Kenapa Gerak Khilafah Dipaksa Menyerah?

Pemerintah menyatakan segera membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui jalur hukum. Pro dan kontra berkembang di masyarakat. Pro dan kontra selalu menggunakan banyak cara, mulai demonstrasi, talkshow, berdebat, membuat video, menulis status di fesbuk, dan lain sebagainya. Tak jarang, informasi itu tak karuan dan melenceng dari substansi yang dipersoalkan.

Menurut saya, persoalan HTI saat ini adalah persoalan pilihan bentuk negara.  Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bentuk negara yang disepakati hingga hari ini. Sedang khilafah ada bentuk negara lain yang coba ditawarkan HTI. Apakah gerakan khilafah bertentangan dengan NKRI? Mari kita diskusikan.

HTI menyatakan bahwa khilafah adalah syariat. Bagi ormas lain semacam NU dan Muhammadiyah, khilafah bukanlah syariat. Jadi soal ini memang perlu diperdebatkan oleh para alim. Yang jelas, makna dan filosofi NKRI dan khilafah adalah berbeda.

Nah, di sini akan saya kutipkan petikan hasil wawancara Ade Armando dengan Sekjen HTI Ismail Yusanto. Wawancara lengkapnya bisa dibaca di Majalah Madina No 11/TH 1 Noveber 2008 dengan judul “Khilafah Tidak Utopis”. Saya kutipkan di sini dengan harapan bisa memberi informasi kredibel dan bukan hoax. Juga dengan harapan memberi sedikit gambaran tentang apa itu khilafah yang didengungkan oleh HTI. Jawaban Ustadz Ismail Yusanto saya tulis ulang apa adanya. Tapi, mohon maaf saya tidak megutipkan semuanya karena wawancara itu terlalu panjang.

Baca Juga:  New Citra Rupa Hadirkan Karya Para Pelukis Bojonegoro dalam Pameran

_________

T: Sebagian orang menganggap bahwa Islam tidak perlu dicapai melalui kekhalifahan. Misalnya, Islam di Indonesia sejak awal tidak pernah menjadi bagian kekhalifahan.

J: Itu karena banyak orang tidak paham. Sampainya Islam ke Indonesia itu berkat khilafah. Banyak yang melihat dengan cara yang salah, seolah-olah perkembangan Islam di Indonesia berdiri sendiri. Tanpa desain. Apalagi dengan teori saudagar Gujarat. Padahal, teori itu tidak punya dasar kokoh.

Islam berkembang di Indonesia karena Mekkah. Beberapa dari Walisongo itu adalah utusan Khalifah. Banyak orang tidak tahu bahwa Sunan Gunung Djati adalah orang Palestina yang diutus khalifah. Samudera Pasai mendapat bantuan khalifah Utsmani ketika berhadapan dengan Portugis.

Begitu juga Islam di Jawa. Istilah khalifah Sayyidin Panotogomo untuk Sultan Agung sangat dipengaruhi hubungan itu. Tugas utama Sri Sultan Hamengkubuwono misalnya, adalah mengembangkan Islam, sejak Sri Sultan pertama. Baru belakangan, Sultan tunduk pada Belanda. Dan Anda lihat Sultan X sekarang ini sedang kembali ke Islam.

Baca Juga:  Apa Itu Jakarta Plurilateral Dialogue (JPD) 2023? Ini Jadwalnya

T: Jadi benar tak ada metode pemilihan yang baku?

J: Itu pun sebenarnya hanya dua pilihan. Pertama, melalui dipilih oleh semacam majlis. Ini terjadi di saat pemilihan Abu Bakar dan Umar. Ada semacam majlis yang bersama-sama bersepakat memilih khalifah. Kedua melalui pemilihan langsung, yakni di saat pemilihan Usman dan Ali.

T: Undang-undang diputuskan khalifah?

J: Undang-undang dihasilkan dari proses ijtihad yang melibatkan para mujtahid. Namun, keputusan akhirnya ditentukan oleh khalifah. Memang ada majlis umat yang dipilih oleh rakyat, tapi tidak memiliki hak legislasi sebagaimana parlemen. Konsep khilafah tidak mengenal trias politika. Hakim misalnya adalah qadi yang diangkat khalifah untuk mengadili perkara-perkara.

T: Khalifah bisa diganti? Ada periodisasi?

J: Tidak, tidak ada periodisasi. Dia diganti kalau mengundurkan diri, meninggal, dan melanggar syariah.

T: Bagaimana umat Islam dunia memilih seorang khalifah?

J: Ya bisa dengan dua cara. Pertama dengan sistem para wakil. Jadi misalnya para wakil di Indonesia, wakil Jordan, negara-negara lain memilih seorang khalifah. Atau pemilihan langsung. Masyarakat muslim seluruh dunia bisa memilih dengan internet misalnya.

Baca Juga:  Cerita Kasmirah, 30 Tahun Jadi Kuli Bikin Batu Bata di Mojosari

T: Umat non muslim ikut memilih?

J: Umat non-Islam tidak ikut memilih, tapi bisa ikut dalam majlis umat.

T: Jumlaha anggotanya sekarang?

J: Maaf, kalau soal ini kami memiliki kebijakan untuk tidak bercerita.

T: Basisnya di kampus?

J: Dulu basisnya di kampus, tapi sekarang menyebar. Ada pabrik, ada kantor, masjid dan sebagainya. Di kampus, HTI cukup kuat di IPB, UGM, UNAIR, ITB, UNPAD, IKIP. Di UI agak kurang. Di Jakarta, UIN lebih kuat daripada UI.

———–

Setelah membaca penjelasan Sekjen HTI tersebut, Anda bisa mencari informasi pembanding yang kredibel sebelum menarik kesimpulan. Yang penting berusalah dapat informasi yang benar. Apa yang saya kutipkan adalah salah satu informasi kredibel karena hasil wawancara dengan Sekjen HTI secara langsung.  Begitu setidaknya keyakinan saya. Salam!

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *