Membaca koran (fisik) memiliki keunikan sendiri daripada membaca lewat online. Mungkin hal ini biasa bagi orang-orang dewasa yang membaca koran sejak dulu. Namun menurut saya yang tidak bisa lepas dari gedget, membaca koran memiliki kesan uniknya tersendiri.
***
Memiliki hobi membaca tentu saja baik, khususnya bagi pelajar dan mahasiswa. Namun umumnya, hobi membaca ini hanya sebatas membaca novel kesukaan atau cerita pada aplikasi Watpad.
Terkait dengan bahasan berat seperti hal-hal yang berbau materi, seperti buku pelajaran, buku sejarah atau yang lainya, mereka kurang beminat. Bisa jadi, hal ini disebabkan karena hobi membaca bukan karena kesadaran pentingnya membaca, tapi hanya untuk menghibur diri saja.
Jika dilihat dengan seksama, ada banyak jenis dan sumber bacaan yang bisa didapat dengan mudah. Seperti cerpen, roman, berita, sejarah dapat dengan mudah dicari dan ditemukan dengan mudah melalui gedget. Ada banyak web dan aplikasi yang menyediakan layanan-layanan tersebut, mulai dari yang gratis hingga berbayar.
Selain itu juga, lebih banyak kemudahan yang didapatkan saat mengakses web dan aplikasi jika daripada harus membeli atau meminjam bahan bacaan. Kemudahan-kemudahan ini adalah lebih praktis, mudah, hemat ruang, mudah diakses dan lebih hemat biaya.
Jika buku hadir dalam dunia digital dengan ebook nya, koran hadir ke dunia digital masyarakat melalui media olinenya, ada juga bentuk e-koran. Ini sebagai versi lain dari yang biasa berjalan melalui distributor, loper hingga, pengecer hingga pembeli.
Koran di mata milenial
Koran kertas hari ini menjadi kurang diminati oleh masyarakat, khususnya pada golongan mudanya atau biasa disebut dengan generasi milenial. Mereka lebih cenderung menyukai hal-hal yang simple dan praktis, dan sebagian lainya lebih menyukai game dan aplikasi seperti Titktok.
Saya sendiri mulai membaca koran mulai pada akhir-akhir ini. Menurut saya membaca koran itu memiliki keunikan sendiri dari pada membacanya secara online. Mungkin hal ini biasa bagi orang-orang dewasa yang telah suka membaca koran terlebih dulu. Namun menurut saya yang tidak bisa lepas dari gedget, membaca koran memiliki kesan uniknya tersendiri.
Habit membaca koran ini saya mulai sejak saya mengikuti Sekolah Jurnalistik Sosrodilogo (SJS) pada bulan Agustus 2021. Ya, meskipun hanya hari Sabtu/Minggu saya membeli koran. Selebihnya saya membacanya ketika ada koran saja, seperti di tempat-tempat umum.
Keunikan yang membuat saya menyenangi koran ini, khususnya di hari weekend, adalah karya-karya jurnalistik yang disajikan lebih menarik, lebih santai dan lebih bebas. Seperti karya-karya cerpen, esai atau pun sosok yang dapat ditemukan pada koran weekend. Misalnya pada koran weekend dari KOMPAS atau Jawa Pos yang secara rutin menyajikan karya-karya tersebut.
Pernah saya lalukan survei kecil melalui media sosial Instagram saya secara poling presentasi antara penting dan tidak penting membaca koran itu. Ada 200+ yang melihat polling. Mereka rata-rata berusia 16-28 th. Hasilnya, sebanyak 38 orang menjawab penting dan 4 lainya menjawab tidak penting. Hal ini menunjukkan, bahwa sebagian besar masyarakat ini masih menganggap bahwa koran itu penting. Selebihnya mereka yang tidak menjawab mungkin karena tidak mengenal saya dan menganggap poling tersebut tidak penting.
Setelahnya, saya mencoba menanyai salah satu akun yang menganggap koran tidak lagi penting. Jawabanya begini: “Ya sekarang inikan sudah ada banyak media online, berita online. Bahkan bisa dibilang itu lebih update dari pada koran yang harus nunggu satu hari setelahnya.”
Saya kira hal ini juga tidak salah, dengan kecepatan teknologi yang begitu singkat dalam menyalurkan informasi dari satu titik ke titik lainya atau disebar luaskan pada para pengguna media dan masyarakat.
Perlu adanya perubahan yang seimbang dari dua sisi ini, pertama, dari para milenials yang harus menyukai membaca dan mencari informasi. Kedua, dari media koran yang harus dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan sekaligus kesukaan milenial sekarang ini, sehingga koran dapat kembali diminati dan tidak semakin tenggelam eksistensinya.