BUKU  

Membaca Buku Harian Seorang Part-Time Indian

Buku ini saya dapatkan di toko buku bekas Wenjin Kaohsiung. Sore itu saya niat untuk bersepeda. Biar tidak hanya bersepeda saja, maka sekalian saja saya cari toko buku bekas yang dekat dan jalurnya saya lewati. Ini toko buku yang ketiga yang saya kunjungi di bulan-bulan awal menjadi mahasiswa baru di Kaohsiung, Taiwan. Toko buku yang lain tentu akan saya tuliskan ceritanya dengan buku lain yang saya dapatkan.

Koleksi buku bahasa inggris di toko ini memang tak banyak, namun tentu saya beruntung bisa mendapatkan novel Sherman Alexie berjudul The Absolutely True Diary of A Part-Time Indian. Ini menjadi sesuatu yang berkesan karena buku ini yang akhirnya pertama kali bisa saya selesaikan bacanya secara cepat.

Ini novel Sherman Alexie yang berkali kali dilarang dan ditarik peredarannya dari perpustakaan sekolah di Amerika karena isinya yang sedikit tentang masturbasi di bagian awal-awal.

Novel ini berkisah tentang Arnold Sprit Jr. , seorang siswa SMA Indian Spokane suatu hari diminta oleh gurunya untuk pindah ke sekolah Reardan yang terkenal sebagai sekolahnya orang kulit putih amerika, tempat di mana segala harapan bagus ada dan menemui jalannya.

Ini juga novel yang berkisah tentang perjalanan harian si Junior yang menempuh jarak 22 mil setiap hari untuk ke sekolah dan bagaimana ia memahami dua dunia yang berbeda, Indian dan Amerika.

Baca Juga:  Review Novel Menolak Ayah; Jalan Berliku Kehidupan Tondinihuta

Perjalanan Junior merekam beberapa hal yang mungkin saja menarik baginya untuk dicatat. Kisah persahabatan yang naik turun ketegangannya degan Rowdy. Kisah cintanya yang cukup klise dengan Penelope. Kematian nenek dan kakak perempuannya. Dan tentu saja perjalanan menjadi pemain basket dan perseteruannya dengan SMA di mana Rowdy menjadi musuh utamanya.

Rowdy adalah satu-satunya teman Indian yang sangat dekat dengan Junior. Rowdy sering ke rumah Junior karena di rumah ia merasa sesak dengan bentakan orang tua yang tiap saat menyuruh ini itu dan tentu menyuruhnya belajar. Karena seringnya Rowdy ke rumah junior itulah mereka seakan sudah jadi keluarga.

Rowdy jugalah yang di akhir-akhir cerita membuat hubungan mereka rekat kembali, mengajak Junior memikirkan lagi tentang suku Indian dan memanjat pohon paling besar dan tinggi di pemukiman mereka dan melihatnya dari atas. 

We could see our entire world. And our entire world, at that moment, was green and golden and perfect.

Ungkapan yang mungkin baru bisa muncul ketika Junior berjarak dengan pemukimannya, berjarak dalam ketinggian penglihatan dan juga berjarak secara mental karena ia separuhnya telah merasakan kultur orang kulit putih.

Toko Buku Wenjin Kaohsiung

Pada saat pesta helloween Junior dan Penelope kebetulan memakai jenis pakaian yang sama, pakaian orang gelandagan. Penelope di mata junior masih termat cantik meski berapakaian gelandangan. Namun yang justeru yang ingin dikatakan Penelope adalah I’m not trying to be cute; I’m wearing this to protest the treatment of homeless people in this country. Tentu dengan enteng Junior menimpalinya dengan logika yang sama I’m wearing this to protest the treatment of homeless Native Americans in this country.

Dua hal yang cukup kontras antara dua budaya, dua wilayah yang sangat berdekatan itu juga tergambarkan pada pikiran Junior ketika ia pada akhirnya, dengan adegan ini malah membuatnya kian erat dengan Penelope.

Baca Juga:  Dongeng Merapi yang Bikin Kita Ngalor-Ngidul

Ketika Junior pergi ke kamar mandi, ia mendengar seorang perempuan sedang muntah, takut ada apa-apa, sebagai lelaki yang baik perasaanya ingin menolong. Yang justeru ia temui adalah Penelope yang sedang berusaha melakukan bulimia. Aksi memuntahkan makanan, agar berat badannya tetap ideal. Melihat itu junior dalam benaknya berpikir There are all kinds of addicts, I guess. We all have pain. And we all look for ways to make the pain go away. Penelope gorges on her pain and then throws it up and flushes it away. My dad drinks his pain away.

Sewaktu mendengar neneknya meninggal, satu hal yang ia sangat sesali adalah betapa buruknya efek minum alkohol. Selama hidup neneknya tak pernah setetspun minum, namun mati gara gara ditabrak sopir yang sedang mabuk.

Begitu juga ketika Mary, kakak perempuannya meninggal, ia tak bisa merasa sedih ketika mendengar guru konselingnya memanggil untyuk memberitahukan berita buruk tersebut. Ia ingin tahu sebab apa kakanya meninggal. Ayahnya bercerita, mary meninggal karena terlalu mabuk bahkan untuk mengetahui kalo kabin rumahnya terbakar. Sebab mabuk itulah ia bahkan tak merasakan bahwa tybuhnya dilalap api dan hangus bersama rumah yang mereka tinggali.

Baca Juga:  Orang Jawa Menikmati Ramadhan

Menyelesaikan membaca novel ini saya kemudian teringat dengan Ulid Tak Ingin Ke Malaysia karya Mahfud Ikhwan. Dua novel yang berangkat tentang cerita desa, dunia anak-anak dan beratnya tantangan kehidupan desa dengan akhir ceita yang tak bahagia. Junior pada akhirnya merasa bahwa kehidupan di kota orang kulit putih tak selalu sebagaimana yang diharapkan. Ulid pada akhirnya harus kalah dengan seuatu yang sangat dibencinya sewaktu kecil, pergi ke Malaysia. Junior gagal menjadi pendamping Penelope, Ulid ditinggal menikah oleh juwariyah.

Dan dua novel ini bisa dibaca sebagai otobiografi masing-masing penulis, yang tentu saja ingin menceritakan bagian kehidupan yang sudah mereka lalui, tanpa jatuh pada romantisme naif atau menye-menye belaka.

Shenyang 111-6, Kaohsiung, 2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *