Euforia nobar final Liga Champions 2018 antara Real Madrid vs Liverpool usai sudah. Para pendukung Real Madrid pulang ke rumah dengan kelegaan seorang tuan tanah yang berhasil menyelamatkan tanahnya dari serangan para pemberontak. Sedangkan para pendukung Liverpool, meski memeram kecewa, mereka tetap ikhlas pulang ke rumah karena tidak mungkin menginap di warung kopi.
Terlepas dari kemenangan Real Madrid atas Liverpool dengan skor 3-1, banyak pesan halus yang tersirat di antara rerumputan Stadion Olimpiyskiy, Kiev, Ukraina, Minggu 27 Mei, dini hari tadi. Salah satunya: hasil tidak selalu jadi penentuan, menang-kalah dari pertarungan!
Liverpool mampu bermain meyakinkan pada menit-menit awal pertandingan. Bahkan, terkesan panas terlalu cepat. Namun, kondisi itu tidak berlangsung lama setelah sosok paling penting di lini depan Liverpool, M. Salah, harus keluar akibat cedera bahu pada menit 30 sebelum turun minum. Setelah itu, bara panas Liverpool menyusut seperti Kerupuk Klenteng yang disiram air es.
Harus diakui jika mayoritas pendukung Liverpool — baik yang dadakan maupun sudah lama — secara khusus berniat menonton penampilan M. Salah. Setelah M. Salah keluar, mereka seperti berfirasat jika hasil buruk akan ditoreh Liverpool, dan itu benar-benar terjadi. Tanpa Salah, nyatanya Liverpool kalah.
Bagi mereka yang nonton bola bukan secara dadakan dan bukan karena ingin terlihat uptodate, tentu tahu jika Real Madrid jauh di atas Liverpool dari berbagai sudut pandang. Selain sudah mengumpulkan trofi juara sebanyak 12 kali (sementara Liverpool baru 5 kali), sebagai tuan tanah, kualitas para pemain Madrid juga jauh di atas rata-rata pemain Liverpool.
Jadi, kemenangan Real Madrid adalah sebuah kewajaran. Dan tidak menantang. Dan biasa saja. Berbeda jika Liverpool yang menang. Selain luar biasa, juga menunjukkan betapa kuat perjuangan rakyat jelata dalam menggulingkan kuasa tuan tanah dan para borjuis kapitalis. Tapi, Liverpool itu klub yang tawadhu. Jangankan seri, menang saja dia tidak mau.
Meski juara direbut Real Madrid dengan penuh kecemasan dan kekhawatiran akan kekalahan, namun, secara hakikat, Liverpool tetap pemenangnya. Mau bukti?
Begini, laga final Real Madrid versus Liverpool hanya syariat permukaan saja. Secara hakikat, itu pertarungan antara C.Ronaldo vs M.Salah. Inti dari laga final adalah memperebutkan siapa yang terbaik di antara dua pemain tersebut. Nah, karena Salah keluar lapangan akibat cedera, tentu kesempatan C. Ronaldo menjadi pemain terbaik jauh lebih besar, bukan? Etapi, tapi, tapi, bukan Liverpool jika tidak tahu itu.
Dengan penuh tekad dan kekuatan, seluruh pemain Liverpool gotong royong menutup kesempatan itu. Terbukti, jangankan gol, pegang bola saja Ronaldo seperti kesulitan. Para pemain Liverpool seperti berkata: okelah, Salah memang tidak bisa melanjutkan pertandingan, tapi pergerakan Ronaldo harus dimatikan. Ibaratnya, kalah rapopo asal Ronaldo gak jadi man of the match. Dan itu benar-benar terjadi.
Jadi, masihkah kamu menunggalkan makna kemenangan? Hmmmm ~