“Reportase faktual yang memisahkan fakta dan opini berkembang sebagai reportase interpretasi, reportase yang mendalam, yang investigatif dan reportase yang komprehensif. Bukan sekadar fakta menurut uturan kejadiannya, bukan fakta secara linear, melainkan fakta yang mencakup. Dicari interaksi tali temalinya. Diberi interpretasi atas dasar interaksi dan latar belakangnya. Ditemukan variabel-variabelnya. Dengan cara itu berita bukan sekadar informasi tentang fakta. Berita sekaligus menyajikan interpretasi akan arti dan makna dari peristiwa”
Begitu kata Jacob Oetama dalam pidato pengukuhannya sebagai doktor kehormatan di UGM 2003 silam. Jacob adalah pendiri Kompas bersama PK Ojong. Jacob adalah salah satu tokoh jurnalistik Indonesia. Kiprah Kompas dan media-media lain miliknya tak bisa diabaikan dalam sejarah jurnalistik di Indonesia.
Hari ini, 27 September 2018 Jacob berulangtahun yang ke-87.
Jacob mempopulerkan ‘jurnalisme makna’ yang tidak sekadar ‘copy paste’ fakta saja. Melainkan juga memberi interpretasi dan mencari tali temali dari berbagai peristiwa. Reportase mendalam yang komprehensif perlu mendapat tempat.
Gagasan itu diungkapkan Jacob 15 tahun silam. Namun era sekarang gagasan itu menjadi makin urgent untuk digunakan. Mengingat jurnalistik dihadapkan pada banjir informasi yang tidak hanya diproduksi di kamar berita, melainkan juga diproduksi oleh setiap orang dan disebarluaskan di ruang publik.
Tom Rosenstiel, rekan Bill Kovach yang juga peneliti media, pada tahun 2013 pernah menulis bahwa jurnalisme bukan sekadar aktivitas menulis berita dan menjual iklan. Jurnalisme selalu menghubungkan orang-orang satu sama lain, dengan pemerintah, atau dengan kata lain jurnalisme menciptakan komunitas. Pada kesempatan lain, Tom menekankan tiga hal dalam ‘the next journalism’ yakni teknologi, jurnalisme profesional, dan komunitas.
Banyak orang boleh pesimis dengan masa depan jurnalistik, sampai-sampai muncul istilah ‘the end of journalsm’ atau ‘senjakala jurnalisme’. Namun Jacob dan Tom adalah dua orang yang selalu memandang optimis pada arah jurnalistik. Pasti hal itu bisa diperdebatkan dan bisa jadi sama-sama benar di sisi masing-masing.
Akan tetapi yang pasti, jurnalisme kini menemui tantangan yang tidak kecil. Jurnalisme makna, jurnalisme investigasi, jurnalisme sastrawi, atau apapun namanya mempunyai beberapa syarat, diantaranya adalah profesionalisme jurnalis dan modal yang besar. Jurnalis yang tidak profesial mustahil akan melahirkan karya jurnalistik yang bagus. Sedang karya jurnalisme bagus (meskipun tidak selalu) membutuhkan dukungan dana yang besar.
Sebagai akhir tulisan pendek ini, sebaiknya kita bisa mendiskusikan pikiran-pikiran Jacob di dunia jurnalistik. Selamat ulang tahun Pak Jacob!