Story  

Kisah Sepasang Sepatu Bekas

foto: pinterest

Jika hidupmu sehari-sehari terlalu serius, mungkin nggak akan bisa merasakan momen lucu yang saya ceritakan ini. Betul kok. Saya bersyukur bisa sering menemukan kelucuan-kelucuan yang tak terduga. Dan saya yakin, kelucuan itu datang dari Tuhan untuk hambanya yang mengharapkan kewarasan.

Kisah itu jika dituturkan oleh si empunya, jadilah begini. Silahkan menyimak:

Ini tentang sepatu. Remeh banget sih, tapi nggak apa-apa. Sepasang sepatu itu biasa banget. Bentuknya nggak ada unik-uniknya. Standar. Merek Gats keluaran jadul. Di bagian dalam ada tulisan “made in Indonesia”.  Sepatu itu sudah bertahun-tahun saya pakai. Nyaman sekali.

Pada satu malam, saya hendak keluar kota. Semua barang sudah siap di tas. Dan melangkahlah saya ke rak sepatu di teras. Lhaladah, rak kosong. Sepatu raib. Kemana gerangan? Sambil mengumpat-umpat pelan saya cari di tempat lain. Kali aja saya kelupaan. Eh, ternyata memang benar tidak ada. Ya sudah nrimo saja.

Baca Juga:  Kembang Malam Sambut Tahun Baru

Setelah lebih dari lima bulan saya sudah melupakan kehilangan sepatu itu. Hingga akhirnya pada satu malam saya berniat jalan-jalan ke pasar klitikan. Pasar barang-barang bekas. Ke pasar barang bekas bukan suatu hal baru, karena memang saya sering ke sana. Tempatnya luas karena siang harinya untuk tempat parkir pasar super besar. Tak jauh dari pasar barang bekas itu adalah tempat wisata legendaris.  Di sini saya sering membeli buku-buku bekas.

Setelah memarkir motor, saya bersama seorang kawan berjalan melihat-lihat. Belum lima menit jalan, eh mata saya ini mandeg di satu sepatu yang ada di antara ratusan sepatu lain. Sepatu warna coklat. Perasaan saya nggak enak. Saya mendekat dan tanpa memegangnya saya tahu bahwa itu adalah sepatu saya yang hilang.

Baca Juga:  Hujan dan Perlawanan Kami

Singkat cerita saya bertanya ke penjual: “Berapa ini pak?”

“350 mas,” jawab dia.

“Mahal banget pak,”

“Itu ori mas. Harganya ya segitu,” jawab si penjual santai. Suaranya datar saja.

Pikiran saya sudah campur aduk. Geregetan. Sialan bener. Saya harus membeli barang saya sendiri yang dicuri orang. Asem. Sambil berpikir, saya berjalan lagi melihat-lihat. Dan tak lama kemudian saya balik lagi ke penjual itu.

“Pak, ini masak nggak boleh kurang?” tanya saya.

“Nggak bisa mas. Itu barang bagus,” katanya.

Lantaran geregetan campur heran, saya mendekati dia dan berbisik: “Ini sepatu saya pak”.

Penjual itu langsung menoleh tajam dan menjawab “Oh ya ta mas? Sebentar mas. Saya cuma buruh di sini. Saya telpon bos saya ya. Tunggu sebentar”.

Dia lalu menelpon seseorang yang kemudian telepon genggam itu diserahkan kepada saya.

Baca Juga:  Tolong Beritahu Kami Apa yang Dikehendaki Tuhan

“Ngapunten mas. Itu sepatu njenengan ya?”

“Ya mas. Pripun mas?”

“Kita hanya menjual saja mas. Itu juga kita beli dari orang. Nggak tahu lho mas kalau sepatu itu punya masnya. Silahkan ditawar berapa saja saya lepas mas. Monggo!”

Saya bingung. Saya pun menyodorkan angka 100 ribu yang langsung disambut “Nggih mas, nggak papa”.

Uang 100 ribu saya berikan ke penjual yang mengaku yang buruh jaga saja itu. Sepatu dibungkus tas kresek dan saya melangkah pergi. Dalam hati saya bilang: hidup ini memang unik, saya harus membeli sepatu saya yang hilang 100 ribu. Saya membeli barang milik saya sendiri. Saya tertawa sendiri, sampai hari ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *