Oeloeng, R0k0k Klobot Indonesia Merdeka dari Bojonegoro

foto: stockpholio.net

Menghisap kretek tak jarang membawa orang berimajinasi. Bahkan, bermimpi agar negerinya terbebas dari belenggu penjajahan. Lho kok bisa..? Ya, mungkin ini hanya di Bojonegoro. Spirit perjuangan itu kemudian dikemas dalam kretek. Namanya R0kok Indonesia Merdeka (RIM).

Jadi, pendirian pabrik r0kok tak sekadar dilandasi target bisnis. Dan tak banyak perusahaan rok0k (PR) yang begini. Namun dari sedikit itu, sebuah perusahaan kecil di Bojonegoro bermimpi utuk lepas dari cengkraman penjajah kolonial. Tepatnya pada tahun 1946. CV Oeloeng, sebuah perusahaan rok0k ini sebelumnya berlabel Republik Indonesia Merdeka (RIM). Spirit nasionalisme adalah spirit yang dibangun Oeloeng saat Indonesia berada di awal-awal kemerdekaan.

Di Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro, perusahaan r0kok itu bertahan hingga sekarang. R0kok dengan kemasan klobot (bungkus daun jangung) yang cukup legendaris. Pabrik rok0k ini didirikan setahun setelah Indonesia mendeklarasikan merdeka. Pendiri CV Oeloeng adalah HM Sahlan, warga asli Kecamatan Sumbererejo.  “Awal berdiri namannya pabrik ini RIM.  Singkatan dari Republik Indonesia Merdeka,” kata Humas CVOeloeng Sumberrejo, Mahmud, mengawali pembicaraan.
.
Nama perusahaan tersebut hendak mengajak masyarakat terus mengingat perjuangan kemerdekaan negeri ini. Karena, menurut catatan sejarah, meski telah dideklarasikan namun Indonesia masih dalam cengkraman Kolonial. Terbukti dengan adanya perisiwa agresi Belanda ke-2 tahun 2948.

Baca Juga:  Kecemasan Kolektif dan Nasionalisme Kita

Namun, seiring situasi negeri yang kondusif, sekitar tahun 1950-an, nama perusahaan diubah menjadi CV Oeloeng dengan gambar burung elang (orang Jawa menyebut ulung). Mahmud tidak mengerti secara persis alasan penggantian nama perusahaan tersebut. Tetapi, tempat dia mengabdi selama 22 tahun itu pernah mengalami masa keemasan pada tahun 1970-an. Saat itu, CV Oeloeng membuka cabang di sejumlah daerah dengan total pekerja hingga 2.000 orang. Di antaranya, dengan membuka cabang industri di Kecamatan Baureno (Bojonegoro), lalu meluas di Kabupaten Nganjuk, dan Lamongan.

Pekerja SKT Oeloeng di Sumberrejo/Ahmad Yakub

Namun, masa kejayaan rok0k klobot tak lama. Biaya operasional tinggi seiring melambungnya harga cengkeh yang bisa sampai Rp60.000 per kg, membuat manajemen terpaksa memberhentikan 1.500 pekerjanya dengan menutup cabang usahanya di Kabupaten Nganjuk dan Lamongan. Di awal tahun 1998 dan 2000, usaha sempat mengalami peningkatan. Saat itu, perusahaannya juga mulai ekspansi dengan membuat SKT kertas. Dengan inovasi tersebut, terjadi pengingkatan produksi yang besar hingga tiap harinya memproduksi 100 ball r0kok per hari. (1 ball berisi 200 pak dan 1 pak berisi 12 batang). “Saat ini perusahaan dikelola cucu pendiri,” terangnya.

Baca Juga:  Ketika Lagu Duka Payung Teduh Tanpa Suara Is

Kini pekerja tersisa 500 orang. Oeloeng menjalankan usahanya di Kecamatan Baureno dan di kantor pusat di Kecamatan Sumberrejo. Manajemen sudah modern. Dengan produksi mencapai 100 ball per hari (1 ball berisi 300 pak dan 1 pak berisi 6 batang). Untuk menjamin kesehatan para pekerja, buruh yang mayoritas ibu-ibu setengah baya itu juga telah didaftarkan menjadi anggota BPJS. Termasuk, mewajibkan untuk memencet tombol absen saat masuk dan pulang kerja. “Kami memakai temb4kau Jawa dan pekerja prioritas warga Sumberrejo. Termasuk, mengambil tembak4u rajangan,” tandasnya.

Produk r0kok ini dijual seputaran kawasan Kabupaten Bojonegoro dan sekitarnya. Di antaranya, Kabupaten Tuban, Lamongan, Gresik, dan Nganjuk. Pernah dijual hingga Lampung juga namun  oleh pembeli setianya.

Rok0k Oeloeng

Bermain bisnis di r0kok klobot, memang tak mudah. Karena pasarnya tak terlalu besar. Lalu kenapa tidak ekspansi ke r0kok mild?  Mahmud mengakui, perusahaannya masih kesulitan permodalan. Apalagi, harga mesin cetak untuk rok0k mencapai Rp1 miliar lebih, meski itu barang bekas. Selain Oeloeng, ada sejumlah PR di Bojonegoro yang masih memproduksi rok0k klobot SKT. Di antaranya, PR Kudu di Desa Canga’an, Kecamatan Kanor dan PR Kopi di Desa Pekuwon, Kecamatan Sumberrejo.

Baca Juga:  Berkah Lailatul Qodar dan Idul Fitri, Berbuat Baik Tanpa Batas

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, pada kisaran tahun 2000- an terdapat 114 pabrik r0kok di Kabupaten Bojonegoro. Tetapi, sebagian besar gulung tikar karena harga cengkih melambung lipat dua. Dan kini, jumlah PR yang masih eksis berproduksi tinggal 7 PR di saja. Dari tujuh PR itu, CV Oeloeng salah satunya. Enam PR lainnya yakni, PR Kudu di Desa Canga’an, Kecamatan Kanor, PR Kopi di Desa Pekuwon. Selain itu, PR  Rodeo di Kecamatan Bojonegoro, 567 di Kecamatan Sumberrejo, PR 399 di Desa Ngemplak, serta PR Galan Desa/Kecamatan Baureno.

Sebagain mengunakan sistem Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan sebagaian mengunakan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Sementara ekspor t3mbakau Bojonegoro juga dilakukan sejumlah perusahaan di Bojonegoro. Antara lain, PT Sumberrejeki di Kecamatan Boaureno, PT Nusa Tobacco Citra Niaga di Desa Sukowati, Kecamatan Kapas, serta PT Pagi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *