Membaca berita menjadi kebutuhan primer bagi tiap insan di era media sosial. Tapi, membaca berita juga jadi pemicu berbagai masalah dalam kehidupan umat manusia di era digital. Membaca berita, disadari atau tidak, kerap menjadikan kita pribadi yang reaksioner dan responsif dan mudah tersulut kemarahan, alih-alih jadi bijaksana.
Tensi membaca berita, bahkan melebihi makan ataupun minum. Jika makan sehari minimal 3 kali, membaca berita bisa 3 kali lipatnya dalam sehari. Parahnya, jika makan hanya berdampak rasa kenyang dan ngantuk, membaca berita bisa berdampak lebih negatif dari kekenyangan; kekalutan, kecemasan kemarahan hingga perpecahan bangsa dan umat manusia, tercatat hampir terjadi hanya karena membaca berita.
Secara tidak sadar, sebenarnya banyak hal buruk terjadi justeru ketika kita membaca berita. Terutama berita-berita yang di-posting dengan judul m3w4h dan miskin isi dan sensasional dan membacanya pun harus melalui next page -next page itu. Belum lagi, jika berita itu digeret ke ranah politis. Orang baik, pendiam dan memiliki sopan santun pun, bisa dengan cepat menjadi manusia berperangai buruk hanya karena membaca berita.
Buruknya kondisi psikologis kita juga disebabkan apa yang kita baca. Sebab, bacaan itu seperti makanan. Apa yang kita masukkan pada tubuh, tentu berdampak pada apa yang kita keluarkan dari tubuh. Jika memakan makanan baik, keluarnya juga baik. Sebaliknya, jika memakan makanan buruk, outputnya pasti buruk. Nah, jika membaca berita yang buruk? Hemmh
Kecemasan, kekhawatiran, hingga perasaan tidak aman, sebenarnya hadir dari berita yang kita baca. Andai kita tidak membaca berita yang berisi konten buruk dan memicu reaksi, sebenarnya kehidupan kita tentram-tentram saja. Kawan saya pernah mencoba tidak membaca berita selama dua minggu, toh kehidupannya tenang-tenang saja. Dan dia tetap masih bisa menikmati kehidupan secara bahagiawi.
Informasi – sebagai-sesuatu-yang-penting-bagi-kehidupan. Adagium ini kayaknya sudah tidak kontekstual pada masa banjir informasi seperti saat ini. Informasi yang pada zaman dulu menjadi makanan mewah dan menyehatkan pikiran, saat ini tampaknya sudah bergeser. Sebab, saban hari, produksi informasi berunsur mengkhawatirkan jauh lebih banyak daripada produksi informasi yang memiliki unsur membahagiakan.
Manusia cenderung suka mendapat informasi yang tidak biasa dan aneh dan wow dan belum didapat sebelumnya. Kesempatan itu dimanfaatkan kartel informasi untuk memproduksi informasi sebanyak mungkin. Nah, ketika bahan berita mulai berkurang, mereka memproduksi hoax.
Sebagai pembaca berita, kita ini konsumen pasif yang sangat penurut. Sesekali dikasih berita baik, dibaca. Berulangkali dikasih berita buruk, juga tetap dibaca. Dan pembaca berita adalah makanan empuk bagi pabrik berita. Dan kita tidak menyadari itu.
Lebih parah lagi, dampak dari proses mengkonsumsi berita itu kini menjadi monster mengerikan. Andai mau jujur, banyaknya manusia pehobi marah-marah dan potensi bangsa yang terpecah belah, juga disebabkan konsumsi baca berita mencemaskan secara berlebihan.
Yang perlu kita ketahui, dengan tidak baca berita, kita bakal tetap hidup kog. Dengan tidak up-to-date pada berita-berita pemicu kecemasan, kita bakal tetap bisa menikmati kehidupan yang menyenangkan kog.
Kehidupan tidak banyak berubah dengan kita membaca berita buruk. Kalaupun berubah, mungkin hanya suasana hatimu saja. Kamu jadi tahu kalau si dia sudah punya gebetan baru. Dan itu tentu merubah hati yang senang jadi gak mood. Andai selama beberapa hari seluruh manusia di muka bumi tidak membaca berita buruk, saya percaya dunia akan baik-baik saja dan mungkin lebih baik.
Tidak membaca berita buruk bukan berarti tidak membaca blas lho. Masalah besar saat ini adalah jumlah pembaca berita buruk jauh lebih besar daripada pembaca berita bagus. Karena itu, jangan heran jika saat membaca berita, alih-alih memiliki sikap kritis dan keinginan membangun, yang kita dapat justeru sikap pesimis dan tawuran di kolom komentar.
Jangan biarkan mata kita menjadi murahan dengan mau membaca apa saja. Sebab, mata kita punya kemerdekaan menentukan bacaan mana yang harus dibaca. Percoyo aku, bacaan-bacaan yang woles dan tidak membuat dahi berkerut kadang lebih baik daripada bacaan serius sing mambu-mambu hoax.