Story  

Lebaran Adalah Kenangan Masing-Masing

foto: pinterest

Lebaran adalah momen nostalgis. Bertemu orang tua, sanak saudara dan kawan lama adalah bahagia yang takkan ditemukan di tempat kerja. Apapun pekerjaanmu, percayalah, kau akan lebih memilih pulang ke rumah daripada berlebaran di kantor. Itupun jika ada kantor yang masih buka saat lebaran.

Selain budaya sungkeman dan saling memaafkan, lebaran adalah ruang berbagi kenangan. Itu alasan kenapa sering ada undangan reuni saat lebaran. Seperti makna harfiahnya yang Re-Union: menyatukan yang pernah terjalin. Reuni juga menyatukan kisah-kisah masalalu.

Kita tahu, saat reuni, jarang sekali ada pembahasan masadepan. Sebaliknya, lebih banyak masalalunya. Alasanya, masalalu lebih menarik ditertawakan daripada mengkhawatirkan sesuatu yang belum pasti terjadi: masadepan.

Bertemu kawan lama tentu menjadi momen paling langka. Apalagi teman bermain masakecil di kampung. Tak ada lagi urusan bisnis. Yang ada hanya tawa dan saling bercanda. Menghabiskan waktu seharian penuh—sambil mengingat-ingat kebodohan masakecil—tentu lebih membahagiakan daripada merencanakan target masadepan. Iya, Kan?

Baca Juga:  Doa di Pagi Hari Lengkap Penuh Keberkahan

Menanyakan berapa kali kita bolos mengaji dan kapan terakhir kali kita dijewer Kiai, tentu lebih menyenangkan daripada menanyakan target pekerjaan atau menanyakan kapan nikah? Atau kapan bawa istri ke rumah?. Tahun lalu, saya menganggap itu pertanyaan paling menakutkan di muka bumi—tapi tidak untuk tahun-tahun ini. hehe

Bagi saya, lebaran adalah jeda bagi jiwa yang tak pernah lelah bekerja. Jiwa, sama halnya raga. Kadang lelah. Butuh istirahat. Butuh makan. Kadang juga butuh piknik. Nah, bertemu kawan lama, berbincang ngalor ngidul sambil menghabiskan bertoples jajan Hari Raya adalah piknik paling efektif, menurut saya.

Selain  takbutuh banyak biaya, bawaannya hanya ingin tertawa. Coba bayangkan, apa ada tema reuni yang sedih dan kelam? Pasti tidak kan? Yang ada hanya bahagia, terkejut dan tidak menduga. Misalnya, wajah teman kita yang mulai berubah, tubuh semakin tambun, jenggot semakin lebat,atau kehadiran anak kecil dalam kehidupan mereka. Itu menyenangkan. Membahagiakan.

Menurut saya, bahagia saat Hari Raya memiliki maqom berbeda dari bahagia-bahagia lainnya. Perjumpaan orang tua yang telah lama berpisah dari anaknya, tentu berbeda dari bahagianya mendapat bonus seusai bekerja. Bahagia pertama mengandung haru dan sunyi tak terungkap, sedangkan bahagia kedua hanya kepuasan nafsu belaka.

Baca Juga:  Meditation of Room

Itu sebabnya banyak orang tua menangis pada Hari Raya saat bertemu anaknya yang telah lama berpisah. Sebaliknya, saya takpernah melihat teman saya menangis ketika mendapat bonus. Itu karena hari raya adalah momen bahagia yang istimewa. Suwung tanpa kata-kata.

Di kampung saya, pada lebaran hari pertama, ada tradisi tahunan. Para santri, dari generasi tua hingga paling muda, berkumpul dan sambang ke ndalem Kiai. Disana, kami tidak diajar mengaji maupun diberi penjelasan kitab. Melainkan ngobrol biasa bahkan tidak jarang saling bercanda.

Kiai selalu bercerita tentang kenangan masalalu. Kisah lucu saat kami mengaji. Masakecil yang selalu terekam jelas pada ingatan beliau. Seringkali beliau berseloroh lucu dan kami tertawa bersama. Istimewanya, selalu ada selipan pesan moral pada kisah yang ia ceritakan.

Baca Juga:  Ngaostik 7, Gelak Haru dan Kenangan yang Menggebu

Itu membuat saya mahfum.  Kami hidup tidak pernah lepas dari kenangan. Kenangan menjadi komposisi pembangun kisah hari ini. Saya  meyakini, Tuhan melengkapi tubuh kita dengan aplikasi filter kenangan. Kenangan indah perlu dipelihara. Kenangan buruk harus dilupa. Kenangan lucu? Tentu, kita kisahkan saat hari raya.

Selamat berlebaran, selamat bernostalgia dengan kenangan-kenangan yang lucu.

____________

*) Penulis adalah jurnalis muda Bojonegoro. Menyukai kopi dan buku. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *