Tidak seperti biasanya, ada keraguan dalam hati Nora sebelum memutuskan menghisap darah manusia. Ini perasaan yang jarang dia rasakan. Padahal, sebagai nyamuk muda, Nora tergolong nyamuk agresif. Tak pernah memandang kulit, siapapun manusianya, jika dia lapar, pasti akan digasak. Namun malam ini, dia seperti bukan dirinya. Dia kehilangan keberanian.
Tepatnya sudah dua hari ini Nora tidak menghisap darah manusia. Tubuhnya lemas. Tiap kali terbang selalu gontai tanpa daya, seperti tak punya tumpu penguat raga. Tiap kali ingin menghisap, dia mengurungkan niat. Dia takut. Ketakutan yang bukan pada siapa-siapa. Semacam takut pada dirinya sendiri. Kondisi itu membuat dirinya semakin kurus tak bertenaga.
***
Pada satu masa, Nora dikenal tergolong nyamuk pemberani dan cerdas. Dia lihai bersembunyi di sela-sela kerumunan manusia, menghisap darah tanpa disadari korbannya. Dalam semalam saja, dia bisa nempel di 5 tubuh manusia berbeda. Jumlah ini tergolong istimewa. Mengingat, nyamuk lain mentok hanya 3 tubuh manusia sudah sangat bagus.
Tidak hanya itu, jika nyamuk lain hanya berani melakukan satu kali drilling (baca: menancapkan mulut ke dalam kulit manusia), Nora bisa berani dua kali. Dan itu dilakukan dengan cara yang sangat elegan hingga si manusia tak menyadari jika dia sedang digigit nyamuk.
Suatu malam, dalam salah satu ekspedisi pemenuhan kebutuhan hidupnya, ada satu manusia yang dia gigit dan langsung meninggal dunia. Bukan, bukan karena penyakit demam berdarah. Tetapi karena sakit batuk. Meski musabab meninggalnya manusia itu bukan karena dirinya, Nora sangat terpukul. Sebab, dia menghisap darah orang itu sesaat sebelum menghembuskan nafas terakhirnya. Nora benar-benar merasa sangat berdosa.
Sejak saat itu, dia menjadi pemurung. Dalam tidurnya yang nyenyak, dia sering terbangun. Saat terjaga dari tidurnya itulah, dia mulai berpikir, kenapa dia harus mempertahankan hidup dengan menghisap darah? Iya, dia tahu. Sebenarnya dia juga bisa menghisap nektar bunga seperti nyamuk jantan. Namun, sebagai nyamuk betina yang penurut, dia sudah dibiasakan menghisap darah manusia sejak kecil oleh induknya.
Ditambah lagi, di lingkungan tempatnya hidup, sangat panas: sangat jarang ada tumbuhan bunga yang hidup. Tentu, dia tidak mau mengurangi jatah nektar bagi kaum jantan yang sangat terbatas itu. Sehingga, pemikiran-pemikiran tentang permenungan itu selalu mandek di tengah jalan.
Hanya saja, sejak kematian seorang manusia itu, Nora mulai mengurangi konsumsi darah. Dia merasa telah berperan pada proses pencabutan nyawa manusia. Jika selumnya dia biasa menghisap darah hingga lima orang manusia, saat ini berkurang. Hanya sekali atau maksimal dua kali dalam semalam. Itupun hanya sekali drilling. Bahkan, dia masih selektif memilih mangsa. Hanya manusia berbadan sehat dan berperilaku buruk saja yang dia eksekusi, sebuah kebiasaan yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya.
Di jatah 50 hari usianya, ini hari ke- 30 dia hidup. Atau 18 hari sejak dia ditetapkan menjadi nyamuk dewasa, usia paling produktif bagi seekor nyamuk untuk mengeksekusi kulit manusia. Namun, Sejak meninggalnya manusia itu, Nora memang berubah. Dia lebih malas mencari makanan.
Bahkan, tak seperti nyamuk betina lain seusianya, dia sangat jarang memikirkan cinta ataupun berkeluarga. Padahal, di usia itu, sudah banyak teman-temannya yang memutuskan untuk serius berkeluarga dan memproduksi telur sebanyak-banyaknya. Tentu, untuk menjaga eksistensi agar kelangsungan generasi tetap terjaga. Namun tidak bagi Nora.
Nora mulai subversif. Dia tidak ingin lagi melanjutkan eksistensi generasi jika hanya berakibat pada hilangnya nyawa manusia. Pikirannya semakin bulat. Hampir setiap hari, dia selalu dibayangi rasa bersalah tiada tara. Dia selalu menangis. Puncaknya, dia tidak mau makan. Tidak mau mencari darah. Bahkan, saat salah seorang saudaranya menawarkan diri untuk menyuapinya, dia menolak dan memilih pergi: terbang tanpa tujuan.
Dengan gontai dan penuh perjuangan, Nora sampai di rumah manusia yang beberapa hari lalu meninggal dunia. Rumah duka itu sepi. Di setiap sudut rumah, masih terpancar raut kesedihan. Dari tatap mata Nora, dia melihat seorang manusia sedang terduduk di sofa, sambil menatap sedih sebuah foto di depannya. Barangkali itu keluarga yang ditinggalkan, batin Nora.
Nora mendekat. Tapi tak terlalu dekat. Dia tak ingin mengganggu manusia di depannya. Dia hanya ingin ikut merasakan kesedihan yang manusia itu derita tanpa harus menyentuhnya. Sambil mendekati manusia tersebut, Nora merenung lama sembari menangis. Tiba-tiba, dia teringat puluhan manusia yang telah dia hisap darahnya. Dia semakin merasa berdosa. Tangisnya semakin mendera.
Atas kesalahan yang dia perbuat, tak ada penebusan lain selain meminta maaf, batin Nora. Namun, dia bingung. Permintaan maaf seperti apa yang harus dia lakukan. Jika hanya mengutarakan dengan berbicara, tentu tidak akan sampai. Sebab dia tahu, manusia memiliki sistem komunikasi yang berbeda dengan dirinya. Dia meletakkan tubuhnya di dekat tumpukan buku, dia merasa semakin bersedih.
Tiba-tiba Nora teringat. Lebaran tahun lalu, banyak manusia yang saling bermaaf-maafan dengan cara saling berjabatan tangan. Dia ingin melakukannya, menjabat tangan manusia di depannya. Namun itu tidak bisa dia lakukan. Tangan Nora terlampau kecil untuk melakukannya. Nora kembali bersedih. Namun, kesedihan itu tak berlangsung lama, dia ingat sesuatu. Senyum manis mengembang dari bibirnya.
Iya, hanya satu hal yang bisa Nora lakukan: mencium. Bagi Nora, baik di dunia nyamuk maupun di dunia manusia, mencium merupakan bahasa kasih yang universal. Karena itu, dengan segenap lemas dan kegontaian akibat tidak makan selama dua hari tersebut, Nora merangkak pelan menuju jidat manusia di depannya.
Langkah kakinya lemah tak menimbulkan suara. Perlahan tapi pasti, dia telah sampai pada lokasi yang dituju. Dengan penuh kasih dan rasa penyesalan, sekaligus cinta dan permohonan maaf, dia mendekatkan belalai lemasnya itu sambil berbisik, “Semoga ciuman ini bisa mengurangi rasa berdosaku pada umat manusia,”
PLAKKKKKK
PLAKKKKK
“Aku sedang berduka dan kau masih tega mencuri darahku” kata manusia itu, sambil menggencet Nora hingga tewas.