Baca dengan seksama ya, Gaees..
Beberapa tahun yang lalu, jika tidak salah ingat, di pertengahan 2019 saya diundang oleh kawan untuk menemani mengisi sebuah kajian. Pada giliran berbicara, saya menyampaikan, hei.. kalian yang jomblo, jomblo itu sifat yang seperti sifat Tuhan lho.. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Jomblo bukan?! Hehe
Usai sesi pemaparan, saat sesi tanya-jawab ada salahsatu hadirin yang angkat tangan kemudian komplain. Iya, komplain, karena saya tidak menemukan kata tanya pada kalimat yang ia sampaikan, bahkan cenderung menyalahkan apa yang barusan saya sampaikan, terutama pada point ‘ngejomblo itu sama dengan Tuhan, artinya Tuhan jg ngejomblo karena tidak punya istri/pasangan.
Sebenarnya boleh tidak sih menyamakan ‘makhluq’ dengan ‘khaliq’ (Tuhan)? Umat Islam sangat meyakini adanya sifat-sifat bagi Tuhan, ada pula asma’ul husna (nama-nama yang indah) yang mana artinya juga menggambarkan sifat-sifat Tuhan.
Jika menyamakan Tuhan dengan manusia/makhluk lain tentu itu masuk kategori ‘syirik’ menyekutukan Tuhan, namun jika menyematkan sifat yang seperti sifat Tuhan pada makhluk tentu tidak sampai pada level syirik, dengan catatan level dan jenis sifat yang disematkan pada Tuhan hatus lebih tinggi daripada level dan jenis sifat yang disematkan pada makhluk.
Sebagai contoh, Tuhan mempunyai sifat dermawan dan baik, makhluk (manusia) juga punya sifat demikian, namun level dan jenisnya berbeda.
Jika manusia berbuat baik dan dermawan pada yang dikenalnya, atau yang ada hubungan dengannya (anak-bapak, sesama teman, atau keluarga) berbeda dengan Tuhan yg maha dermawan dan maha baiknya tidak mengenal itu semua, baik yang mengenal Tuhan, yang menyembah, yang baik kepadaNya, atau yang durhaka bahkan tidak mengakui keberadaanNya pun sama Tuhan tetap dikasih rizqi.
Contoh ini juga berlaku untuk sifat-sifat Tuhan yang lain, kasih sayang manusia terbatas, kasih sayang Tuhan tidak terbatas, ampunan Tuhan tidak terbatas, ampunan manusia sangat terbatas, dan seterusnya. Oleh karenanya, adabyang menyebutkan bahwa sifat-sifat positif yang ada pada diri manusia, termasuk cinta adalah percikan atau pancaran dari sifat Tuhan.
Bagaimana dengan sifat jomblonya Tuhan dan jomblonya manusia, apakah sama?
Tentu saja tidak, dan ungkapan saya pada acara itu bukan bertujuan menyamakan Tuhan dengan manusia (karena memang, laisa kamitslihi syai’un tak satupun ada dan bisa menyamai Tuhan, apapun dan siapapun itu), melainkan hanya menghibur para jomblo yang hadir pada acara tersebut. Adakah perbedaan jomblonya Tuhan dengan jomblonya manusia?
Oh ada dong, Tuhan menjomblo karena memang tidak membutuhkan apapun/siapapun, sementara jomblonya manusia karena belum menemukan apa/siapa. Eh tapi ingat, kadang kejombloan adalah cara Tuhan menghentikan kita dari cinta yang salah. Hmm ~
Jum’ah mubarakah kawan.