Kemarin siang, tiba-tiba saya ditelfon dan diajak ngopi seorang teman, tidak tahu siapa yang lebih tua dari kami yang jelas dia lebih senior karirnya di NU daripada saya. eh tapi saya yakin dia lebih tua dari usia, sekaligus pengalaman hidupnya. Dia mengajak diskusi beberapa hal.
Dia memulai obrolan dengan bercerita bahwa semalam dia diskusi dengan beberapa mahasiswanya seputar tema Filsafat Marx. Semestinya diskusi sampai larut malam tapi ternyata para mahasiswa sudah mengeluh pusing ketika diskusi baru berjalan sekitar 65 menit.
Setelah nyruput kopi, dia kemudian ‘sharing’ terkait perasaannya yang belakangan sering gundah dan merasa gagal menjadi seorang pendidik. Menurutnya, selama ini seperti sia-sia saja apa yang dia lakukan; baik di kampus maupun di desanya. Saya menimpalinya dengan senyum. Hehehe.
Sering gagal akan menjadikan kita ahli, minimal ahli dalam kegagalan. Ahli dalam kegagalan bisa menjadikan kita bermanfaat, minimal sebagai fasilitator kegagalan, sehingga setiap ada teman atau siapapun yang mengajak diskusi atau curhat atas kegagalan yang baru saja dia dapatkan, kita bisa saling menguatkan.
Tujuannya, untuk bisa bertahan dan tidak mengulangi kegagalan tersebut. Dengan demikian kita menjadi bermanfaat dengan menjadi konsultan kegagalan untuk diri kita maupun orang lain.
Begitu juga terhadap urusan cinta dan patah hati, semakin sering patah hati maka kita akan menjadi ahli, menjadi konsultan patah hati, dan menjadi konsultan kegagalan. Artinya, konsultan patah hati adalah sebuah prestasi.
Tetaplah bersyukur pada kondisi apapun, termasuk kondisi saat merasakan kegundahan dan kegagalan sejenis itu. Meski syukur itu kadang menimbulkan ujub, tetaplah bersyukur. Ujub itu penyakit hatimu, jangan mengganggu syukurmu. Hehehe
Kira-kira demikian obrolan warung kopi dengan seorang kawan. Eh sebenarnya ada juga bahasan bahwa ada potongan surat al-Mulk ‘mã tarã fi khalqi-r Rahmani min tafawut’ (Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih).
Jika ada (dalam kehidupan ini) yang tampak berbeda dari kita, misal miskin-kaya, lemah-kuat, mulia-hina, hakikatnya sama. (Lebih lengkapnya ini dijelaskan pada tulisan pekan depan).
Sebelum berpisah, saya sampaikan potongan kitab Al-hikam ibn Athaillah ke teman ngopi saya, “khuznuka bi qadri ghoflatika”(kegalauanmu berbanding lurus dengan kelalaianmu pada Tuhanmu). Selamat hari Jumat kawan, kegagalan bukan sebuah kehancuran.