AKU punya teman perempuan yang usianya jauh lebih muda dariku. Sebenarnya, aku agak gengsi berteman dengan orang yang usianya jauh berbeda, tetapi aku merasa cocok dengan dia. Kecocokanku ini bermula dari obrolan tentang kucing. Sebagai seorang introvert, aku selalu merasa sulit untuk bergaul dengan orang baru, sejak zaman sekolah hingga sekarang. Teman-temanku bisa dihitung dengan jari. Aku juga bukan tipe orang yang ketika bulan Ramadan punya jadwal buka puasa bersama teman-teman SD, SMP, SMA, atau teman kantor. Aku benar-benar tidak memiliki agenda seperti itu. Aku lebih suka melakukan segala sesuatu sendirian. Ketika masih lajang, aku biasa jalan-jalan ke mall sendiri, makan sendiri, atau nonton bioskop sendiri. Bahkan dulu aku berani nonton film horor sendirian. Aku merasa nyaman sendirian; aku tidak perlu menunggu orang atau marah karena ada yang terlambat.
Oh, iya, aku lupa mengenalkan nama temanku. Namanya Bintang. Dia adalah seorang cewek belasan tahun yang aku temui saat magang di tempat kerjaku. Perawakannya kecil, berkulit kuning, dan seperti anak belasan tahun pada umumnya, dia juga selalu mengikuti tren dan scrolling TikTok adalah hobinya. Setiap hari dia pasti melakukannya. Namun, meskipun begitu, dia mengaku seorang introvert. Seperti aku, dia juga tidak punya banyak teman dan bisa keluar ke kafe sendirian, belanja, atau bahkan pergi ke luar kota sendirian. Hal inilah yang membuatku merasa cocok dengan Bintang. Kami sama-sama pecinta kucing.
Bintang masih tinggal bersama orang tuanya, tetapi rumahnya secara teknis terpisah—hanya bersebelahan, namun dengan tembok yang berbeda. Di rumah itulah dia tinggal sendirian bersama enam ekor kucingnya. Aku melihat Bintang bukan hanya sebagai pecinta kucing, tapi juga seseorang yang peduli dengan kucing. Selama ini aku hidup bersama kucing sudah puluhan tahun. Sejak kelas 4 SD, aku sudah memiliki kucing. Sampai sekarang, usiaku sudah kepala tiga, dan aku merasa punya ilmu parenting kucing yang justru aku dapatkan dari seorang anak SMA yang berumur 18 tahun, yang magang di tempat kerjaku. Salah satunya adalah tentang mengASIhi (memberi air susu ibu pada) anak kucing. Lebih tepatnya tentang susu pengganti ASI.
Selama ini, yang aku tahu, merawat anak kucing yang ditinggal induknya, pengganti ASI induknya adalah susu khusus anak kucing. Namun, selama aku menggunakan susu khusus kucing, anak kucingku sering bermasalah, seperti diare atau, yang paling umum, mereka tidak suka susu tersebut. Hingga aku bertemu dengan Bintang, yang memberitahuku bahwa anak kucing sebaiknya diberi susu anak manusia, seperti Dancow atau SGM. Awalnya aku ragu dan takut kucingku bisa sakit, tetapi meskipun takut, aku pun mencobanya. Ternyata, anak kucingku suka susu itu. Bahkan bukan hanya yang kitten saja, kucingku yang dewasa pun ikut suka. Masalah tentang susu anak kucing pun selesai.
Ilmu baru yang aku dapatkan dari Bintang lainnya adalah tentang makanan khusus anak kucing. Aku pernah mengalami masalah ketika kucingku yang berusia sekitar 2 bulan belum mau makan. Dia lebih suka makanan wet food daripada dry food. Biaya untuk wet food yang menurutku lebih mahal dan isinya sedikit membuatku merasa cukup terbebani. Daripada membeli wet food, aku lebih memilih dry food.
Mengenai itu, suatu kali aku kembali mengobrol dengan Bintang, dan dia menyarankan untuk mencoba mengganti merek dry food dengan Whiskas Junior, yang isinya 400 gram dengan harga sekitar 22 ribu. Padahal biasanya aku membeli yang 1 kg dengan harga sekitar 20 ribuan. Tapi tak apa-apa, demi kucingku mau makan dry food dengan cara mencampur dengan wet food itu. Dan ternyata, anak kucingku langsung lahap memakannya. Aku merasa heran, kenapa baru tahu semua ini dari anak SMA? Ternyata Bintang memang terbiasa merawat anak kucing. Dia sangat peduli dengan anak kucing yang dibuang. Dia bisa menangis melihat anak kucing yang kelaparan dan dibuang. Ke mana pun dia pergi, dia selalu membawa makanan kucing, berjaga-jaga kalau bertemu kucing terlantar.
Aku doakan semoga hari-hari Bintang selalu baik. Aku sangat berterima kasih padanya dan merasa senang bisa bertemu dengan sesama pecinta kucing. Aku merasa seperti seorang ibu wali murid baru yang bertemu dengan ibu wali murid lainnya di sekolah yang sudah menyekolahkan anaknya yang nomor sekian di sekolah itu. Sekarang, aku tidak lagi takut untuk mengadopsi anak kucing tanpa induk, karena aku sudah memiliki ilmu tersebut berkat Bintang. Aku juga menyadari bahwa berguru itu ternyata tidak harus kepada orang yang lebih tua usianya.