Malam kemarin, Pak Prawoto mendukung Kroasia. Selain bosan dengan negara-negara besar yang memenangkan Piala Dunia, permainan Kroasia jauh lebih memukau. Dan satu lagi, kehadiran Kroasia dijadikannya motivasi bahwa negara-negara kecil yang tidak terlalu terkenal, tetap berpotensi memenangkan trofi Piala Dunia.
Tapi, prediksi Pak Prawoto dalam mendukung Kroasia salah. Kroasia yang dia dan beberapa temannya itu jagokan, ternyata kalah dari Prancis dengan skor 2-4. Apakah mereka bersedih saat melihat Kroasia kalah? Tentu bersedih. Meski bukan bagian dari NKRI, melihat perjuangan Kroasia gagal di final tentu menimbulkan empati tersendiri. Apalagi, motif kostum Kroasia kemarin berwarna merah-putih. Kekalahan yang mewakili Indonesia, kata mereka.
Tapi, Pak Prawoto dkk tentu tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan. Sebab, kemenangan bukan hanya sesuatu yang bisa dilihat di atas papan skor, tapi yang tersembunyi pun ada, kalau mau mencarinya. Dan bukan gangkecil jika tidak mampu mencari kemenangan di balik kekalahan. Prancis boleh memenangkan Piala Dunia, tapi biarkan Kroasia tetap memenangkan hati para pendukungnya.
Dengan komposisi banyak pemain bintang bergaji tinggi, Prancis terbukti kalah ball possession dari Kroasia hingga perbandingan separuhnya : 39 banding 61. Ini tentu catatan positif bagi Kroasia. Meski rata-rata berusia lebih tua, Kroasia mampu menguasai bola dan bermain lebih cantik dibanding Prancis. Kroasia memenangkan ball possession. Dan kerap membuat ndredek pihak lawan. Tentu itu sebuah kemenangan.
Dalam laga tersebut, jumlah tendangan sudut (corner kick) Kroasia juga lebih banyak dibanding Prancis. Tercatat 2 banding 6 tendangan sudut. Ini tentu menunjukkan betapa kreatif dan kuatnya serangan Kroasia dibanding Prancis. Belum lagi, jumlah kartu kuning Kroasia juga lebih sedikit dibanding Prancis: 1 banding 2. Itu menunjukkan bahwa serangan-serangan Kroasia kerap membuat panik lawan hingga terpaksa melakukan pelanggaran untuk menghentikan ancaman.
Yang terpenting dari itu semua, Luka Modric dkk telah menang. Menang melawan pencapaian diri. Sejauh ini, penampilan paling moncer Kroasia di Piala Dunia terjadi pada Piala Dunia 1998 Prancis.
Kala itu, Kroasia mampu finis urutan ketiga. Dan setelah tahun itu, ia hanya mampu menembus babak grup saja. Jadi, jika malam ini Kroasia mampu menembus final, tentu capaian baik. Terbaik bahkan. Sebab, dia mampu menandingi capaian sebelumnya. Dia mampu mengalahkan (capaian sebelumnya) dirinya sendiri.
Kroasia, terlepas dari hanya menjadi juara dua, telah memberi nasehat pada kita bahwa negara kecil dan tidak terkenal pun tetap bisa bermain percaya diri melawan negeri para filsuf. Kroasia bermain jauh lebih memukau di ajang Piala Dunia. Buktinya, dia mampu mendominasi pertandingan melawan Prancis. Kalau Kroasia saja bisa, kenapa Indonesia tidak? Toh nama negara kita berakhiran sama: sia.
Di sisi lain, kemenangan Prancis menunjukkan efektivitas hidup. Sederhana, hemat dan tidak boros. Prancis mengaplikasikan kata-kata mutiara: hemat (serangan) pangkal kaya. Prancis jarang menyerang. Dia lebih kerap bertahan. Tapi sekalinya nyerang, direct kaya orang nagih utang. Prancis mengajarkan pada kita agar tidak berlebihan dalam hal apapun, namun tidak kehilangan fokus.
Bagi Prancis, kemenangan ini cukup berarti. Mampu membayar kekalahan memalukan di kandang saat melawan Portugal pada Euro 2016 silam. Sebagai tuan rumah yang menghabiskan banyak biaya, gagal di final lawan tim semenjana yang jarang menang dan hanya bermodal seri tentu menjadi momen menyedihkan. Kita tahu, saat Euro 2016, Portugal bermain tidak bagus-bagus amat tapi justru malah menang dan mampu mengalahkan Prancis sang tuan rumah. Tentu itu sangat menyakitkan. Jadi, jika malam ini Kroasia memberikan kemenangan pada Prancis tentu wajar. Justru sangat kasihan dan menyakitkan jika Prancis sampai kalah (lagi).
Tetapi, di atas itu semua, kemenangan dan kekalahan tentu sesuatu yang wajar. Dalam hidup, ada yang harus berperan sebagai si kalah dan si menang. Di mana, pada keduanya kita bisa banyak belajar. Belajar mengalahkan nafsu berlebih, sekaligus belajar menang melawan diri sendiri.