Hidup Kembali ke Alam, Pilihan Paling Tepat di Era Semrawut Ini?

kembali ke alam/pixabay

Hidup kembali ke alam dapat diartikan sebagai proses atau keputusan untuk kembali mengadopsi gaya hidup yang lebih dekat dengan alam dan lingkungan alamiah. Ini biasanya melibatkan mengurangi ketergantungan pada teknologi modern, mengurangi konsumsi sumber daya alam, dan memperkuat hubungan dengan alam melalui kegiatan seperti pertanian organik, memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan, dan menghormati ekosistem alami.

Mengapa seseorang memilih hidup kembali ke alam dapat bervariasi. Beberapa orang mungkin ingin melarikan diri dari kesibukan dan tekanan kehidupan modern, sementara yang lain mungkin memiliki kepedulian yang mendalam terhadap keberlanjutan dan keseimbangan ekosistem alam. Beberapa alasan umum yang mendasari keputusan ini termasuk:

Ketergantungan pada alam: Hidup kembali ke alam merupakan cara untuk mengurangi ketergantungan pada teknologi modern dan kembali mengandalkan sumber daya alam secara langsung. Ini termasuk mencari makanan melalui pertanian atau berburu dan meramu tanaman obat-obatan alami.

Keberlanjutan: Mengadopsi gaya hidup yang lebih alami berarti mengurangi konsumsi sumber daya alam yang tidak terbarukan, seperti energi fosil. Orang-orang yang hidup kembali ke alam sering kali berusaha untuk hidup secara berkelanjutan dengan menggunakan energi terbarukan, mengurangi limbah, dan memanfaatkan alam secara bijaksana.

Kesehatan fisik dan mental: Beberapa orang percaya bahwa hidup dekat dengan alam dapat memberikan manfaat kesehatan fisik dan mental. Dalam alam, kita dapat menemukan udara segar, pemandangan yang indah, dan ketenangan yang dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan.

Keharmonisan dengan alam: Hidup kembali ke alam adalah tentang membangun hubungan yang lebih harmonis dengan alam dan menyadari pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem. Ini dapat mencakup praktik-praktik seperti pengelolaan lahan yang berkelanjutan, penggunaan bahan alami, dan menghormati keanekaragaman hayati.

Baca Juga:  3 Jenis Ajakan Ngopi yang Patut Dicurigai

Namun, perlu diingat bahwa hidup kembali ke alam bukanlah pilihan yang mudah dan mungkin tidak cocok untuk semua orang. Ini melibatkan tantangan dan pengorbanan tertentu, termasuk adaptasi terhadap perubahan gaya hidup, tantangan dalam memenuhi kebutuhan dasar, dan kehilangan akses terhadap beberapa kenyamanan dan kemudahan yang ditawarkan oleh dunia modern. Penting untuk melakukan penelitian dan mempertimbangkan secara matang sebelum membuat keputusan untuk hidup kembali ke alam.

Apa beda kembali ke alam dengan konsep hidup slow living?

Meskipun ada beberapa persamaan antara hidup kembali ke alam dan konsep slow living, keduanya memiliki fokus yang sedikit berbeda.

Hidup kembali ke alam lebih menekankan pada kembalinya individu ke alam dan mengadopsi gaya hidup yang lebih dekat dengan alam. Ini melibatkan mengurangi ketergantungan pada teknologi modern, memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan, dan memperkuat hubungan dengan alam melalui kegiatan seperti pertanian organik atau hidup di lingkungan yang lebih alami. Fokus utamanya adalah mengintegrasikan diri dengan alam dan menghormati ekosistem alami.

Sementara itu, konsep slow living adalah tentang mengurangi kecepatan dan kegiatan yang sibuk dalam kehidupan sehari-hari. Ini mencakup memperlambat ritme hidup, menikmati momen sekarang, dan memberikan perhatian yang lebih besar pada kualitas hidup dan kesejahteraan pribadi. Slow living mendorong manusia untuk menghargai kehidupan sehari-hari, mengurangi stres, dan menemukan keseimbangan dalam kehidupan yang serba cepat.

Dalam banyak kasus, hidup kembali ke alam dapat menjadi bagian dari gaya hidup slow living. Keduanya dapat saling melengkapi dengan fokus pada pengurangan kecepatan dan kembali ke aspek yang lebih sederhana, lebih alami, dan lebih terhubung dengan alam. Namun, penting untuk diingat bahwa slow living juga dapat dijalankan di lingkungan perkotaan atau modern tanpa harus hidup di alam secara langsung.

Baca Juga:  Refleksi Sumpah Pemuda dan Sumpah Pemuda Jilid II

Jadi, sementara hidup kembali ke alam dapat menjadi bagian dari konsep slow living, tidak semua yang mengadopsi slow living hidup kembali ke alam, dan tidak semua yang hidup kembali ke alam mengadopsi konsep slow living.

Contoh hidup slow living dalam kehidupan nyata

Ada beberapa contoh kisah hidup slow living dalam sejarah yang dapat memberikan inspirasi dan contoh tentang bagaimana seseorang mengadopsi gaya hidup yang lebih lambat, sederhana, dan terhubung dengan alam. Berikut ini beberapa contoh:

1. Henry David Thoreau (1817-1862): Thoreau adalah seorang filsuf, penulis, dan naturalis Amerika yang terkenal dengan karyanya “Walden”, yang mencatat pengalamannya hidup di tepi Danau Walden, di mana dia hidup dalam kesederhanaan dan dekat dengan alam. Dia memilih hidup jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, menggali tanah sendiri, memancing, dan mengamati alam. Karyanya mendorong orang untuk hidup secara sederhana, merenung, dan menghargai keindahan alam.

2. Mahatma Gandhi (1869-1948): Gandhi adalah pemimpin spiritual dan politik India yang dikenal dengan perjuangannya untuk kemerdekaan India dan konsep satyagraha (perlawanan non-kekerasan). Dia juga menganut gaya hidup sederhana dan swadeshi (menggunakan barang-barang buatan lokal). Gandhi mempromosikan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan, seperti produksi kain secara manual (khadi) dan mengutamakan pertanian organik. Dia menekankan pentingnya hidup yang sederhana, menghormati alam, dan mengurangi kebergantungan pada konsumsi berlebihan.

Baca Juga:  Refleksi Bojonegoro 2021, Infrastruktur Bagus tapi Peningkatan SDM Kedodoran

3. Helen Nearing (1904-1995) dan Scott Nearing (1883-1983): Pasangan suami istri Amerika ini merupakan tokoh penting dalam gerakan hidup kembali ke alam dan kehidupan sederhana. Mereka meninggalkan kehidupan perkotaan pada tahun 1930-an dan pindah ke pedesaan Vermont. Mereka hidup dalam rumah yang mereka bangun sendiri, menanam makanan mereka sendiri, dan mempraktikkan prinsip-prinsip swadeshi dan pertanian organik. Melalui tulisan dan contoh hidup mereka, mereka menginspirasi banyak orang untuk hidup lebih sederhana dan terhubung dengan alam.

4. Ikaria, Yunani: Pulau Ikaria di Yunani telah dikenal sebagai “pulau panjang umur” karena tingkat harapan hidup yang tinggi di antara penduduknya. Penduduk Ikaria dikenal mengadopsi gaya hidup yang lambat dan sederhana. Mereka menikmati makanan segar dan alami, berkebun, dan berpartisipasi dalam kegiatan fisik seperti berjalan kaki dan menanam tanaman. Budaya dan pola hidup mereka yang terhubung dengan alam diyakini menjadi salah satu faktor yang berkontribusi pada kesehatan dan kebahagiaan mereka.

Ini hanya beberapa contoh kisah hidup slow living dalam sejarah yang menyoroti cara-cara di mana individu atau komunitas mengadopsi gaya hidup yang lebih lambat, sederhana, dan terhubung dengan alam. Setiap contoh ini memberikan inspirasi tentang bagaimana hidup dengan lebih menyadari, menghargai alam, dan menemukan keseimbangan dalam kehidupan yang lebih tenang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *