Dahsyatnya Letusan Gunung Agung Tahun 1963

Foto tahun 1935

Siang belum puncak. Saya ingat, waktu itu gelap sekali. Hujan abu. Orang-orang melolong-lolong ketakutan. Ayam berlarian kesana kemari. Kambing mengembik. Anak-anak menangis. Matahari sama sekali tak tampak. Orang-orang menyalakan lampu teplok. Suasana mencekam. Ya, hari itu benar-benar menakutkan.

Suasana menakutkan itu diceritakan bapak saya mengenang betapa dahsyatnya letusan Gunung Agung di Bali. Waktu itu ia masih remaja dan ikut merasakan ketakutan yang sangat. Seperti mau kiamat saja. Padahal, tempat tinggal saya ada di Kabupaten Bojonegoro (Jawa Timur) yang lokasinya jauh dari pusat abu vulkanik. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana dahsyatnya dampak letusan Gunung Agung bagi masyarakat Bali dan sekitarnya.

Sutopo Purwo Nugroho, juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berkata letusan Gunung Agung saat itu berlangsung dari 2 Februari 1963 hingga 27 Januari 1964. Merujuk data yang dihimpun dari catatan Badan Geologi, UNESCO (1964), Jurnal Science (1978), dan Bulletin Vulcanology (2012), letusan itu menewaskan 1.549 orang.

Baca Juga:  Pesan dan Kesan Setelah Membaca Api di Bukit Menoreh

“Sebanyak 1.700 rumah hancur. Sekitar 225.000 orang kehilangan mata pencaharian, dan 100 orang juga mengungsi,” katanya sebagaimana dikutip BBC.

Para pengungsi menyelamatkan barang-barang yang bisa dibawa dari rumah-rumah mereka yang harus ditinggalkan akibat letusan gunung Agung 1963.ROBERT F. SISSON/NATIONAL GEOGRAPHIC/GETTY IMAGES

Gunung Agung merupakan titik tertinggi di Pulau Dewata yang sekaligus menjadi instrumen kepercayaan masyarakat Hindu Bali. Sebagai masyarakat yang dekat dengan alam, setiap situs baik lautan, dataran, hingga gunung, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari laku spiritual sehari-hari. Sejak 22 September 2017 ini, Gunung Agung berstatus Awas sehingga aktivitas warga di radius 12 km dilarang.

Hingga saat ini, apa yang terjadi pada bulan Maret 1963 belum bisa hilang dari ingatan warga. “Saat itu terjadi hujan abu dan hujan pasir. Saya ke ladang dan gelap sekali. Kami pakai payung kecil yang jadi berat sekali karena hujan pasir makin deras, bumi menjadi gelap, dipanggil pulang oleh orang tua. Saat itu jam 9 pagi, matahari tak ada… orang tua menyalakan lampu petromak. Kami dikumpulkan di satu bangunan. Cerita orang tua, dunia akan kiamat,” kata Nyoman Adi Wiryatama yang saat ini menjabat sebagai ketua DPRD Bali sebagaimana dilansir BBC.

Baca Juga:  RISET: Ketika Jodoh Tak Cuma Soal Cinta, Tapi Juga Urusan Harta

Selasa (26/9/2017) Presiden Joko Widodo meninjau pengungsi di Klungkung, Bali. meminta warga di sekitar Gunung Agung untuk mematuhi instruksi seluruh petugas guna mengantisipasi peningkatan aktivitas vulkanik gunung berapi itu.  “Agar kita semua sekuat tenaga bisa meminimalkan seluruh dampak yang ada dari Gunung Agung,” kata Presiden Jokowi dikutip dari Antara.

Tercatat, hingga 26 September 2017 pukul 08.00 Wita, BMKG menganalisis hasil rekaman seismograf BMKG dengan nilai magnitudo dominan pada 2,6 hingga 3,0.

Apalagi, BPNB hingga Selasa (26/9) pukul 12.00 Wita juga mencatat jumlah pengungsi dari 22 desa sudah mencapai 75.673 pengungsi yang tersebar pada 377 titik lokasi.

Baca Juga:  Menulis Kampung dan Cerita Masa Kecil

Sebaran dari 75.673 pengungsi adalah Kabupaten Buleleng (8.518 pengungsi), Jembrana (82), Tabanan (1.080), Badung (756), Bangli (4.890), Gianyar (540), Denpasar (2.539), Klungkung (19.456), dan Karangasem (37.812). Klungkung dan Karangasem memang terbanyak.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *