Agil harus menempuh perjalanan 25 kilometer untuk ke kampus. Di sela kuliah, ia menjadi staf tata usaha di sebuah Yayasan di Kecamatan Ngasem. “Alhamdulillah hingga saat ini semuanya berjalan baik,” katanya.
——
Sebagai mahasiswa, rasa tanggung jawab bukan saja ditunjukan untuk dirinya sendiri. Melainkan juga untuk keluarga dan masyarakat di sekelilingnya, oleh karena itu tidak sedikit mahasiswa yang memiliki aktivitas lain di luar kebutuhanya sebagai mahasiswa di kampus. Ada beragam pekerjaan yang dilakoni oleh mahasiswa-mahasiswa ini, seperti bekerja freelance untuk mereka yang ahli di bidang fotografi, videografi ataupun desain.
Ada juga yang melakoninya separuh waktu sebagai penjaga toko dan kedai kopi. Selain seabagai freelance dan pekerjaan separuh waktu, tak sedikit juga yang bekerja full time sebagai karyawan toko, staf karyawan kantor hingga guru.
Beragam faktor yang melatarbelakangi mahasiswa – mahasiswa tetap melakoni peran ganda ini, yakni tanggung jawab mereka sebagai mahasiswa dan tanggung jawabnya pada pekerjaan yang dilakoni. Ada yang melakoninya karena faktor relasi, agar nantinya setelah lulus kuliah mendapatkan pekerjaan yang layak. Ada juga di latarbelakangi oleh kebutuhan ekonomi, umumnya selain untuk biaya kuliah juga untuk biaya hidup.
Agil Mutiara Nurjanah (20), atau yang kerap dipanggil Agil merupakan salah satu mahasiswa dari Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri (Unugiri) Bojonegoro. Setiap kuliah ia harus pulang pergi sejauh 25 km. Hal ini Ia lakukan karena selain berkuliah di Unugiri, Ia juga menjadi staf tata usaha di salah satu Yasasan di Kecamatan Ngasem.
Baginya hal ini adalah sebuah keharusan. Ia beralasan, karena tidak semua orang dapat terlahir dalam keluarga yang berkecukupan secara finansial, yang sehingga dapat melanjutkan kuliah dengan mudah. Selain itu, ia juga berkeinginan untuk bisa kuliah dengan biayanya sendiri tanpa harus memebani kedua orang tua.
Baginya, motivasi terbesar untuk tetap berkuliah adalah, untuk membuktikan bahwa meskipun Ia berasal dari keluarga yang kurang berkecukupan, Ia mampu mencapai kesuksesan. Sekaligus untuk mematahkan stigma masyarakat jika wanita itu hanya bisa macak, masak dan manak. Menurutnya, dengan ilmu pengetahuan yang luas dan pendidikan yang tinggi peran wanita itu bisa lebih dari itu.
Dalam obrolan kami, ia juga menyampaikan bahwa kerja sambil kuliah itu tidaklah mudah. Hal yang paling penting adalah bagaimana cara kita mengatur waktu dan pikiran. “Apalagi jika jadwal antara kuliah, kerja, sekaligus harus membantu orang tua di rumah itu bersamaan. Itu yang paling susah, salain waktu, pikiran kita juga harus terkuras habis karenanya. Namun Alhamdulillah hingga saat ini semuanya berjalan baik,” tuturnya.
Tak jauh berbeda dengan Agil. Aziz (20), Mahasiswa dari STIE Cendikia Bojonegoro juga harus melakoni dua peran sekaligus. Selain sebagai Mahasiswa, Ia juga bekerja sebagai steward di salah satu restoran di Bojonegoro. Sebelum Ia memutuskan untuk bekerja dan berkuliah, Ia juga sempat mencoba peruntungan di dunia militer dengan mendaftar sebagai TNI.
Alasan Aziz memutuskan untuk kuliah sambil bekerja adalah karena keterbatasan biaya. Ia mengatakan, daripada harus berpangku tangan kepada orang tua di usia dewasa ini,alangkah baiknya jika kita bisa mencukupi kebutuhan kuliah secara mandiri.
Menurutnya, kesulitan ketika kuliah sambil bekerja adalah dalam membagi waktu. “Susahnya itu kalo harus membagi waktu. Khususnya kalo jadwal kuliah itu weekend, saya tidak bisa izin di waktu weekend dari pekerjaan Saya. Jadi saya harus izin berkuliah jika demikian.” Kata Aziz.
Dua orang Mahasiswa ini adalah contoh sebagian kecil dari Mahasiswa-mahasiswa yang ingin memiliki kehidupan yang lebih baik daripada sebelumnya. Barangkali ada yang lebih mudah perjuangannya karena previlege keluarga, ada pula yang ingin memiliki keluarga yang memberikan kemudahan kelak pada anaknya.