Memposisikan diri menjadi orang kepepet konon menjadi titik balik dari munculnya sleeping giant dalam jiwa manusia, sekaligus mengubahnya menjadi orang hebat secara dadakan. Tapi, sehebat-hebatnya orang yang kepepet, masih kalah hebat dari para pasangan calon (paslon) bupati. Sebab, jika orang kepepet hanya punya satu senjata: ke-kepepet-an yang kuwat, paslon bupati punya dua senjata sekaligus: kekepepetan yang kuwat dan keinginan untuk menang sangat kuwat. Istilahnya, se-kepepet-kepepetnya orang yang kepepet, masih lebih kuwat paslon bupati.
Apa kamu sudah mulai merasakan kekuatan itu? Mungkin belum, atau mungkin sudah. 3 bulan jelang masa pencoblosan, seperti yang kita semua ketahui, banyak sekali paslon bupati mulai tebar pesona. Menebar keindahan dan paras penuh jaminan masadepan. Tidak jarang, proses tebar pesona itu menjadi garing, untuk tidak mengatakannya sangat lucu hanya karena sebuah strategi yang terlalu total menjelang fatal.
Para paslon, entah disadari atau tidak, akan berlomba-lomba menjadi karakter fiksi selama masa tebar pesona ini. Dengan mengerahkan segala daya upaya, entah cocok ataupun enggak, mereka bakal all out menjadi pribadi multitalenta; bahkan menjajal profesi yang sebelumnya tidak pernah mereka suka. Miapah? Tentu, demi memenangkan hati qmu. Iya, qmu ~
Jangan kaget jika nanti ada paslon yang tiba-tiba menjadi pendakwah keagamaan, guru, motivator, hingga tukang becak. Percayalah, my lurs, mereka-mereka itu sedang berjuang secara total. Sebab, totalitas perjuangan mereka menentukan nasib masyarakat Bojonegoro elektabilitas dan seberapa banyak gambar mereka ditusuck di bilik pencoblosan. Untuk bisa melakukan itu semua, para paslon sudah berkorban banyak hal, dari materi hingga rasa malu. Jadi, saat kamu-kamu semua menyaksikan perjuangan itu diperankan, pliis, jangan dibully, ya.
Padahal, andai mau lebih cermat sedikit, multitalenta itu berbanding lurus dengan embrio multiface. Semakin memiliki level multitalenta tinggi, bisa jadi maqam ke-multi-face-an-nya juga tinggi. Harusnya ini menjadi studi khusus bagi para paslon agar tidak mudah ditebak sebagai sosok multiface hanya karena terlihat terlalu multitalenta. Hemmm..
Kembali ke kepepet dan keinginan yang luar biasa kuwat. Apakah paslon bupati tergolong orang- orang kepepet? Tentu jawabannya, iya. Mungkin sudah banyak yang tahu jika memutuskan menjadi paslon bupati butuh kekuatan mental memadai. Sebab, ada marwah yang dipertaruhkan demi kehormatan yang lebih besar. Sialnya, jika kehormatan yang lebih besar itu gagal didapat, marwah yang sebelumnya digenggam juga hilang. Kondisi itu memaksa masing-masing paslon merasa kepepet. Kepepet harus menang, maksudnya.
Nah, punya mental kepepet saja tidak cukup, my lurs. Ada satu potensi kekuatan besar lain yang harus dioptimalkan. Yakni, keinginan menang yang super kuwat. Coba perhatikan dan rasakan, betapa keinginan para paslon bupati untuk menang sangatlah kuwat, melebihi besarnya keinginan seorang jomblo untuk segera menikah. Bayangkan coba, andai besarnya keinginan untuk memenangkan pilkada itu ditransformasikan kepada para jomblo agar lebih bersemangat untuk segera menjemput jodoh, tentu tidak ada lagi jomblo di Bojonegoro.
Tahun ini, ada sebanyak 4 paslon bupati yang bakal bersaing menjadi pemimpin Bojonegoro. Semuanya dalam kondisi kepepet untuk menang dan punya keinginan yang super kuwat untuk menang. Padahal, mau tidak mau, jumlah pemenang tetap hanya satu paslon saja. Itu artinya, ada 3 paslon yang bakal memeluk kegagalan. Tentu sangat disayangkan jika ke-kepepetan positif dan keinginan kuwat 3 paslon itu untuk membangun Bojonegoro harus dikubur begitu saja. Ideku sih, agar pengorbanan mereka tidak sia-sia, 3 paslon itu bersatu padu membangun Pembangkit Listrik Tenaga Keinginan yang Kuwat (PLTKuw) agar Bojonegoro gak sering mati lampu. Kalau gak sering mati lampu, tentu banyak jomblo yang mendapat pencerahan, bukan?