Menikah sekarang bukan hanya persoalan cinta semata. Kekuatan ekonomi menghadapi persaingan global membuat banyak keluarga harus berpikir keras agar bisa menjalani kehidupan sehari-hari. Menurut data dari BPS, jumlah pendapatan tiap hari agar bisa hidup dengan layak semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data rata-rata Kebutuhaan Hidup Minimum (KHM) di berbagai daerah di Indonesia semakin meningkat.
Sebuah keluarga pada tahun 2005 bisa hidup layak dengan uang Rp 530.082 per bulannya. Sedangkan 10 tahun kemudian, angka ini naik menjadi Rp 1.813.395 per bulan. Tentu setiap daerah mempunyai angka yang berbeda-beda. Tapi angka ini menunjukkan bahwa dalam jangka waktu 10 tahun, jumlah uang yang dibutuhkan oleh keluarga Indonesia agar bisa bertahan hidup selama satu bulan meningkat lebih dari 3 kali.
Tingkat pendidikan juga semakin membuat keluarga muda di Indonesia kesusahan meningkatkan taraf hidup. Aquarini Priyatna, Ph.D. menulis di sebuah artikel dalam laman Universitas Padjajaran mengatakan bahwa hanya satu dari tiga wanita menyelesaikan pendidikan menengah. Aquarini mengambil data dari sebuah laporan dari United Nations Development Programme, hanya 39,9% wanita menyelesaikan pendidikan menengah. Angka ini jauh dibawah pria yang berkisar 49,2%.
Dulu seorang suami dianggap sebagai pembawa nafkah ke keluarga. Sedangkan urusan rumah dan anak diserahkan ke pihak istri. Paradigma ini masih menjadi pandangan bagaimana sebuah keluarga bekerja di Indonesia. Tapi, situasi ini ternyata berbeda sekali dengan masyarakat di luar negeri.
Sebuah penelitian tentang masyarakat Amerika mengubah paradigma lama ini. Pendidikan memegang kunci dalam perubahan besar taraf ekonomi. Dilansir dari Eurekaalert, jumlah wanita yang sudah mengenyam pendidikan tinggi pada dekade ini mengalami peningkatan drastis daripada sebelumnya. Walhasil, banyak wanita yang juga ikut bekerja mencari nafkah.
“Pola pernikahan dan konsekuensi ekonomi telah berubah dengan waktu,” kata peneliti ChangHwan Kim, profesor di jurusan Sosiology, Universitas Kansas, Amerika. Oleh karena itu, banyak wanita yang menikah dengan pria yang pendidikannya lebih rendah.
ChangHwan Kim dan tim meneliti perubahan terkait gender dengan total penghasilan diantara masyarakat pada usia produktif (35-44 tahun). Data yang digunakan adalah data sensus dari tahun 1990-2000 dan dibandingkan dengan data dari tahun 2009-2011 dari American Community Survey.
Untuk meneliti perubahan terkait gender, peneliti melihat bagaimana pendidikan mempengaruhi tingkat penghasilan. “Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa wanita mengalami peningkatan signifikan dalam pendidikan dan pekerjaan dalam periode ini,” tulis ChangHwan dalam abstrak penelitian tersebut.
Ironisnya, peningkatan ini membuat peran istri dalam keluarga jadi terbalik. Pria sekarang sudah bukan lagi tulang punggung keluarga. Wanita sekarang bisa ikut berkontribusi dalam ekonomi keluarga lebih daripada sebelumnya.
Angka ini sendiri masih akan berubah mengingat kebutuhan zaman yang selalu berubah. Janji sehidup semati sekarang bukan soal pria yang memimpin tapi bagaimana kedua pasangan bisa bergandengan tangan melewati kesulitan ekonomi global. “Pernikahan sekarang lebih egaliter dan setara,” tutup ChangHwan.
_______________
Sumber rujukan:
- https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1212
- http://edition.cnn.com/2017/11/15/health/american-men-marrying-up-partner/index.html
- https://www.eurekalert.org/pub_releases/2017-08/uok-ui082817.php
- https://link.springer.com/article/10.1007%2Fs13524-017-0601-3
- https://ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/12/Puspawarna-Pendidikan-Tinggi-Indonesia-2011-2015-watermark.pdf
- http://sdgcenter.unpad.ac.id/2016/06/gender-bias-and-indonesian-education-system/