Ibn Athaillah as-Sakandari, sang penulis buku Al-Hikam dawuh: kegundahanmu (dalam kehidupan ini) sebanding dengan kelalainmu (pada Tuhanmu).
Adigium/maqalah ini sudah lama kita dengar, bahkan sering juga di-dawuhkan dalam pengajian-pengajian. Sebagian dari mereka yang mendengar dan memahami quote itu kemudian memperbaiki komunikasinya dengan Tuhan, namun sebagian yang lain ada juga yang abai kemudian bersikap santai seperti tidak ada yang salah dengan komunikasinya dengan Tuhan selama ini.
Sebagai muslim, tentu kita tahu bahwa sholat adalah salah satu media komunikasi kita dengan Tuhan. Meski banyak model sholat (ada yg khusyu’ dan ada pula yang sholat tapi lalai dengan sholatnya) tapi setidaknya kita sepakat bahwa selain sholat merupakan media komunikasi, ia juga perintah Tuhan.
Ketika yang diperintah tidak melaksanakan sebuah perintah kira-kira bagaimana perasaan yang memerintah? Marah bukan?!
Sebagian yang kedua di atas biasanya ketika enggan/abai terhadap perintah Tuhannya (berupa sholat) beralasan bahwa dalam melaksankan perintah ia belum bisa khusyu’, belum bisa ikhlas dan lain sebagianya ditambah dia merasa aman lantaran mempunyai keyakinan bahwa Tuhan punya sifat Maha Pemaaf dan Maha Pemurah. Sebenarnya keyakinan seperti demikian benar, namun kurang tepat karena hanya itu yang diyakini, harusnya ada juga sifat Tuhan maha pemberi adzab (saat ada hamba yang mbangkang pada perintah), maha meng-hisab semua amal baik dan buruknya hamba, dan lain sebagainya.
Lantas, apa hubungannya quote ibn Athaillah dengan perintah sholat? Apakah yang tidak mendirikan sholat berarti lalai? Apakah yang mendirikan sholat kemudian tidak galau?
Untuk menjawab ini semua sebenarnya perlu diskusi dan ngopi-ngopi tipis, tapi sebelum ngopi mari kita membayangkan beberapa hal:
(1) Seberapa besar ingatan kita pada Tuhan ketika kita meninggalkan perintahNya?
(2) Jika Tuhan ibarat atasan kita, dan kita bekerja untuknya, bayangkan bagaimana marahnya atasan saat kita abai bahkan ‘gak ngurus’ terhadap perintahnya?
(3) Jika kita tidak melaksankan perintahNya, apakah kita galau? Jika tidak galau bisa jadi Tuhan sedang tidak urus dengan kita, saat seperti ini (mungkin) bisa dikategorikan atasan sudah tidak peduli dengan bawahan dan sikap atasan seperti ini lebih menyakitkan ketimbang pemecatan. Mungkin bawahan itu masih diberikan hidup enak, masih diberikan rezeki seperti yang lain, namun tidak diberikan persaan bersalah saat durhaka atas perintahNya dan dia merasa aman-aman saja. Menurut saya ini adzab di dunia yang sangat pedih kawan.
Tuhan, mohon jadikan saya dan teman-teman saya rajin melaksanakan perintah-perintahMu.
Sangat bermanfaat….