Dunia Sophie Episode Takdir; Seni Melogikakan Takdir

pixabay.com

Ikhtiar dan doa manusia memiliki pengaruh dalam proses terjadinya takdir.

Sial, pengintaian Sophie ternyata diketahui sang filosof misterius. Sang filosof akhirnya tak menaruh surat di kotak surat, namun meletakannya di anak tangga. Sophie pun terheran-heran, bagaimana sang filosof dapat mengetahui jika dia sedang mengintainya?. Diambil surat itu kemudian dibawa ke kamar dan dibuka oleh Sophie.

Tiga pertanyaan segera mengguncang pikirannya. Pertama, apakah kamu percaya takdir?. Kedua, apakah penyakit itu hukuman dari para dewa?. Ketiga, kekuatan apa yang mengatur jalannya sejarah?. Menerima pertanyaan-pertanyaan itu membuat Sophie teringat akan “fatalisme”. Menurut orang barat, fatalisme merupakan pandangan filsafat yang meyakini segala sesuatu telah dikuasai takdir dan manusia tak dapat mengubahnya, dalam islam ada golongan Jabariyah.

Contohnya seseorang yang memercayai astrologi (ramalan bintang). Para ahli astrologi menyatakan “posisi bintang-bintang memengaruhi kehidupan manusia di atas bumi“. Terlintas dibenaknya, “mengapa hari Jumat tanggal tiga belas dianggap sebagai hari sial?, dia juga pernah mendengar banyak hotel tak memiliki nomor kamar 13“.

Setelah itu Sophie teringat akan Democritusseorang materialis yang tak percaya dengan takhayul“. Gambaran takdir membuatnya bertanya-tanya, tentang kebebasan manusia. Dia pun tertampar, selama ini telah banyak belajar dari orang yang tak pernah diketahuinya. Mengapa dia kucing-kucingan dengan sang filosof misterius?. Hingga kini belum diketahui sosoknya, entah laki-laki atau perempuan. Di tengah kegalauannya, Sophie pun menulis surat untuk sang filosof, dan ini menjadi pertamakalinya.

Takdir versi Barat

Sophie mendapat surat balasan yang isinya sebuah penolakan. Sang filosof mau bertemu ketika yang mengatur tempat ialah dirinya sendiri, bukan Sophie. Keputusan ini sangat mutlak tak bisa diganggu gugat. Sophie semakin terkekang dalam kondisi ini. Ibarat kau yang sudah merindukan pertemuan dengan TuhanMu. Tapi sayang, Tuhan menolak dan akan mengabulkan ketika hanya Tuhan itu sendiri yang menetapkan.

Dalam pandangan filsafat orang-orang yang memercayai takdir disebut fatalisme. Sebuah pandangan yang memercayai segala sesuatu telah diatur, manusia tak memiliki kehendak apapun. Pada saat itu di Skandinavia banyak ditemukan adanya kepercayaan pada “lagnadan“, bisa juga disebut nasib. Sedangkan dalam saga Islandia disebut dengan “Edda“. Pada masa itu di Yunani kuno, orang-orang juga memercayai bahwa nasib seseorang dapat diramalkan dengan berbagai cara. Caranya bisa memakai kartu, rajah tangan, dan ramalan bintang.

Baca Juga:  Jaran Goyang, Nella Kharisma dan Pesan Cinta untuk Semua

Sedangkan di Norwegia memiliki cara khusus dalam meramalkan nasib. Dengan secangkir kopi yang telah diminum orangnya, akan dilihat sisa kopi yang berada di dasar cangkir. Jika sisa kopi di dasar cangkir berbentuk mobil. Orang tersebut dapat ditebak akan berpergian jauh dengan mobil. Peramal selalu berusaha meramalkan sesuatu yang sangat sulit ditebak oleh orang-orang. Melihat ratusan bintang kelap-kelip di langit,  manusia di muka bumi.

Para peramal di Delphi sangat dipercaya orang-orang Yunani kuno. Orang-orang dapat bertanya terkait takdir dan masa depan ke peramal pendeta. Bahkan para pemimpin negara tak berani mengambil keputusan besar sebelum mereka bettanya ke peramal. Kinerja para peramal di Delphi hampir mirip seperti diplomat dan penasehat. “Kenali dirimu sendiri” itulah pesan yang terpajang di atas pintu kuil. Sebagai pengingat bahwa orang-orang Yunani selalu dibuntuti takdir.

Tentang sejarah dan ilmu pengobatan

Para ahli sejarah yang terkenal pada saat itu ialah Herodotus (484-424 SM) dan Thucydides (460-400 SM). Orang-orang Yunani juga percaya bahwa takdir tidak hanya mengatur kehidupan pribadi seseorang. Mereka memercayai bahwa takdir juga mengatur jalannya sejarah dunia. Kemenangan perang merupakan adanya campur tangan para Dewa. Dan kekuatan-kekuatan misterius itulah yang menjadi penentu jalannya sejarah.

Usaha para filosof yang mencari penjelasan secara alamiah tentang proses dan perubahan alam memengaruhi para ahli sejarah. Kedua tokoh di atas pun tergerak untuk mencari penjelasan alamiah tentang jalannya sejarah. Hingga pembalasan para Dewa tak lagi berlaku saat negara kalah dalam peperangan. Artinya tidak bisa dipasrahkan begitu saja kepada para Dewa. Jika negara kalah perang, maka manusianya lah yang harus bekerja lebih keras dan tidak cukup berpangku tangan dengan mengharapkan pembalasan dari para Dewa.

Baca Juga:  Bulan Puasa yang Terasa Kian Cepat Berlalu

Perkembangan filsafat tidak saja memengaruhi para ahli sejarah. Pada fase ini ilmu pengobatan juga mulai terpengaruh dan mencari penjelasan penyakit secara alamiah. Sebelumnya orang-orang memercayai jika penyakit yang datang itu disebabkan tangan para Dewa. Jika ingin hidup dengan sehat orang-orang harus memberikan sesembahan yang layak kepada para Dewa. Misalnya penyakit “influenza” ditafsirkan mengandung “influence” yang memiliki arti jahat dari bintang-bintang.

Jiwa yang sehat di dalam badan yang sehat“, itulah ungkapan seorang pendiri ilmu pengobatan Yunani yang bernama Hippocrates (460 SM). Ditangan tokoh ini, penjelasan penyakit mulai ditafsirkan secara alamiah. Penyakit yang datang merupakan suatu kondisi alam telah melenceng dari jalurnya yang disebabkan tidak seimbangnya anatara fisik dan mental. Untuk mencapai hidup yang sehat, maka dibutuhkan keselarasan antara jiwa dan badan yang seimbang. Bahkan munculnya ilmu “Etika Medis” juga berakar dari tokoh ini.

Seni melogikakan takdir

Takdir dalam Islam memiliki tafsiran yang beragam dan erat kaitannya dengan rukun iman. Takdir ialah suatu ketetapan yang telah ditulis oleh Allah SWT di lauh mahfudz. Macam takdir ada dua, yakni takdir mubram dan takdir mu’allaq. Takdir mubram ialah suatu ketetapan yang telah ditetapkan Allah SWT secara paten dan tidak dapat diubah oleh manusia. Sedangkan takdir mu’allaq merupakan ketetapan yang masih dapat diubah melalui ikhtiar dan doa manusia.

Kita memang harus percaya bahwa takdir itu ada, namun adanya takdir bukan untuk menjadikan kita sebagai seorang “fatalisme“. Wilayah takdir mubram dapat kita temui pada “setiap yang bernyawa pasti mengalami mati“. Mulai dari binatang, tumbuhan, hingga manusia pasti mengalami mati. Sekuat, sesakti, sepintar-pintarnya manusia yang namanya mati tidak dapat dihindari oleh setiap yang bernyawa. Kematian pasti datang kepada setiap yang memiliki nyawa.

Baca Juga:  Dunia Sophie Episode Democritus; Teori Atom & Penutup Filsafat Alam Yunani

Sedangkan takdir mu’allaq dapat dijumpai dalam beberapa kejadian. Bukankah pernah kita jumpai dalam suatu kejadian yang sama terjadi kecelakaan hebat. Kebanyakan orang-orang yang terlibat mengalami kematian. Namun dari kejadian tersebut tersisa satu orang yang selamat. Usut punya usut ternyata orang tersebut memiliki riwayat ahli sillaturrahiim dan sedekah. Bukankah sebagian dalil juga mengatakan bahwa sillaturrahiim dapat memperpanjang umur dan sedekah dapat menyelamatkan seseorang dari marabahaya.

Artinya ikhtiar dan doa manusia dapat mempengaruhi proses terjadinya takdir. “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri“. Allah memiliki sifat yang sangat welas asih terhadap hambanya, bisa jadi Allah melihat ikhtiar dan mendengar doa manusia kemudian menurunkan welas asih kepada manusia. Sehingga Allah memutuskan untuk mengubah takdir tersebut menjadi yang lebih baik.

Ikhtiar dan doa yang dilakukan manusia bukan semata-mata untuk melawan takdir. Namun dilakukan sebagai rasa tadzim terhadap Allah SWT, bahwa manusia merupakan seorang hamba. Jadi tak ada ikhtiar dan doa yang sia-sia, kalaupun belum terwujud hari ini. Ops jangan terburu-buru berburuk sangka, kau tidak pernah tau nasib anak cucumu. Terkadang hasilnya baru diturunkan untuk anak cucumu atau generasi penerus. Mereka adalah pewaris yang sah dan layak mendapatkan itu semua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *