Banyak orang yakin bahwa apa yang diucapkan dan dilakukan benar. Lalu meyakini bahwa apa yang dilakukan dan dikatakan orang lain salah. Dan fenomena ini umum terjadi di sekitar kita, bahkan pada diri kita sendiri. Sayangnya, kita seringkali tidak menyadarinya.
Meyakini diri kita benar dan orang lain salah adalah hal wajar sebenarnya. Hanya saja, perlu ada takaran yang pas. Istilahnya jangan terlalu takabur bahwa kita selamanya berada pada titik benar.
Bukankah Tuhan adalah Dzat yang maha kuasa membolak-balikkan hati. Artinya, jika Allah berkehendak, hati kita juga bisa digelincirkan pada jalan yang salah atau sesat. Itu sangat mungkin. Kalau seandainya kita yakin bahwa kita akan selalu berada pada titik benar selamanya, itu namanya takabur. Terlalu besar kepala. Seakan-akan mengecilkan ke-maha kuasa-an Allah yang Dzat membolak-balikkan hati. (muqallibul qulub).
Maknanya, kita sangat mungkin berada pada titik kebenaran. Dan sama mungkinnya jika kita berada pada titik ketidakbenaran (kesesatan). Nah, ketika kita sama-sama mempunyai dua kemungkinan, apa yang perlu dibanggakan sampai harus mendoakan sesama muslim dengan laknat atau neraka? Bukankah kita wajib yakin bahwa Allah adalah Dzat yang membolak-balikkan hati? Apakah kita adalah makhluk yang hatinya tidak akan dibolak-balikkan oleh Allah? Kalau iya, bukankah itu ketakaburan yang amat besar?
Wallahu A’lam. Saya bukan seorang aalim atau faaqih atau semacamnya. Hanya saja, sebagai hamba Allah, kita seyogyanya menyadari bahwa sesama hamba, kita punya potensi yang sama, menjadi baik dan menjadi buruk. Oleh karena itu, ada tuntunan kita sering berdoa: “Ya muqallibal qulub, tsabittni ‘ala dinik, wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, tetapkanlah aku dalam agamaMu.”
Kita berdoa karena yakin bahwa hati kita sangat rentan dibolak-balik oleh Allah. Kenapa? Ya karena Allah adalah Dzat Maha Kuasa Membolak-Balikkan Hati. Semau-mau Allah.
Nah, ketika hati kita tidak berdaya di hadapan Sang Pemilik, lalu apa sebenarnya yang patut dibanggakan, apalagi dengan membabi buta? Maka berbaik-baik dengan sesama makhluk Allah adalah jalan terbaik. Guru-guru ngaji saya selalu bilang, yang terpenting adalah husnul khuluqi, akhlak yang mulia.
Kalau membenci, membencilah dengan sewajarnya. Kalau mencintai, mencintailah dengan sewajarnya. Karena hati kita sudah kodratnya mudah dibolak-balik oleh Allah.
Kita sering melihat sesuatu akan berada pada tempat itu cukup lama, atau bahkan selamanya. Saat ada orang pada satu waktu mencuri, maka kita akan melihatnya sebagai pencuri seterusnya. Saat ada orang pada satu waktu berbuat baik, maka kita akan melihatnya sebagai orang baik seterusnya. Ini tentu kurang fair. Kenapa? Karena di dunia ini semua mudah berubah. Kalau Allah menghendaki, maka jadilah.
Sayyidina Umar ibn Khattab, awalnya adalah orang yang sangat menentang dakwah Rasulullah. Ia sangat keras dengan siapapun yang jadi pengikut Rasulullah. Tapi, kenyataannya, Allah kemudian memberi hidayah kepada Umar Ibn Khattab dan kemudian menjadi pelindung Rasulullah.
Selain Sayyidina Umar ibn Khattab, banyak contoh kuasa Allah membolak-balikkan hati. Dan siapa kita yang yakin bahwa hati kita tidak akan dibolak-balikkan Allah? Kalau benar begitu, betapa takaburnya kita.
Wallahu A’lam.