Lebaran Waktunya Mengenali Jejak Sejarah Keluarga

Apa yang berbeda di lebaran tahun ini?

Dalam acara reuni keluarga yang sudah digelar, terselip buku kecil nan tipis berisi penelusuran jejak sejarah keluarga dan membeber silsilah keluarga. Harapannya generasi sekarang bisa mengetahui sejarah keluarga, meneladani perilaku-perilaku baik, dan memohonkan ampun atas semua kekhilafan para pendahulu.

Dalam upaya penelusuran sejarah itu, ada nama Mbah Sariman. Dari catatan di Kartu Penduduk yang masih tersimpan baik, diketahui Mbah Sariman lahir tahun 1911 di Desa Bungur, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro. Beliau pernah menjabat Kamituwo atau kepala dusun, serta pernah menjabat Kepala Desa Bungur.

Namun tulisan ini bukan hendak memotret sosok Mbah Sariman, karena penelusuran jejaknya sudah saya lakukan dan menghasilkan satu buku kecil untuk kalangan keluarga. Akan tetapi yang menarik dan hendak saya tulis adalah tentang kehidupan masyarakat Bungur di masa lampau.

Baca Juga:  Apakah Kita Ini Orang Baik?

Pada tahun 1960 an, kelompok kesenian di desa-desa begitu marak. Wayang wong dan reog banyak tampil di kampung-kampung dan meninggalkan kekangenan warga pada kelompok-kelompok seni tradisional tersebut. Maka, di beberapa desa dibentuklah kelompok kesenian, diantaranya kelompok seni reog dan kelompok seni wayang wong.

Kita tidak harus membayangkan bagaimana sulitnya kelompok seni itu bisa terbentuk. Karena pada masa hampir semua orang menyukai seni tradisi Jawa. Kelompok-kelompok seni itu biasa keliling dari kampung ke kampung dengan rombongan kecil membawa peralatan yang diangkut menggunakan pedati (cikar).

Baca Juga:  Bagiku Pilgub Jatim Itu Balapan Bus Mira dan Sugeng Rahayu

Mbah Sariman, mbah buyut istri saya, menurut cerita yang saya dapat, punya kelompok seni reog juga. Seperangkat gamelan juga dimilikinya. Bahkan, pagelaran wayang wong, reog, atau jatilan sering digelar di halaman rumah yang kini kami tempati, yakni rumah joglo lawas. Pada masa itu, rumah-rumah masih sangat jarang, dan pagar-pagar rumah adalah berupa tetumbuhan, bukan pagar besi atau kayu seperti sekarang.

Saya sangat menyukai sejarah lokal. Sejarah yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kehidupan kami saat ini. Kami berasal dari desa, maka kisah kehidupan masyarakat desa di masa lampau sangat mengasyikkan untuk di dengar. Saya bisa membayangkan betapa beda kehidupan masyarakat desa pada masa 1960 an dan masa kini.

Baca Juga:  Unugiri Bojonegoro Tutup KKN dengan Gelar Bazar Produk Mahasiswa

Sembari menelusuri sejarah keluarga, saya memunguti foto-foto lama yang mengabadikan momen-momen spesial keluarga. Juga membayangkan bagaimana masyarakat dulu menjalani kehidupan sehari-hari, yakni ketika rumah-rumah masih terbuat dari kayu jati dan bambu, banyak halaman berupa tanah lapang, dan di beberapa titik ada sumur yang dimanfaatkan warga lingkungan sekitar.

Ya, menelusuri sejarah keluarga juga bisa memantik penelitian-penelitian sejarah masyarakat di masa lampau. Karena penyingkapan beragam sisi kehidupan masyarakat lokal belum banyak dilakukan. Mulai sisi arsitektur rumah, seni pertunjukan, dan lain sebagainya.

Dan momen reuni keluarga saat lebaran bisa menjadi awal untuk penelitian masyarakat di masa lampau.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *