Saya sebenarnya heran, betapa pelupanya teman saya ini, Mukicoi. Kalau sekadar sekali dua kali lupa sih nggak apa-apa. Tapi lupanya satu ini sudah kebangetan. Serius.
Ceritanya, Mukico ini rajin sekali menjalankan ibadah puasa sunah Senin dan Kamis. Nah, dalam berpuasa itu makan ataupun minum dianggap tidak membatalkan puasa kalau dia sedang lupa. Mukicoi, seringkali dalam kondisi puasa sunnah tiba-tiba nimbrung ketika kami sedang makan bersama (jawa: bancakan).
Oh ya, untuk pembaca yang belum mengenal sosok Mukicoi sebelumnya, perlu saya kenalkan siapa dia. Dia adalah sahabat saya di sebuah organisasi kepemudaan yang bergerak di bidang pendidikan yaitu Forum Putra Daerah Peduli Pendidikan (FPDP2) di Kota Kediri. Mukicoi bukan nama sebenarnya, tetapi sosoknya bukan berarti tidak ada kan?
Ada satu cerita lupa Mukicoi paling fenomenal. Suatu hari, kami diminta bantuan oleh salah satu teman di organisasi untuk bersih-bersih rumahnya karena akan ada hajatan. Kami datang kira-kira pukul 9 pagi. Sesampai di sana kami langsung menjalankan aktifitas bersih-bersih. Ada yang menyapu, mengepel, mengecat, merapikan taman dan lain sebagainya.
Saat kami menjalankan aktifitas bersih-bersih, hal yang paling kami tunggu akhirnya tiba. Ibu tuan rumah menghidangkan banyak sekali makanan dan minuman. Sambil beraktifitas, kami menikmati hidangan tersebut. Maklum, anak kost, kalau dengar makanan langsung serbu tanpa basa basi. Tapi ada hal yang ganjil waktu itu. Mukicoi, si tukang makan, selain si pelupa, sama sekali tidak menyentuh makanan dan minuman tersebut.
“Coi, tak biasanya, kamu tak tertarik makanan”, tanya salah satu teman.
“Sorry men.. Gue puasa hari ini,” jawab Mukicoi.
“Puasa?”, kata saya dalam hati. Tadi pagi kan…
“Loh Coi, tadi kan..” Mukidin berkata dan langsung saya potong kata-katanya.
“Ssssttt..” kata saya meminta Mukidin diam.
“Jangan dikasih tahu,” tambah saya setengah berbisik kepada Mukidin.
Perlu diketahui, pada pagi hari sekitar pukul 6.30, saya, Mukicoi dan satu teman, sebut saja Mukidin, pergi ke warung kopi untuk ”ngopi” bersama. Bahkan Mukicoi waktu itu juga makan nasi ketan yang dijual di warung tersebut.
Saya dan Mukidin sepakat untuk tidak mengingatkan Mukicoi bahwa hari ini dia sedang tidak berpuasa. Teman-teman lain dan tuan rumah tidak mengetahui perihal ini. Mereka mengira bahwa Mukicoi benar-benar puasa. Dan mereka menghormati dan tidak memaksa Mukicoi untuk makan. Bahkan Tuan rumah seringkali mengingatkan Mukicoi agar seringkali berisitirahat agar tidak kelelahan karena berpuasa.
“Tenang bu.. saya sudah biasa. Insya Allah kuat,” kata Mukicoi.
Menjelang siang hari, ibu tuan rumah meminta kami untuk makan siang. Menunya spesial. Ayam kare. Kami semua makan dengan lahap. Kecuali Mukicoi, dia memilih menjauh dan tidur-tiduran di lantai.
“Kasihan Mukicoi. Kita kasih tahu yuk kalau dia tidak sedang berpuasa,” kata Mukidin mengusulkan.
“Nggak usah.. tenang aja. Ngerjain orang harus sampai hatam,” jawabku.
“Tapi kasihan benar tuh Mukicoi,” kata Mukidin merasa iba.
“Tenang Din.. Saya yakin dia nanti akan dapat makanan bawaan dari ibu. Setelah itu baru kita beri tahu dia,” jawabku meyakinkan Mukidin.
Akhirnya kami menyelesaikan makan siang kami tanpa Mukicoi.
Setelah semua urusan makan beres, kami ke musholla terdekat untuk sholat dluhur lalu istirahat sebentar dan melanjutkan bersih-bersih. Sekitar pukul dua siang pekerjaan selesai dan kami pamit.
Sesampainya di basecamp, kami beristirahat sambil mengobrol. Di saat itulah saya berkata kepada Mukicoi.
“Coi.. Ingat nggak pagi tadi setelah subuh kita ngapain?,” tanya saya ke Mukicoi.
“Jalan-jalan muter kampung terus ngopi,” Jawab Mukicoi polos.
“Hei dengarkan teman-teman,” kata saya kepada teman-teman di ruangan dengan nada keras..
“Pagi tadi Mukicoi bersama saya dan Mukidin ngopi di warung. Tetapi dia bilang kalau dia sedang puasa,” tambah saya bersemangat.
“Kasihan Mukicoi tadi nggak merasakan nikmatnya ayam kare,” tambah Mukidin menahan tawa.
Hahaha.. meledaklah tawa kami semua.
“Kebangeten awakmu Din,” kata Mukicoi dengan muka yang kali ini menunjukkan rasa menyesal telah melewatkan hidangan lezat.
Apesnya lagi, tuan rumah ternyata tidak membawakan makanan untuknya. Tapi kami nggak tinggal diam. Setelah mengerjai Mukicoi, kami bantingan mengumpulkan uang untuk makan siangnya. Dipikir-pikir ya aneh. Orang biasanya lupa kalau dia sedang puasa. Lha ini dia lupa kalau sedang nggak puasa. Oalah coi.. Mukicoi.
_________________
*) Penulis tinggal di Kota Kediri, dan sekarang sedang menyiapkan buku tentang Mukicoi.