Hidup ini sedang bergerak ke titik ektrem keduniawian. Betapa tidak, masyarakat kini begitu mengagungkan materi. Glorifikasi kekayaan menjangkiti siapa saja, mulai pedagang kaki lima hingga artis hits, mulai dari pejabat desa hingga pejabat tinggi. Kita sedang berada di era perayaan kekayaan demi kebahagiaan.
Ini siklus budaya. Begitu kira-kira sosiolog Pitirim A. Sorokin berujar. Perubahan masyarakat tidak bersifat liner, melainkan berputar menyerupai dua musim di Indonesia. Yakni musim hujan dan musim kemarau. Siklus budaya akan berganti-ganti antara budaya ideasional dan budaya keinderawian.
Budaya ideasional ditandai dengan pengagungan pada hal-hal idealisme. Dunia yang tampak tak lebih hanya pantulan dari yang hakiki. Jadi, dunia nyata ini bukan sumber kebahagiaan dan harus dihindari. Mengagungkan dunia indera adalah hal tabu.
Tapi berkebalikan dengan budaya keinderawian. Budaya ini ditandai dengan pengagungan pada budaya-budaya indera. Kekayaan materi, ketenaran, dan jabatan. Budaya keinderawian memaklumi perilaku-perilaku masyarakat mempertontonkan kekayaan berlimpah, gemerlap kehidupan sehari-harinya. Tak ada yang perlu ditutup-tutupi dengan tujuan etika.
Kita sudah tidak asing dengan tren ‘gerebek rumah’ di chanel seorang YouTuber terkenal. Di acara itu, rumah artis didatangi dan diperlihatkan sudut-sudut rumah yang mewah. Tak ketinggalan disebut juga taksiran harga yang mencapai miliaran. Sepanjang acara mereka tertawa-tawa sambil menunjukkan ini itu.
Tak kalah dari ‘gerebek rumah’, ada chanel lain yang menyuguhkan kemewahan artis dengan ‘cek saldo artis’. Serupa tantangan makan kerupuk, di sini artis ditantang membuka saldo rekening ke publik. Isinya miliaran rupiah. Mereka pun tertawa-tawa bahagia.
Saya tentu bukan hendak mencibir apalagi menganggap artis itu keterlaluan karena tidak punya sense of crisis. Bukan. Saya hanya hendak berbagi perspektif, bahwa kini masyarakat sedang terjangkiti glorifikasi kekayaan. Chanel-chanel macam itu akan ditonton jutaan orang. Artinya memang banyak yang menyukai glorifikasi kekayaan.
Mari kembali pada pikiran Pitirim Sorikin. Sosiolog Rusia ini meramalkan budaya ideasional dan budaya keinderawian akan tarik menarik sepanjang sejarah. Satu budaya ini akan berada pada titik ekstrem pada masanya dan ‘bertarung’ dan dikalahkan dengan sistem budaya satunya.
Glorifikasi kekayaan adalah salah satu ciri budaya keinderawian. Yakni ketika dunia materi diagungkan sedemiakian rupa. Kekayaan dianggap sebagai sumber kebahagiaan yang sebenarnya. Alhasil, masyarakat berlomba-lomba untuk menunjukkan kekayaannya. Glorifikasi kemudian menemukan rumahnya di media sosial.
Sepertinya bukan saja artis yang menykai perilaku mengagungkan kemewahan. Tapi masyarakat biasa pun akan berlomba-lomba melakukannya. Jadilah glorifikasi di berbagai bidang, mulai kuliner, wisata alam, baju baru, sepatu baru, hingga pada hal remeh temeh lain yang sifatnya materi.
Kenapa? Karena memang kita sedang berada di era budaya keinderawian. Anda yang mengagungkan idealisme akan berada di ujung dunia yang temaram dan sepi. Atau kalau dia berada di permukaan, maka akan terjadi pertarungan wacana yang tak akan habis-habisnya. Karena cara pandang paling dasar mereka berseberangan.
Glorifikasi kekayaan diakui atau tidak adalah ‘pemenang’ zaman sekarang. Glorifikasi materialisme menjadi perhiasan era kini. Dan ini terjadi di berbagai bidang. Dari perdagangan hingga agama, dari pendidikan hingga kebudayaan.
Akan tetapi, dua budaya yang berlawanan itu tak selalu duel ‘satu lawan satu’. Karena ada orang-orang yang selalu berusaha untuk menyeimbangkan antara budaya ideasional dan budaya keinderawian. Meletakkan harta sewajarnya, dan memercayai dunia ideasional juga sewajarnya.
Tinggal kita akan memilih jalan apa.