Ketika Penulis Amatir Menjadi Juru Masak Gulai Ikan Amatir

foto: masakandarpurku.com

Kegiatan memasak gulai, setelah bertahun-tahun mencobanya, nyaris tak berbeda dengan kegiatan menulis. Setiap kali memasak, kemampuan seseorang akan diuji apakah bisa menghasilkan sajian gulai yang menggugah selera atau tidak. Jika berhasil menggugah selera penikmatnya, di luar tampilannya yang kurang memikat, maka ia akan menuai pujian. Namun kalau hasilnya mengecewakan, selain penikmatnya kecewa, ia mungkin ditertawakan oleh penikmatnya. Sebagai juru masak, ia juga akan dihantui rasa bersalah yang meneror. Dalam kasus saya, kegagalan dalam menyajikan hidangan yang memuaskan menyebabkan saya tak bisa berpikir hal lain. Berhari-hari saya akan diikuti rasa bersalah yang meneror dan hanya bisa dihilangkan lewat sajian serupa dengan tingkat keberhasilan yang lebih memuaskan. Konyolkan?

Baca Juga:  Sejarah Singkat Sambal Nusantara dan Jenis-jenisnya yang Menggoda Selera

Kenapa saya selalu merasa bahwa memasak gulai selalu menghadirkan tantangan? Ada banyak jawaban. Pertama, saya memang orang yang iseng dan tak memiliki kerja tetap. Bila ada kemungkinan bahwa sebuah aktivitas tertentu dianggap bisa menaikkan harga diri saya di depan orang lain, maka aktivitas itu akan saya dalami. Mau bagaimana lagi? Saya kan memang orang yang tak punya harga diri karena pekerjaannya hanya lontang-lantung tidak jelas. Jadi saya harus punya kemampuan tertentu yang membuat orang sedikit respek. Ini jawaban yang menyedihkan. Tapi tak menerima kenyataan akan menjadi preseden yang lebih menyedihkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *