Diurna  

Ketika Cerita Jurnalis di Balik Berita Hadir ke Publik

Di Balik Berita

Salah satu jenis tulisan jurnalistik yang (terkadang) melibatkan emosi jurnalis adalah tulisan features. Dalam karya jurnalistik jenis ini, seorang jurnalis bisa menggunakan “aku” dalam melihat dan menilai obyek peristiwa/kondisi yang ditulisnya. Jenis tulisan ini, kemudian berkembang dengan berbagai nama atau julukan, seperti jurnalisme sastrawi hingga jurnalisme keterlibatan.

Memang, ada batas tertentu seorang jurnalis dengan obyeknya. Sehingga sangat jarang jurnalis menulis cerita tentang dirinya, tentang apa yang dilakukan, gejolak perasaan, hingga tanggapan tentang obyek yang diliput.

Oleh karena itu, cerita jurnalis meliput, biasanya hanya ada di antara para jurnalis saja. Atau diceritakan dari mulut ke mulut, missal saat nongkrong atau saat sedang menunggu narasumber.

Nah, harian Kompas ternyata mempunyai pertimbangan lain. Kini, meski tidak setiap hari, Kompas menurunkan tulisan ‘Di Balik Berita’. Rubrik ini menghadirkan tulisan jurnalis tentang apa yang dilakukannya saat meliput. Seperti Kompas edisi 2 Februari 2023 di halaman 13. Judulnya: Denyut Kehidupan dari Balik Reruntuhan.

Baca Juga:  Soal Publisher Right di Indonesia, Ini Beda Sikap AMSI dan SMSI

Machradin Wahyudi Ritonga, penulisnya, berkisah tentang dirinya saat meliput evakuasi korban gempa Cianjur. Dalam tulisan ini, ada kesan penulis sangat bebas menceritakan pengalaman pribadi saat meliput. Terutama saat ia datang dan selang beberapa saat suasana riuh ketika Azka bocah 5 tahun ditemukan selamat di bawah reruntuhan. Bocah itu berada di tempat itu sudah 40 jam.

Sang jurnalis berkisah bagaimana Azka kemudian digendong seorang TNI dan langsung melarikannya bersama seorang kawan, ke rumah sakit.  Ia sempat merekamnya sesaat. Tapi, suasana gembira hanya sesaat, karena para relawan menemukan korban lain dalam kondisi meninggal dunia. Suasana menjadi haru dan hening kembali.

Sang jurnalis kemudian sempat ke rumah sakit dan bertemu dengan Azka. Pandangan bocah itu tetap saja redup. Ibunya telah meninggal. Beberapa kali ia bertanya, dimana ibunya? Sang jurnalis sempat mendekatinya dan mencoba menghibur dengan mengajak ‘tos’ yang disambut Azka. Meski tetap dengan wajah redup. Sang jurnalis pun memberi gambaran bagaimana berharganya nyawa manusia, dan betapa ringkih manusia.

Baca Juga:  Kabare Desa, Pelestari Bahasa Jawa Lewat Radio

Sang jurnalis menulis kalimat terakhir dengan: “Dalam hati saya terbit rasa iba. Bagaimana nanti dia menghadapi hari-harinya tanpa ibu yang teramat dia sayangi”

Semacam Pertanggungjawaban

Di tengah-tengah disrupsi informasi yang kini melanda setiap manusia yang ada di muka bumi ini, menghadirkan ‘Di Balik Berita’ memang menjadi terobosan. Karena, selama ini jurnalis atau wartawan jarang sekali tampil ke publik lewat tulisan di medianya sendiri tentang apa yang dilakukan. Ini semacang langkah Kompas membuat ‘pertanggungjawaban’ atau pembuktian bahwa jurnalisnya merupakan jurnalis yang tetap bertanggungjawab dengan apa yang ditulis.

Di era media sosial, cara kreator menampakkan diri dan berkisah bukan hal baru. Bahkan seringkali terlalu menampakkan diri. Karena memang, mereka adalah ‘artis’ di media sosial. Seperti seorang vlogger atau youtuber, maka mereka akan menyajikan informasi dengan keterlibatan mereka di dalamnya tanpa ditutup-tutupi. Bahkan, itulah tujuan mereka. Beda dengan karakter jurnalis yang lebih menekankan pada karya jurnalistiknya.

Baca Juga:  Saya Menunda Liburan ke Luar Kota karena Tertarik Datang ke Pasar Dadakan Desa Klampok

Oleh karena itu, langkah Kompas menyajikan ‘Di Balik Berita’ menjadi penting di era disrupsi informasi, ketika media pers (sebagaimana makna diatur oleh UU Pers) berada di belantara bisnis informasi yang tak hanya berpusat pada perusahaan pers. Akan tetapi meluber ke pribadi, komunitas, lembaga, hingga perusahaan bukan pers.

Rubrik ‘Di Balik Berita’, bagi saya adalah bacaan penting untuk masyarakat yang hendak melihat sisi lain kerja-kerja jurnalistik. Karena selalu ada sisi-sisi kemanusiaan dan pandangan pribadi dalam setiap gerak langkah jurnalis.

Omah Buku, 2 Februari 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *