Story  

Kopi, Koran, dan Masker

Bagiku, koran minggu dan secangkir kopi sudah berjodoh. Ia dijodohkan oleh kebiasaanku membaca koran minggu dan nyruput kopi. Bukan kopi rumahan, tapi kopi warkop, dengan hiruk pikuk orang lalu lalang, anak-anak muda bicara keras-keras di antara deru mesin motor.

Sejak kapan? Sependek ingatanku, kebiasaan menjodohkan kopi dan koran sudah aku lakukan pada kisaran 2005. Ketika itu saya tinggal di Gresik. Saya langganan Kompas. Tapi tetap memerlukan membawa Jawa Pos. Jadinya merapat ke warung kopi, memesan kopi dan membaca koran.

Kebiasaan itu kemudian berlanjut hingga 2021 ini, ketika saya tinggal di Bojonegoro. Artinya sudah 16 tahun ‘menjodohkan’ kopi dan koran itu berlangsung. Alhasil, jadilah keduanya berjodoh di hari minggu hingga kini.

Sebelum ‘negara api’ covid-19 menyerang, saya biasa berlama-lama di warkop, membaca koran, nyruput kopi dan terkadang membawa laptop menulis esai atau seringnya ya cuma membaca buku. Jadi, jika hari minggu, saya dan istri ke pasar. Istri belanja masuk pasar, saya ‘menggok’ ke warkop setelah mendapatkan koran. Memesan kopi dan menikmati koran sampai ada panggilan istri selesai belanja.

Baca Juga:  Koran dan Milenial, Sebuah Cerita Pengalaman

Tapi, kini suasana agak berbeda. Covid-19 sudah dua tahun ‘menghajar’ masyarakat. Selain kopi dan koran, kini ada satu kebutuhan lagi, yakni masker. Jadi di perjalanan ke warkop, kini harus bermasker untuk melindungi tubuh dari virus. Jika d warkop, masker ada di atas meja atau kadang di atas tas. Jika bergeser dari meja, masker dikenakan lagi. Sekaligus jaga-jaga jika ada operasi yustisi masker.

Kopi, koran dan masker seperti satu keluarga. Saya membayangkan mereka akan saling menguatkan di tengah pandemi yang membuat banyak orang kehilangan akal sehat. Banyak orang memakan apa saja yang katanya katanya bisa menghindarkan dari virus. Ada isu susu dengan merek tertentu bisa menyembuhkan orang dari covid-19, maka susu itupun diburu. Ketika satu jenis vitamin bisa menangkal virus, maka vitamin itu pun hilang di pasaran. Ini mirip sekali masker medis yang hilang di pasaran dan kemudian harga melambung.

Baca Juga:  Mukicoi Bertemu Polisi

Minggu lalu, saya mencari koran dan nyruput kopi. Lalu saya ke Indomaret mencari susu itu. Ternyata tidak ada. Saya tidak tahu jika susu itu sedang diburu, karena memang sudah lama biasa mengonsumsi susu itu. Akhirnya saya coba untuk membeli di tempat lain, hasilnya ternyata sama saja. Saya baru ‘ngeh’ ketika pulang dan mendapati banyak berita mengenai kelangkaan susu ini.

Saya kemudian ke apotek, bermaksud membeli madu dan vitamin. Persediaan madu untuk anak saya sedang habis, dan vitamin juga habis. Eh, ternyata madu dan vitamin semua kosong. Ada apa ini? Biasanya madu dan vitamin menumpuk di apotek dan jarang sekali ada yang membeli. Apa sedang terjadi kepanikan luar biasa di masyarakat akibat aturan PPKM darurat?

Baca Juga:  Kisah Raden Pabelan Mengejar Cinta Retno Pembayun

Entahlah. Saya hanya berpikir positif saja, bahwa banyak orang ikhtiyar untuk selalu sehat. Salah satunya mengonsumsi madu, susu, dan vitamin yang banyak. Bukan lantaran ikut-ikutan isu yang lebih banyak memengaruhi psikologis saja.

Semoga kita selalu sehat. Mari nyruput kopi, membaca koran dan selalu memakai masker (tapi saat nyruput kopi, masker tetap dilepas lho, hehe)

Bojonegoro, 5 Juli 2021

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *