Kecintaan yang mendalam terhadap sambal sejatinya merupakan refleksi dari akar budaya dan warisan rumah serta kampung halaman, yang telah menjadikan selera makan sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa Indonesia.
Dalam konteks ini, selera makan Presiden Republik Indonesia pertama Sukarno, meskipun telah menjadi sosok “bapak bangsa” dan pemimpin revolusi besar, tak pernah terlepas dari kehadiran sambal.
Dosen Departemen Sejarah dan Filologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Fadly Rahman, M.A. sebagaimana dikutip dari laman unpad.ac.id, dalam penjelasannya, mengungkapkan bahwa dalam kisah Inggit Garnasih dan Fatmawati, Sukarno terbukti adalah seorang penyuka sambal. Dalam menu makan sehari-hari, istri-istri Sukarno ini tak jarang menyajikan sambal sebagai pendamping hidangan favorit sang suami, seperti sayur lodeh, sayur asem, dan tempe.
Ada nilai lebih dalam dari sambal yang dikonsumsi oleh para tokoh bangsa pada masa lampau. Di balik sensasi pedas yang dihasilkan oleh capsaicin dalam cabai, tersembunyi suatu senyawa bernama endorphin. Senyawa ini dianggap oleh para ahli sebagai “zat kebahagiaan” alami yang mampu membawa perasaan gembira serta meningkatkan daya tahan tubuh.
Dalam konteks para tokoh bangsa yang menjadi pencinta sambal, seperti Sukarno, kesukaan mereka mungkin menjadi simbol sekaligus cerminan semangat dan keberanian dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Efek endorphin mungkin telah merasuki jiwa mereka, memberikan dorongan untuk terus berjuang dan membangun bangsa.
Lebih jauh lagi, dapat dilihat bahwa kesukaan terhadap makanan khusus seperti sambal bisa memiliki makna yang mendalam dalam konteks sejarah. Sambal, dengan sensasi pedasnya, dapat diartikan sebagai metafora bagi semangat perjuangan dan kegigihan para pemimpin dalam melawan penjajah dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Keberanian dan tekad dalam menghadapi rintangan, sebagaimana rasa pedas dalam sambal, menjadi tanda karakter dan semangat bangsa yang tangguh.
Dalam akhir narasi ini, Fadly menegaskan bahwa sambal bukanlah sekadar makanan pedas, tetapi juga simbol dan penanda semangat nasionalisme. Keberanian dalam menghadapi tantangan, sebagaimana rasa pedas yang menggigit, telah mewarnai perjalanan para pemimpin dan tokoh bangsa Indonesia. Dalam kesukaan mereka terhadap sambal, kita dapat melihat secercah semangat dan dedikasi yang membangun fondasi bangsa ini.