Siapa bilang intelektualitas selalu berbanding lurus dengan kualitas hidup seseorang. Orang yang berpendidikan tinggi belum tentu bisa menemukan kebijaksanaan hidup, sebagaimana yang coba dicari oleh para filsuf sepanjang zaman. Hidup itu penuh misteri. Kebijaksanaan bisa datang dari siapapun, tak peduli dia kaya atau miskin, tak peduli dia bergelar profesor atau profesi tukang becak.
“Apa yang bukan jatah dan rezeki saya, tak bisa saya dapat. Kalau teman lain mendapatkannya, dan saya emosi atau iri, jatah rezeki saya malah lari”.
Kalimat bijak itu bukan keluar dari filsuf atau sang motivator dengan pendapatan selangit. Tapi diucapkan oleh Sukiman, seorang tukang becak asal Desa Dlagon, Sukorejo, Delanggu-Yogyakarta.
Bagi Sukiman rezeki itu ada di jalan-jalan. Ketika kendaraan sudah banyak merayap di jalan raya, ia dan tukang becak lainnya harus membawa becaknya bersaing dengan bus, angkutan kota, dan tukang ojek (tambahan: apalagi sekarang ojek online). Ketika banyak orang memiliki motor sendiri, tukang becak tetap bertahan. Ketika harga BBM naik dan semua tarif angkutan naik, tarif becak tetap tidak naik.