Selasa 12 Oktober 2021. Supar, petani asal Bojonegoro bercerita panen cabainya gagal. Apa lagi penyebabnya kalau bukan ulah tikus. Awalnya tanaman cabai tumbuh subur dan berbuah lebat. Namun saat memasuki masa panen cabai banyak rontok. Dari rontokannya itu, jika dikumpulkan bisa mendapatkan sekitar sekarung untuk satu harinya.
Sebelumnya, di desa tetangga, Supar sudah mendengar bahwa adanya hama tikus yang menyerang tanaman petani. Dan di desanya sendiri sudah ada tanaman yang gagal dipanen karena serangan tikus. Namun, karena berpikiran bahwa tikus tidak akan sampai ke sawahnya, akhirnya Supar dan para tetangga sawahnya merasa aman-aman saja.
“Panen saya tidak tersisa sama sekali karena adanya hama tikus ini. Berbagai cara telah saya lakukan mulai dengan menyemprotkan cairan wangi wanginan di tanaman, memberi makanan lain, hingga sawah saya pasangi dengan plastik agar tikus tidak bisa makan. Tapi itu semua tidak mengurangi persebaran tikus, malah semakin banyak yang datang menyerang,” keluhnya.
Dalam pititurnya, Supar menjelaskan modal awal yang dikeluarkan Rp 40 juta karena lahannya luas dan ia bermaksud menanami semua. Tapi karena adanya hama ini, hampir semua tanaman di sawah di serang tidak ada satupun yang tumbuh subur.
Tidak hanya Supar saja yang merasakan gelisah, sedih dan campur aduk. Hal ini juga dirasakan seluruh warga di desanya. Hampir semua petani di desanya tidak panen sama sekali, jikalau panen pun hanya sedikit bahka untuk makan sendiri tidak akan cukup.
Berbagai cara telah dilakukan hingga membuat para petani terguncang batinya, mengupayakan banyak hal agar tikus segera pergi. Kalau pun jika tidak pergi, mereka rela memberikan setengah harta yang mereka miliki untuk dimakan tikus. Namun, semakin hari hama tikus semakin banyak dan meraja lela.
”Untuk saat ini para warga sekitar hanya berusaha dan berdo’a agar hama ini segera berlalu dan dapat mengelola sawah dengan tenang lagi,” jelas petani lainnya.
Hama tikus cenderung menyerang tanaman pada malam hari. Sifat tikus yang cerdik menyebabkan berbagai jenis perangkap tidak dapat optimal untuk mengendalikan tikus. Ini dikarenakan tikus punya volume otak yang lain daripada hewan lainnya. Tikus mampu belajar dari pengalaman.
Tikus juga ternyata menyimpan cerita mistis. Tentu ini bukan kenyataan, namun patut kiranya kita ambil sisi positifnya. Petani lain bercerita bahwa pernah bermimpi bertemu seorang wanita saat ia hendak pulang dari sawah. Wanita itu mengenakan jubah hitam pekat dengan membawa cambuk di tangannya. Yang menjadi fokusnya adalah pasukan tikus yang berderet panjang mengikuti wanita itu, seolah mengikuti pawangnya.
Pada masyarakat desa dahulu, petani punya cara khusus mengusir tikus. Mereka mengusir tikus dengan menaburkan awu layan (sisa bakaran kayu) di pojok sawah mereka dengan membacakan surat Yasin dan ayat kursi sebelum ditaburkan. Kemudian mereka memasang orang-orangan sawah agar tikus takut dan tidak memakan tanaman petani. Selain itu mereka juga membiarkan ular sawah agar para tikus di makan oleh ular itu dan mereka tidak lagi susah payah memberantas hama tikus.
Namun hal itu ternyata kini tak lagi ampuh. Tidak berfungsi sama sekali. Tikus tetap ganas menyerang. Lalu, apa yang harus kita lakukan?