(sebuah karya fiksi)
“Lek, kopyah hajimu apa masih ada? Yang kau beli asli dari Mekkah lho”
“Sudah saya kasihkan orang semua, tinggal satu untuk saya sendiri”
“Kalau masih ada kan saya bisa minta, atau kalau yang tinggal satu itu lek Rohmadi tidak mau pakai mbok dikasihkan saya saja, saya kan keponakan yang belum kebagian”
“Mbok jangan, kopyah ini saya kenakan kalau hari atau acara tertentu saja,” jawab Lek Rohmadi datar.
Kopyah digenggamnya erat. Ia begitu menyukai kopyahnya tersebut.
***
Belum genap setahun Rohmadi ditinggal mati oleh Sulikah, isterinya. Berdua mendaftar haji, namun enam bulan sebelum tanggal keberangkatan Sulikah pada suatu pagi jatuh di kamar mandi, tidak sadar, dilarikan ke rumah sakit dan meninggal karena perdarahan otak. Rohmadi harus menjalani takdir berangkat haji sendirian.
Selama mereka hidup bersama, Rohmadi adalah tipe suami pencemburu. Tiap kali Sulikah keluar rumah, meski hanya sekedar belanja di warung sebelah atau pergi menyambangi cucu yang jaraknya hanya beberapa langkah, ia pulang mesti menghadapi Rohmadi yang marah. Hal itulah yang mungkin membuat Sulikah semakin parah kondisi penyakitnya dan membuat tekanan darahnya meninggi. Sewaktu masih hidup tak jarang Sulikah menerima bogem mentah.