BUKU  

Review Buku Neraka Kamboja: Cerita Pilu dari Ladang Pembantaian

“Aku butuh makanan. Aku perlu makan. Aku memerlukan obat. Selamatkan nyawaku…. Aku capek sekali rasanya. Aku ingin sekali makan nasi. Sesendok saja.” (hal: 52).

Itulah kata-kata Huoy istri Haing Ngor, di akhir-akhir hidupnya. Huoy hamil tujuh bulan dan proses lahiran prematur. Ia Kelaparan. Makanan tak ada sama sekali. Obat pun tidak. Huoy lapar. Tubuhnya lemah. Ngor yang seorang dokter spesialis kandungan tak bisa berbuat apa-apa. Peralatan medis tidak ada. Ngor pun hampir gila.

Kisah memilukan ini adalah bagian dari buku tiga jilid berjudul Neraka Kamboja yang ditulis oleh Haing Ngor sendiri. Diterbitkan oleh Gramedia tahun 1990. Bagian pertama trilogi Neraka Kamboja berjudul Awal Mula, yang dilanjutkan bagian kedua Siksa dan Derita, serta bagian ketiga Penyelamatan.

Bab yang mengisahkan Huoy meninggal dunia berada di buku Penyelamatan. Buku pertama Awal Mula berkisah tentang peralihan kekuasaan dari Norodom Sihanok yang diguling oleh Lon Nol yang pro Amerika Serikat. Bagian kedua Siksa dan Derita lebih banyak berkisah Ketika Khmer Merah berhasil menggulingkan rezim Lon Nol.

Baca Juga:  Perburuan Renten Pembangunan Infrastruktur Indonesia

Di bawah Khmer Merah, Kamboja benar-benar menjadi darah. Pembunuhan oleh pasukan Khmer Merah terhadap warga sipil tak terhitung jumlahnya. Jutaan. Cara membunuhnya juga sangat sadis, tak manusiawi. Lebih biadab dari hewan ketika memangsa sesama hewan. Rezim Khmer Merah di bawah Pol Pot, tak memiliki strategi membangun Kamboja. Rezim ini menelan mentah-mentah ajaran Mao Tse Tung tentang negara petani. Di bawah Pol Pot, komunis hendak diterapkan semurni-murninya.

Haing Ngor adalah seorang dokter. Ia termasuk dari keluarga kaya. Ayahnya memiliki bisnis penggergajian kayu. Lalu berkembang ke bisnis truk tangki pengakut minyak. Perjalanan panjang kemudian mempertemukannya dengan Huoy seorang guru dari keluarga miskin. Ngor sangat membenci rezim yang korup. Meski demikian, di bawah rezim Lon Nol, ia bekerja sebagai dokter di rumah sakit tantara dan berpangkat kapten. Ia punya klinik dengan beberapa perawat.

Baca Juga:  Buku Dengan Sesuap Nasi Karya Lester R. Brown dan Erik P. Eckholn

Tapi, Ketika gerilyawan Khmer Merah menggulingkan Lon Nol, keadaan berubah total. Dua buku awal menggambarkan dengan detail tentang penjarahan, penyiksaan, pemerkosaan, pembunuhan, pembantaian, dan segala kekerasan tidak manusiawi kepada rakyat jelata.

Di buku itu, Haing Ngor menceritakan pengalamannya sendiri di masa-masa sulit itu dengan cukup detail. Sebagai dokter, ia harus meninggalkan semuanya. Ia dipaksa meninggalkan Phnom Penh bersama ribuan warga menuju ke pedesaan. Tidak ada pasar, tidak ada kuil, tidak ada sekolah. Uang tak berlaku, kuil dirobohkan dan agama dihilangkan. Apalagi pendidikan tak pernah dipikirkan rezim. Hampir setiap hari ada warga yang mati. Dibunuh tentara atau atau mati lantaran kelaparan atau sakit.

Dan…..

***

Saya menutup akhir buku ketiga dengan satu perasaan campur aduk. Akhir kisah happy ending. Tapi happy bagi Haing Ngor dan orang-orang yang berhasil menyeberangi perbatasan Thailand. Ngor pun akhirnya bisa mendapatkan suaka di Amerika dan bekerja di Lembaga yang membantu para pengungsi.

Baca Juga:  Seni Membaca Pikiran Orang

Singkat kisah, Ngor akhirnya sukses menjadi aktor di film tentang Kamboja, berjudul The Killing Field.  Bahkan, ia menyabet penghargaan piala Oscar sebagai pemeran pembantu terbaik. Kehidupan Ngor pun berubah. Dan ia menjalani hidup dengan tetap mengenang istrinya yang meninggal dalam masa-masa sulit di pengungsian.

Ah, sebaiknya Anda membacanya sendiri, betapa akan mendapatkan sebuah gambaran dunia perang, dunia yang tak baik-baik saja.

SIMAK DI YOUTUBE PUSTAKASUARA:

https://www.youtube.com/watch?v=pTsGpkrCFJg&t=42s

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *