan hari, hutan berubah jadi tanah lapang. Beberapa bulan kemudian, banyak penduduk berdatangan ingin mendirikan rumah di sana. Sehingga hutan srikandi itu berubah menjadi kerajaan Bernama Lumajang Tengah di wilayah Kecamatan Jenu sekarang. Arya Randhukuning kemudian bergelar Kiai Ageng Lebolonthang dan memerintah selama 20 tahun.
Kyai Lebolonthang punya anak bernama Kyai Bangah. Kyai Bangah kemudian membuka hutan di daerah Rengel untuk mendirikan kerajaan baru. Kerajaan itu kemudian Bernama Gumenggeng. Kyai Bangah memerintah Gumenggeng selama 22 tahun.
Kyai Bangah memiliki putra bernama Raden Arya Dhandangmiring yang sejak kecil menyukai bertapa. Arya Dhandangmiring, seperti para leluhurnya, membuka hutan dan mendirikan kerajaan baru. Kerajaan itu Bernama Lumajang.
Radeng Arya Dhandangmiring mempunyai anak Bernama Dhandang Wacana. Dan ia pun mendapatkan suara gaib agar membabad hutan bambu atau papringan untuk mendirikan kerajaan baru. Anehnya, saat menebangi bambu, muncullah air bening.
“Tuban” pekik Raden Dhandangwacana. Tuban berarti sungai yang mengalir di dalam bumi. Tapi ada pula yang mengatakan Tuban berarti metu banyu atau keluar air. Karena adanya sumber air itu, maka Raden Dhangdangwacana menamakan kerajaannya dengan nama kerajaan Tuban. Raden Dhangdangwacana kemudian bergelar Kyai Ageng Papringan.
Tiga tahun kemudian, Tuban menjadi kota ramai. Kyai Ageng Papringan memerintahkan pengawal membangun pesanggrahan. Ketika para prajurit mencangkul tanah, untuk membuat pondasi, mendadak keluar air yang terus menerus. Pesanggrahan itu kemudian berdiri di tengah-tengah telaga. Pesanggrahan itu Bernama Beti, dari kata ngabekti yakni menyembah sujud bukti pengabdian.
Hingga kini, sumber air itu masih ada yaitu pemandina Beti berada di Desa Bektiharjo, Kecamatan Semanding.
Nah, begitulah asal usul kota Tuban. Tapi, apakah sejarah Tuban memang demikian? Saya tidak akan mengulasnya di sini. Cukuplah dengan cerita rakyat tentang asal usul kota Tuban.
Tapi, saya nukilkan sedikit tentang sejarah Tuban. Ini versi buku berjudul Tuban Kota Pelabuhan di Jalan Sutra diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1977. Dalam buku ini, Tuban sudah ada sejak zaman Kerajaan Airlangga sekitar abad ke-11.