Sosok  

KH Hammam Munaji, Gurunya Para Guru

KH Hammam Munaji/Sumber: Habib Baihaqi

Apa yang ada di tulisan ini adalah kesaksianku…

Penampilan beliau selalu kalem, tenang dan berwibawa. Selalu ada pancaran senyum yang teduh di wajahnya. Tidak pernah terdengar suara tertawanya. Tidak pernah guyonan. Kalau menguap selalu ditahan sekuatnya sehingga mulutnya masih tetap tertutup.

Kalau berjalan pandangannya tidak menunduk, tapi memantau sekeliling lingkungan yang dilewati laksana CCTV memonitor keadaan sekitar. Tipikal seorang pemimpin yang selalu ingin memastikan semua dalam kondisi terbaik.

Langkahnya pelan, tidak pernah tampak tergesa-gesa. Kalau kepalanya menoleh badannya pun ikut serta.

Beliau mengajar saya pelajaran Balaghoh saat saya kelas V (II MA) dan pelajaran Tafsir Jalalain saat kelas VI (III MA).

Good Personality Dan Ahli Hikmah

Beliau tidak banyak bicara, tapi kalimat yang keluar dari lisannya hanya yang penting-penting saja. Tidak suka bergurau. Berbicara sesuai keperluan. Benar-benar mengamalkan dawuhnya Kanjeng Nabi: “Katakan hal-hal yang baik. Kalau tidak, sebaiknya diam.”

Kalau pidato atau memberi kata sambutan intonasinya datar mengalir, sifatnya menasehati, intervalnya sedang. Lembut dan tenang, tidak pernah meledak-ledak. Isi nasehatnya berkualitas karena sudah melalui proses secrining otomatis dari sumber pikiran yang berkualitas.

Tidak pernah marah. Jika ada orang lain atau siswa yang melakukan kesalahan, beliau menasehatinya dengan tenang, tidak terkesan memarahi tapi isinya penuh pelajaran.

Sederhana

Saat mengajar di kelas, beliau KH Hammam Munaji sering memakai baju lengan panjang polos warna coklat terang dipadu celana begi warna coklat gelap. Baju dimasukkan. Memakai sandal. Kacamata frame coklat diselipkan dibalik kancing baju depan (di dalam baju bagian perut) dan hanya dipakai saat mengajar atau membaca.

Nah, baju yang sering dipakai itu ada bekas robek yang sudah dijahit dengan benang warna putih sepanjang kira-kira 2 cm. jahitan itu berada di lengan kanan bagian dalam.

Untuk membeli baju baru pasti mudah, tapi beliau orang yang sederhana. Pakaian secukupnya saja, yang penting masih layak dan menutup aurat. Beliau telah melampaui formalitas baju.

Baca Juga:  Ketika Mendidik Anak-anak di Tepian Bengawan Solo Bermakna Obat

Cara Membuka Plastik Bungkus Snack

Ini ajaran kesabaran tingkat tinggi. Jika beliau menerima snack yang terbungkus plastik, beliau membukanya tidak dengan cara merobek plastik tersebut agar cepat dan praktis. Tapi beliau membukanya dengan cara mengurai lipatan talinya (jw: ngusrut dan ngudari), pelan-pelan. Sabar banget.

Hanya orang-orang yang sabarlah yang mampu melakukan ini. Kalau saya sih langsung sobek saja, kesuwen. Toh plastiknya juga akan kita buang. Tapi beliau tidak bermazhab kesuwen seperti saya.

Namun sekali waktu saya tetap berusaha meniru beliau, meneladani kesabarannya.

Menghormati Tamu

Saat berlebaran di rumah beliau, kursi dan meja yang bagus dan empuk sudah ditata rapi khusus untuk menghormati para tamu yang datang. Sedangkan beliau menyiapkan kursi sendiri. Kursi dari kayu (seperti kursi siswa sekolah) dengan posisi berhadap-hadapan dengan para tamu. Kenapa seperti itu?

Saya tidak tahu. Tapi saya menduga kuat itu karena beliau ingin mengajari kita tentang akhlak menghormati tamu. Hal itu juga memudahkan beliau untuk menyapa semua tamu.

Multitalenta

Suatu saat air di pondok tidak mengalir karena mesim pemompa airnya ngadat. Beliaupun langsung turun tangan memperbaikinya dan berhasil. Informasi yang pernah saya dengar, beliau juga padai dalam hal elektronik.

Tulisan Arabnya Bagus

Beliau tulisan Arabnya bagus. Khat Nashi. Menulisnya pelan-pelan, tidak tergesa-gesa. Saat imtihan tahriri (tes tulis) beliaulah yang menulis soal-soal yang berbahasa Arab. Soal itu lalu dicetak dengan model sheet dengan menggunakan kertas buram.

Master soalnya ditulis di kertas kalkir (kertas minyak) lalu dicetak secara manual. Kertas kalkir ditempel di mesin cetak lalu diputar/digiling dengan tangan seperti proses membuat gethuk lindri. Lembar soal tidak difoto copy seperti sekarang meski foto copy sudah ada. Biaya foto copy lebih mahal.

Baca Juga:  Timur Budi Raja dan Manunggaling Kawula Puisi

Menghormati Ilmu dan Buku

Saat berjalan dengan membawa buku, bukunya diangkat dengan tangan kanan sehingga bukunya tepat berada di depan dada, tapi tidak di dekap. Jika ada serpihan kertas yang ada tulisannya maka akan dipungut dan disimpan, apalagi ada tulisan Arab. Menaruh buku di meja juga selalu rapi.

Tipe Pendidik Handal (Murobby)

Saat ada siswa yang terlambat datang ke sekolah, tidak akan langsung diijinkan duduk. Pasti akan ditanya: “Limadza ta’akhkhorta…” (Kenapa Anda terlambat?)

Jika kita mampu memberi alasan yang logis maka oke bisa duduk. Tapi hampir tidak ada yang berhasil lolos meski sudah memberi alasan. Karena itulah dia harus rela nganjir (berdiri di depan kelas) sebagai sanksinya. Bukan karena beliau tidak mau menerima alasan, tapi karena alasannya belum benar.

Saat saya kelas VI (III MA), beliau mengajar Tafsir Jalalain jam pertama, yaitu jam 07.10 WIB.

Suatu pagi saya pernah datang terlambat dengan alasan mobil kol tesennya (colt stesen, mobil angkuatan penumpang) penuh sesak sehingga banyak yang tidak bisa terangkut. Ini sesuai fakta. Bukan mengada-ada.

Beliau: Kenapa terlambat (bahasa arab)

Saya : Karena kendaraannya terlambat (bahasa arab)

Beliau lalu mengatakan: “Kan berangkatnya bisa lebih pagi, biar tidak terlambat?”

Benar beliau. Beliau benar. Sayapun harus ikhlas nganjir di depan kelas. Tapi berusaha santai saja karena teman nganjirnya kan banyak. 🙂

Di tengah proses mengajar, beliau akan memberi satu pertanyaan kepada siswa yang berdiri tadi. Kalau siswa tersebut mampu menjawab dengan benar maka diijinkan untuk duduk.

Ini namanya pelajaran KONSEKWENSI. Pelajaran yang sangat berharga.

Ada sebagian guru yang karena kebaikan hatinya sehingga mengijinkan siswa yang terlambat untuk langsung duduk. Maka siswa tidak mendapat pelajaran dari teledornya. Siswa tidak kapok.

Tapi beliau tidak seperti itu. Siswa harus diajari tanggung jawab dan konsekwensi. Siapapun harus bertanggung jawab dengan apa yang telah dilakukan.
Inilah bedanya ta’lim dengan tarbiyah.

Baca Juga:  Gus Dur dalam Cakrawala Seni

Saat Bertamu Jangan Berpuasa Sunah

Dulu saya kadang-kadang puasa Syawal 6 hari. Saya mulai tanggal 2 Syawal (lebaran hari ke-2). Nah saat saya berlebaran di rumah beliau, saya sedang puasa Syawal. Begitu para tamu dipersilahkan menikmati suguhan, hanya saya yang tidak bereaksi.

Beliau bertanya apakah saya puasa?
Saya jawab YA.

Beliau tidak menyuruh saya membatalkan puasa, tapi berkata: “Disuguhi panganan kok malah poso…” (Disuguhi makanan kok malah berpuasa…).

Nasehat Dan Motivasi Ke Siswa

Setelah tamat dari sini, masyarakat sangat membutuhkan bantuanmu. Banyak orang Islam tahunya hanya shalat dan puasa, maka kewajiban kita untuk mengajarkan dan mengertikan mereka tentang Islam.

Hiasilah dirimu dengan akhlak yang luhur. Ilmu tinggi tanpa didasari akhlak yang luhur hanya akan membawa kerusakan yang besar. Ilmu disertai akhlak yang luhur bisa membawa manfaat besar bagi masyarakat.

Hiduplah dengan memberi manfaat bagi sesama. Apapun profesimu, yang jauh lebih penting adalah manfaat apa yang bisa engkau berikan kepada masyarakat !

Ahad Wage, 23 Juni 1996 (8 Shafar 1417 H.) pukul 19.00 WIB beliau dipanggil menghadap kembali ke sisi Allah swt. Atau jarak 5 hari setelah beliau melepaskan saya dan teman-teman kelas 6 dalam acara haflah akhirussanah, Selasa malam Rabu, 18 Juni 1996.

Tulisan Arab ini merupakan tulisan saya yang mengabadikan tanggal wafat beliau.

Semarang, 31 Mei 2020

 

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *