BUKU  

Membaca Don Quijote dari La Mancha: Sebuah Awal Perjalanan (Sampai Bab 4)

Ia menghabiskan waktu bertahun-tahun membaca buku-buku tentang ksatria. Kegilaannya pada buku ksatria membuatnya rela menjual tanah. Tiap kata dimaknainya dengan mendalam. Bermalam-malam ia mencoba memahami kalimat demi kalimat.

Siapa Don Quijote?

***

Petama membacanya, versi ringkas. Judulnya Don Quixote, buku cerita seri elang terbitan Gramedia tahun 1978. Tahun-tahun segitu, Gramedia memang menerbitkan buku ‘seri bacaan yang bermutu’ sebagaimana tercantum di tiap sampul belakang buku. Selain Don Quixote, ada juga buku Orang-orang yang Malang karya Victor Hugo, Harapan Besar karya Charles Dicken, dan lainnya. Semua adalah versi ringkasan. Jadi, bukunya tipis dan kecil. Sayang, buku Don Quixote versi ringkasan itu, kini terselip entah di mana. (Cara saya menata buku, mungkin terlalu buruk).

Mungkin, saya membacanya tahun 2012 an, atau bisa jadi sebelumnya. Saya agak lupa. Saat itu, saya sedang asyik-asyiknya menjadi pedagang buku bekas online (yang ternyata lebih banyak untuk koleksi sendiri). Hampir tiap hari, saya menyusuri jalan Semarang Surabaya, membongkari tumpukan buku berdebu, mengakrabi pedagang dari lapak ujung dekat stasiun Pasar Turi, hingga ‘pusat’ Kampung Ilmu yang punya lahan parkir lumayan luas dan ada warung kopi di tengahnya.

Tapi, sebelum membaca versi ringkasannya, saya sudah mendengar ‘kebesaran’ cerita yang dikarang Miguel de Cervantes, penulis hebat dari Spanyol itu. Saya juga menonton filmnya. Mungkin kisaran tahun 2009. Ceritanya, saya menyukai nonton film. Cara paling mudah untuk menonton film adalah dengan menyewa VCD. Rental VCD lumayan banyak di Bojonegoro. Saya lupa nama rental VCD yang hanya menyewakan VCD original tersebut, yang pasti berada di Jalan Gajah Mada, Bojonegoro. Film Don Quixote pun tuntas saya tonton. Adegan ‘bertempur’ dengan kincir angin masih saya ingat sampai sekarang.

***

Saya membelinya belum lama, tanggal 4 Desember 2021 lalu. Syukurlah, buku itu sepaket. Jilid satu dan jilid dua. Harga miring. Penjualnya kenalan lama. Buku terbitan Obor tahun 2019, diterjemahkan oleh Prof Apsanti Djokosujatno. Buku yang pertama kali dicetak di negara asalnya tahun 1905, versi Bahasa Indonesia baru tahun 2019. Masa yang cukup jauh.

Baca Juga:  Membaca Buku Musashi Seperti Pencarian Panjang Akan Makna Hidup

Membaca buku ini, sengaja saya enggan melewatkan semua kalimat dari awal. Mulai Sambutan oleh Jose Maria Matres Manso, Duta Besar Spanyol di Indonesia. Lalu Kata Pengantar oleh Gonawan Muhamad, catatan penerjemah Prof Apsanti Djokosujatno, model penulisan daftar isinya yang (bagi saya) agak berbeda, mengamati gambar yang entah apa maknanya, serta prolog mengagumkan yang ditulis oleh Cervantes sendiri.

Oh ya, penulisan judul bukan Don Quixote sebagaimana buku ringkasan yang versi elang Gramedia. Dalam buku ini ditulis Don Quijote. Sang penerjemah memberi ‘tutorial’ membacanya: don kikhote.

Sebagai sebuah penghormatan, ada baiknya saya kutipkan barang satu kalimat atau paragraf tulisan dari ‘para pengantar’ buku ini. (Sambil menulis ini, saya iseng mengetik Don Quijote di YouTube, dan muncullah: Minkus – Don Quijote – ballet completo – audio. Lalu saya klik: play. Coba saja)

“Publikasi karya ini akan memungkinkan pembaca Indonesia untuk menemani petualangan dua karakter utama, Don Quijote dan Sancho Panza, yang penuh fantasi dan imajinasi dalam percakapan luar biasa mereka, di mana beberapa masalah terdalam dan paling sulit bagi manusia ditangani dengan cara yang unik”. (Jose Maria Matres Manso, Duta Besar Spanyol di Indonesia)

“Sebuah peristiwa bersejarah dalam sastra Indonesia dan Spanyol: Don Quijote, karya Miguel Cervantes yang berumur lebih dari 400 tahun ini kini terbit dalam versi Bahasa Indonesia, setelah lebih dari 140 bahasa menerjemahkannya”. (Goenawan Mohamad).

“Singkat kata, setiap jenis pembaca bisa menemukan santapannya dalam novel tebal yang bisa menampakkan “seribu wajah” ini. Bukan hanya para pakar sastra yang bisa menemukan pesta intelektual dalam pembacaan Don Quijote.” (Apsanti Djokosujanto).

Baca Juga:  BMI: Sekembalinya Rindu Pada Sang Empu

Dan ini kalimat pertama yang ditulis Cervantes dalam prolognya:

“Pembaca yang santai: meskipun saya tidak mengucapkan sumpah apapun, anda boleh percaya bahwa saya ingin buku ini (anak pemahaman saya), menjadi buku yang paling bagus, paling cemerlang, dan paling bijaksana yang bisa dibayangkan siapapun.” (Miguel Cervantes).

***

Siapa Don Quijote?

Dikisahkan, di sebuah tempat bernama La Mancha, hidup seorang lak-laki berusia kira-kira 50 tahun, bermuka layu, kurus, berwajah tirus, selalu bangun pagi dan menyukai perburuan. Ada yang menyebut ia bernama Quejada atau Quijada. (Demikianlah, Cervantes seakan berposisi sebagai pencerita saja). Tapi, kemudian ia menyatakan diri sebagai Don Quijote dari La Mancha.

Ia menghabiskan waktu bertahun-tahun membaca buku-buku tentang ksatria. Kegilaannya pada buku ksatria membuatnya rela menjual tanah. Tiap kata dimaknainya dengan mendalam. Bermalam-malam ia mencoba memahami kalimat demi kalimat.

Dari hidupnya yang dihabiskan dengan membaca buku ksatria, ia lalu memutuskan menjadi ksatria pengembara, lengkap dengan pikiran-pikiran khayali tentang dunia kesatriaan dan petualangan. Ia menyiapkan kudanya, menyiapkan baju zirah peninggalan yang ia perbaiki seadanya, dan akan memulai petualangan besar sebagai ksatria pengembara.

Semua yang biasa-biasa, menjadi luar biasa di matanya. Semua dimaknai sebagai bagian dari petualangan besar oleh sang ksatria kita ini. Dan ketika keperluan sudah siap, seperti kuda, perisai, baju zirah, juga termasuk cerita seorang putri yang ia imajinasikan sendiri. Karena ksatria harus mempunyai seorang putri.

Pagi-pagi, ksatria kita ini berangkat menunggangi kuda yang diberi nama Rocinante. Ia berkuda sepanjang hari. Ketika malam, ia begitu lelah dan berbelok ke sebuah penginapan. Ya, boleh saja orang menyebutnya penginapan, tapi di mata ksatria kita ini, bangunan itu adalah sebuah puri.

Dalam khayali Don Quijote, ksatria harus dibabtis dulu agar sah bergelar ksatria. Ia pun meminta pemilik penginapan yang diyakininya sebagai pemilik sebuah puri untuk membabtisnya. Sampai-sampai, Don Quijote berlutut di hadapan pemilik penginapan untuk bersedia membabtisnya.

Baca Juga:  Buku Verifikasi Nilai Budaya Agraris Baritan Ritual Pertanian Dalam Perubahan

Singkat cerita, pemilik penginapan sudah mengetahui bahwa tamunya gila, dan bersedia menuruti khayalan ksatria. Dalam sebuah upacara kecil yang dianggap Don Quijote sebagai upacara besar pengangkatannya sebagai ksatria, tapi oleh pemilik penginapan dianggap sebuah kegilaan, berkatalah akhirnya pemilik penginapan: “Semoga Tuhan membuat Tuan menjadi seorang ksatria yang sangat beruntung dan memberi keberuntungan dalam pertarungan-pertarungan Tuan.” (hal: 37).

Keesokan harinya, petualanganpun dimulai. Pertama, Don Quijote membebaskan pelayan yang diikat oleh majikan seorang petani. Dengan membantu pelayan yang dihukum lantaran hilangnya domba-domba yang digembala, ksatria kita ini merasa telah memerahi keangkaramurkaan dan menegakkan keadilan.

Jiwa petualangannya terus menggelora dalam dirinya. Setelah melanjutkan perjalannya, ia bertemu dengan rombongan pedagang. Dalam khyalannya, inilah petualangan barunya. Sambil duduk di atas kuda, memakai baju zirah, memegang perisai, Don Quijote berkata “Berhenti kalian semua! Kecuali kalian mengakui bahwa di seluruh dunia taka da wanita yang lebih cantik daripada kaisarina dari La Mancha Dulciena dari Toboso”.

Singkat cerita, antara ksatria dan para pedagang terjadi ‘pertarungan’. Ujung cerita (sementara) Don Quijote tak mampu berdiri, senjatanya patah.
Bagaimana kisah selanjutnya? Tentu saya harus melanjutkan membaca Bab 5. (bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *