Beberapa hari lalu kita disuguhi ‘meme’ dalam sebuah kaos yang dicetak dan diedarkan seorang anggota partai, konon juga kyai. Menurut saya (dengan analisis warungkopi), kata yang menyebabkan viralnya kaos itu adalah kata “sak karepmu”.
Kata “sak karepmu” ini memang seakan apatis, bahasa orang kota nya “masa bodoh”. Namun bisa juga berarti positif dan terkadang bisa pula bermakna negatif. Eh tapi bisa juga bernada interogatif sih. Hmm ~
Jika dimaknai ‘apatis’ maka tentu konotasinya negatif, namun bila dimaknai tidak mau ikut campur urusan orang lain karena bukan urusannya, bisa jadi itu berkonotasi positif.
Ada juga ‘sak karepmu’ ini dimaknai mengingatkan sekaligus bernada ancaman ke arah positif, misalnya ‘dawuh Jibril pada kanjeng Nabi Saw., isy mã syi’ta fa innaka mayyitun (hiduplah ‘sak karepmu’ [tapi ingat] kamu akan mati).
Apa yang disampaikan Jibril ini sebenarnya bukan perintah secara murni melainkan perintah yang menunjukkan makna tahdid (perintah yang disertai dengan ancaman). Jika amr diungkapkan dalam konteks ini, maka sebenarnya menunjukkan “sindiran” atau ketidaksetujuan dari pihak yang memberi perintah tersebut.
Tentu saja Tuhan, melalui Jibril, tidak menyuruh Nabi menikmati hidup semaunya, namun Jibril mengingatkan Nabi, untuk kemudian disampaikan kepada umatnya, bahwa bagaimanapun kita hidup, ingat kelak maut akan menjemput kita walhasil jangan hidup semaumu.
Lanjutan dari dawuh Jibril di atas: cintailah apa/siapapun yang kamu mau, (tapi ingat) kamu akan berpisah dengannya, dan berbuatlah semaumu (tapi ingat) kamu akan dibalas atas semuanya.
Sekali lagi, perintah ini bersifat menyindir, tidak bermakna seperti perintah pada umumnya. Jika kita ikuti kajian ushul fikih (hermeneutika hukum Islam), di sana kita akan menemukan banyak sekali model makna dari amr (perintah).
Kembali ke meme ‘sak karepmu’ pada kaos yang viral beberapa hari kemarin. Hemat saya, ‘sak karepmu’ yang ada di kaos itu tentu saja tidak bisa dimaknai seperti dawuh Jibril yang saya tuliskan di atas, jika disuruh husnudz dzon (berbaik sangka) saya akan memaknai ‘sak karepmu’ dalam kaos tersebut dengan makna ibahah (membolehkan).
Silakan memilih partai A atau partai B atau silakan saja memilih yang lain, lã ikroha fi ikhtiyari-l hizbi (tidak ada paksaan dalam memilih partai). Ini bukan ayat lho..hehe. Itu pandangan husnudzdzon saya saja.
Jika ada yang menyebut ungkapan ‘sak karepmu’ pada kaos itu adalah bagian dari congkak dan egois, seakan-akan masuk partai A atau B adalah pilihan yang paling benar, dan meremehkan pilihan lain kemudian ‘ndak urus’ dengan yang lain, ya sak karepmu! Hehehe. Selamat hari Jumat.